Pemerintah Diminta Tuntaskan Soal Perbedaan Survei Nikel
Rabu, 06 Oktober 2021 - 20:30 WIB
JAKARTA - Pemerintah diminta memperbaiki tata kelola tambang nikel di dalam negeri. Menyusul adanya perbedaan survei kadar nikel yang dipasok ke pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).
"Panja Komisi VII meminta pemerintah menyelesaikan polemik nikel tersebut. Panja sudah memberikan rekomendasi kepada Kementerian ESDM. Maka dari itu, harus segera ditinjak lanjuti oleh Kementerian ESDM," Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno, Rabu (6/10/2021).
Menurut dia Panitia kerja (Panja) telah dibentuk untuk membahas mengenai penyelesain polemik perbedaan hitungan kadar nikel yang merugikan pengusaha nikel dalam negeri.
Sebagai informasi, saat ini terjadi kisruh antara pengusaha nikel dengan pemilik smelter berkenaan dengan harga patokan mineral alias HPM. Hal itu terjadi lantaran adanya perbedaan hitungan kandungan nikel di pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar. Berdasarkan data Kementerian ESDM saat ini sudah ada empat surveyor untuk memverifikasi nikel, yakni Surveyor Indonesia, Anindya, Sucofindo, dan Carsurin.
Namun demkikian masih ada perusahaan yang menunjuk surveyor di luar aturan pemerintah. Masalah tersebut yang diminta DPR agar segera diselesaikan karena polemik tersebut sudah berlangsung lama dikhawatirkan mengganggu investasi tambang.
"Yang kami ketahui, smelter nikel melakukan perhitungan berbeda dengan surveyor yang ada atau berbeda bahkan bisa di bawah Ni 1,8% atau mencapai Ni 1,5%. Padahal sebelumnya setelah dilakukan hitungan kadar oleh surveyor sudah sesuai dengan kadar Ni 1,8%," terang Eddy.
Maka dari itu, hasil Panja Komisi VII merekomendasikan supaya ada penataan surveyor untuk bisa melaksanakan tugasnya secara konsekuen. Bahkan Komisi VII DPR menemukan ada surveyor yang belum tersertifikasi tapi dipakai oleh perusahaan nikel.
Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade mengatakan bahwa sengkarut terkait surveyor telah dilaporkan ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Investasi. "DPR akan menggelar rapat kerja gabungan guna menuntaskan masalah tersebut," jelasnya.
"Panja Komisi VII meminta pemerintah menyelesaikan polemik nikel tersebut. Panja sudah memberikan rekomendasi kepada Kementerian ESDM. Maka dari itu, harus segera ditinjak lanjuti oleh Kementerian ESDM," Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno, Rabu (6/10/2021).
Menurut dia Panitia kerja (Panja) telah dibentuk untuk membahas mengenai penyelesain polemik perbedaan hitungan kadar nikel yang merugikan pengusaha nikel dalam negeri.
Sebagai informasi, saat ini terjadi kisruh antara pengusaha nikel dengan pemilik smelter berkenaan dengan harga patokan mineral alias HPM. Hal itu terjadi lantaran adanya perbedaan hitungan kandungan nikel di pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar. Berdasarkan data Kementerian ESDM saat ini sudah ada empat surveyor untuk memverifikasi nikel, yakni Surveyor Indonesia, Anindya, Sucofindo, dan Carsurin.
Namun demkikian masih ada perusahaan yang menunjuk surveyor di luar aturan pemerintah. Masalah tersebut yang diminta DPR agar segera diselesaikan karena polemik tersebut sudah berlangsung lama dikhawatirkan mengganggu investasi tambang.
"Yang kami ketahui, smelter nikel melakukan perhitungan berbeda dengan surveyor yang ada atau berbeda bahkan bisa di bawah Ni 1,8% atau mencapai Ni 1,5%. Padahal sebelumnya setelah dilakukan hitungan kadar oleh surveyor sudah sesuai dengan kadar Ni 1,8%," terang Eddy.
Maka dari itu, hasil Panja Komisi VII merekomendasikan supaya ada penataan surveyor untuk bisa melaksanakan tugasnya secara konsekuen. Bahkan Komisi VII DPR menemukan ada surveyor yang belum tersertifikasi tapi dipakai oleh perusahaan nikel.
Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade mengatakan bahwa sengkarut terkait surveyor telah dilaporkan ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Investasi. "DPR akan menggelar rapat kerja gabungan guna menuntaskan masalah tersebut," jelasnya.
(nng)
tulis komentar anda