Utang Luar Negeri RI Bengkak Jadi Rp6.000 Triliun, Pemerintah Bisa Bayar Nggak Ya?

Rabu, 17 November 2021 - 14:48 WIB
Utang Luar Negeri Indonesia yang terus meningkat perlu diwaspadai lantaran memiliki risiko besar apabila tingkat kemampuan bayarnya rendah. FOTO/SINDOnews
JAKARTA - Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia yang terus meningkat perlu diwaspadai lantaran memiliki risiko besar apabila tingkat kemampuan bayarnya rendah. Berdasarkan laporan Bank Indonesia Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia meningkat 3,7% menjadi USD423,1 miliar setara Rp6.000 triliun pada akhir kuartal III 2021 secara kuartalan utang tumbuh 2%

"Kalau utang pemerintah diperiode yang sama naiknya 4,1% sementara swasta cuma 0,2% di kuartal III 2021maka ini pertanda pemerintah terlalu agresif mendanai pembangunan dengan utang," ujar Direktur CELIOS Bhima Yudhistiro kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (17/11/2021).



Dia menilai bahwa kenaikan utang luar negeri perlu diwaspadai karena pertumbuhan utang pemerintah dianggap terlalu tinggi jauh melampaui growth dari uang swasta. Sementara di kuartal III pertumbuhan ekonomi hanya 3,51% year on year (yoy). Ada diskonektivitas antara pertumbuhan utang sektor publik dengan riil ekonomi. Ini menunjukkan peningkatan utang kurang berkualitas.



"Kalau utangnya produktif dan benar benar dibelanjakan untuk keperluan industrialisasi, konektivitas antar wilayah, penurunan biaya logistik maka bisa tercermin ke ekonomi," ungkap Bhima.

Selain itu, klaim bahwa utang aman karena tenornya jangka panjang menurut dia tidak berkaca pada krisis utang di negara negara lain dimana utang jangka panjang bukan jaminan risiko defaultnya rendah.

"Kalau utang jangka panjang bertambah tapi kemampuan bayar nya rendah default risk tetap besar. Itu kenapa pada saat tekanan eksternal naik, credit default swap utang Indonesia ikut naik ke level 90,3 bulan Oktober, jauh lebih tinggi dibanding 61,4 per Februari 2020," jelasnya.



Tak berhenti disitu, persepsi investor masih menganggap Indonesia memiliki risiko tinggi dibandingkan peers, sehingga meminta imbal hasil yang tinggi. Surat utang pemerintah Indonesia tercatat memiliki imbal hasil sebesar 6,05% dengan inflasi 1,66%. artinya real rate of return dari investor mencapai 4,39%.

"Filipina saja memiliki CDS hanya 5,7 dengan tingkat imbal hasil 5,17% dan inflasi sebesar 4,8%. Real rate of return atau keuntungan riil surat utang pemerintah filipina hanya 0,37%. Filipina kalah menarik karena pemerintahnya tidak seagresif Indonesia dalam berutang," pungkas Bhima.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More