Kendaraan Tanpa Pengemudi Jadi Kebutuhan Transportasi Masa Depan
Sabtu, 06 Juni 2020 - 16:16 WIB
JAKARTA - Peneliti Transportasi dari Rotterdam University, Joshua Paundra mengatakan, pergerakan masyarakat perkotaan pada 20 hingga 30 tahun ke depan diprediksi berpindah ke moda transportasi yang lebih ekonomis.
Dia menjelaskan, di negara maju pergerakan masyarakat akan ditunjang melalui kendaraan berbasis listrik, otomatisasi serta memungkinkan berbagi dengan para penggunanya.
“Ada tiga hal sebenarnya yakni kendaraan berbasis listrik (electric vehicles), pengaturan kendaraan yang otomatisasi (autonomous vehicles), serta berbagi kendaraan dengan para penggunanya (shared vehicle). Ketiga basis moda kendaraan ini selain ramah lingkungan juga ekonomis dan efisien,” ujarnya pada diskusi virtual bertajuk Existing Urban Mobility Challenges di Jakarta, Sabtu (6/6/2020).
Dia melanjutkan, ketiga basis teknologi tersebut juga mampu mengontrol kemacetan maupun kebutuhan dan perkiraan para penggunanya. Namun begitu, penerapannya di dalam negeri bukan tanpa tantangan.
“Tapi bukan berarti tidak bisa. Saya kira bisa, tinggal melihat kebutuhannya seperti apa,” ungkapnya. Di negara maju penggunaan kendaraan berbasis listrik sudah digalakkan. Sementara di dalam negeri proses ke arah sana terus disiapkan oleh pemerintah.
Joshua beralasan, proses yang panjang pada penerapan kendaraan listrik masih terletak pada ketersediaan infrastruktur. Sebab, memang diakui tidak mudah berpindah dari transportasi berbasis bensin ke listrik, apalagi pada sektor industri yang padat modal dan padat karya.
Sebagai catatan, peningkatan jumlah kendaraan berbasis listrik semakin bertambah dari tahun ke tahun. Pada 2018 misalnya penggunaan kendaraan listrik di dunia sudah mencapai 3,29 juta kendaraan dan didukung dengan fasilitas pengisian daya listrik sebanyak 5,2 juta charger.
Jika penerapan kendaraan listrik sudah masif, tahapan selanjutnya akan berproses pada tingkatan yang lebih maju yakni otomatisasi kendaraan. Otomatisasi memungkinkan setiap kendaraan terkoneksi dengan kondisi jalur yang dilewatinya, termasuk terkoneksi dengan kendaraan lain.
“Hal ini tentu saja akan mengurangi kerja-kerja sopir atau pengemudi. Bahkan labih canggih kita tidak perlu pengemudi namun diatur dengan sistem kontrol. Jika berada dalam kondisi ini, jumlah kendaraan bisa dikontrol jalanan ibarat sirkuit dikontrol dari jauh,” jelasnya.
Di dalam negeri sendiri kebutuhan kendaraan pada tiga hal tersebut masih berproses. Namun begitu dia tetap berkeyakinan, Indonesia bisa menuju ke arah penerapan tiga poin tersebut, selama kebutuhan transportasi yang efektif khususnya kendaraan tetap bisa disediakan dan diatur oleh pemerintah.
“Saya kira kita bisa kok. Berapapun kebutuhannya ya kita petakan dan kita fokus. Misalnya kalau punya 20 kendaraan, kita bisa atur kebutuhan penumpang misalnya berapa. Ini bisa berjalan kalau ada kontrol ketat dari pemerintah,” ujarnya.
Namun, persoalan kemudian, pemerintah juga masih terpaku pada moda transportasi lain. Di sisi lain, belum ada kontrol yang ketat akan penggunaan angkutan pribadi. Padahal kontrol terhadap angkutan pribadi bisa dilakukan. Misalnya dengan menaikkan pajak kendaraan, atau mengatur penggunaan kendaraan pribadi pada pemilik yang memiliki kendaraan lebih dari satu.
Dia menjelaskan, di negara maju pergerakan masyarakat akan ditunjang melalui kendaraan berbasis listrik, otomatisasi serta memungkinkan berbagi dengan para penggunanya.
“Ada tiga hal sebenarnya yakni kendaraan berbasis listrik (electric vehicles), pengaturan kendaraan yang otomatisasi (autonomous vehicles), serta berbagi kendaraan dengan para penggunanya (shared vehicle). Ketiga basis moda kendaraan ini selain ramah lingkungan juga ekonomis dan efisien,” ujarnya pada diskusi virtual bertajuk Existing Urban Mobility Challenges di Jakarta, Sabtu (6/6/2020).
Dia melanjutkan, ketiga basis teknologi tersebut juga mampu mengontrol kemacetan maupun kebutuhan dan perkiraan para penggunanya. Namun begitu, penerapannya di dalam negeri bukan tanpa tantangan.
“Tapi bukan berarti tidak bisa. Saya kira bisa, tinggal melihat kebutuhannya seperti apa,” ungkapnya. Di negara maju penggunaan kendaraan berbasis listrik sudah digalakkan. Sementara di dalam negeri proses ke arah sana terus disiapkan oleh pemerintah.
Joshua beralasan, proses yang panjang pada penerapan kendaraan listrik masih terletak pada ketersediaan infrastruktur. Sebab, memang diakui tidak mudah berpindah dari transportasi berbasis bensin ke listrik, apalagi pada sektor industri yang padat modal dan padat karya.
Sebagai catatan, peningkatan jumlah kendaraan berbasis listrik semakin bertambah dari tahun ke tahun. Pada 2018 misalnya penggunaan kendaraan listrik di dunia sudah mencapai 3,29 juta kendaraan dan didukung dengan fasilitas pengisian daya listrik sebanyak 5,2 juta charger.
Jika penerapan kendaraan listrik sudah masif, tahapan selanjutnya akan berproses pada tingkatan yang lebih maju yakni otomatisasi kendaraan. Otomatisasi memungkinkan setiap kendaraan terkoneksi dengan kondisi jalur yang dilewatinya, termasuk terkoneksi dengan kendaraan lain.
“Hal ini tentu saja akan mengurangi kerja-kerja sopir atau pengemudi. Bahkan labih canggih kita tidak perlu pengemudi namun diatur dengan sistem kontrol. Jika berada dalam kondisi ini, jumlah kendaraan bisa dikontrol jalanan ibarat sirkuit dikontrol dari jauh,” jelasnya.
Di dalam negeri sendiri kebutuhan kendaraan pada tiga hal tersebut masih berproses. Namun begitu dia tetap berkeyakinan, Indonesia bisa menuju ke arah penerapan tiga poin tersebut, selama kebutuhan transportasi yang efektif khususnya kendaraan tetap bisa disediakan dan diatur oleh pemerintah.
“Saya kira kita bisa kok. Berapapun kebutuhannya ya kita petakan dan kita fokus. Misalnya kalau punya 20 kendaraan, kita bisa atur kebutuhan penumpang misalnya berapa. Ini bisa berjalan kalau ada kontrol ketat dari pemerintah,” ujarnya.
Namun, persoalan kemudian, pemerintah juga masih terpaku pada moda transportasi lain. Di sisi lain, belum ada kontrol yang ketat akan penggunaan angkutan pribadi. Padahal kontrol terhadap angkutan pribadi bisa dilakukan. Misalnya dengan menaikkan pajak kendaraan, atau mengatur penggunaan kendaraan pribadi pada pemilik yang memiliki kendaraan lebih dari satu.
(ind)
Lihat Juga :
tulis komentar anda