Pemerintah Kucurkan Dana Rp45 T, Pengamat: Itu Memang Hak Pertamina
Rabu, 03 Juni 2020 - 20:27 WIB
JAKARTA - Pemerintah akan mengucurkan dana sebesar Rp45 triliun kepada PT Pertamina (Persero) sebagai salah satu BUMN yang diikutkan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Menanggapi hal itu, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan bahwa dana tersebut sejatinya merupakan dana kompensasi yang memang harus dibayarkan pemerintah kepada Pertamina atas penugasan yang diberikan.
"Tidak ada muatan politis atas dana tersebut. Dana tersebut merupakan utang pemerintah kepada Pertamina sejak tahun 2017 sehingga wajib di bayarkan. Utang tersebut karena Pertamina telah melakukan berbagai macam penugasan yang diberikan pemerintah seperti BBM Satu Harga, subsidi LPG 3 kg dan subsidi BBM Jenis Tertentu seperti premium," ujar Mamit dalam siaran pers, Rabu (3/6/2020).
Dia juga menyampaikan bahwa dana kompesasi ini di atur dalam UU No 19/2003 Tentang BUMN. Penjelasan Atas UU No 19/2003 Tentang BUMN Pasal 66 ayat(1) yang berbunyi meskipun BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah.
(Baca Juga: Erick Thohir: Sri Mulyani Sudah Bayar Utang ke BUMN)
"Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak feasible, maka pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan," terang Mamit.
Mamit menyampaikan bahwa dana kompensasi tersebut sesuai dengan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehingga tidak ada sesuatu yang patut dicurigai terkait dengan pemberian dana kompesasi ini. Sesuai dengan Laporan Keuangan Pertamina pada semester I/2019, total utang pemerintah sejak 2017 adalah sebesar USD5,1 miliar atau setara Rp73,950 triliun dengan kurs Rp14.500 per USD. Dengan demikian, kata dia, dana kompensasi sebesar Rp45 triliun tersebut bahkan hanya 60% dari total utang pemerintah.
Di tengah harga minyak dunia yang masih rendah serta konsumsi BBM yang menurun sampai 26% karena pandemi Covid-19 ini, dana kompenasi ini menurutnya sangat dibutuhkan oleh Pertamina. Melalui dana kompensasi ini, Pertamina bisa menjaga kelangsungan usaha bisnis baik di sektor hulu, sektor pengolahan dan sektor hilir serta membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya.
"Selain itu, menurut saya yang tidak kalah penting adalah menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi para karyawan Pertamina di tengah kondisi yang sedang sulit ini. Saya juga mengharapkan agar dana tersebut bisa menjadi penggerak ekonomi masyarakat serta sekaligus tetap menjalani fungsinya sebagai pelayan kebutuhan hajat hidup orang banyak atau PSO," pungkas Mamit.
"Tidak ada muatan politis atas dana tersebut. Dana tersebut merupakan utang pemerintah kepada Pertamina sejak tahun 2017 sehingga wajib di bayarkan. Utang tersebut karena Pertamina telah melakukan berbagai macam penugasan yang diberikan pemerintah seperti BBM Satu Harga, subsidi LPG 3 kg dan subsidi BBM Jenis Tertentu seperti premium," ujar Mamit dalam siaran pers, Rabu (3/6/2020).
Dia juga menyampaikan bahwa dana kompesasi ini di atur dalam UU No 19/2003 Tentang BUMN. Penjelasan Atas UU No 19/2003 Tentang BUMN Pasal 66 ayat(1) yang berbunyi meskipun BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah.
(Baca Juga: Erick Thohir: Sri Mulyani Sudah Bayar Utang ke BUMN)
"Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak feasible, maka pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan," terang Mamit.
Mamit menyampaikan bahwa dana kompensasi tersebut sesuai dengan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehingga tidak ada sesuatu yang patut dicurigai terkait dengan pemberian dana kompesasi ini. Sesuai dengan Laporan Keuangan Pertamina pada semester I/2019, total utang pemerintah sejak 2017 adalah sebesar USD5,1 miliar atau setara Rp73,950 triliun dengan kurs Rp14.500 per USD. Dengan demikian, kata dia, dana kompensasi sebesar Rp45 triliun tersebut bahkan hanya 60% dari total utang pemerintah.
Di tengah harga minyak dunia yang masih rendah serta konsumsi BBM yang menurun sampai 26% karena pandemi Covid-19 ini, dana kompenasi ini menurutnya sangat dibutuhkan oleh Pertamina. Melalui dana kompensasi ini, Pertamina bisa menjaga kelangsungan usaha bisnis baik di sektor hulu, sektor pengolahan dan sektor hilir serta membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya.
"Selain itu, menurut saya yang tidak kalah penting adalah menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi para karyawan Pertamina di tengah kondisi yang sedang sulit ini. Saya juga mengharapkan agar dana tersebut bisa menjadi penggerak ekonomi masyarakat serta sekaligus tetap menjalani fungsinya sebagai pelayan kebutuhan hajat hidup orang banyak atau PSO," pungkas Mamit.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda