Kereta Tanpa Awak Sulit Dioperasikan di Kota Besar, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan setidaknya ada beberapa kendala yang membuat penerapan trem otonom atau kereta tanpa awak sulit diterapkan di kota-kota besar. Meskipun memiliki nilai investasi yang lebih murah jika dibandingkan dengan LRT maupun MRT.
Djoko menyebut, selain aspek badan jalar yang membutuhkan kapasitas lebar untuk menerapkan Kereta Tanpa Awak di kota-kota, ternyata ada ongkos sosial yang tidak murah jika trem otonom diterapkan.
"Tahun 2021, BKT Kemenhub sudah melakukan kajian rencana penerapan Tram Otonom di 3 kota, yakni Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar. Bisa menimbulkan masalah sosial baru," ujar Djoko kepada SINDOnews, Minggu (18/8/2024).
Lebih lanjut, Djoko menjelaskan aspek ketertiban para pengguna jalan juga menjadi pertimbangan besar untuk menerampak moda transportasi tanpa awak di Kota-kota besar. Sebab trek trem otonom sendiri akan bercampur di jalan raya dengan para pengendara lain.
Belum lagi, menurutnya perusahaan trem otonom saat ini merupakan badan usaha asing. Hal ini tentu akan memberikan dampak terhadap para pelaku usaha di sektor transportasi darat perkotaan untuk berebut pasar yang lebih ketat.
"Jadi lebih murah dengan bus, terserah mau bus listrik atau BBM. Operator eksisting masih bisa menjadi operator baru. Kalau diadakan Trem otonom, operator lokal tidak bisa menjadi operator TO," tambahnya.
Lebih jauh Djoko menjelaskan, trem otonom merupakan salah satu inovasi pada moda transit yang menggabungkan karakteristik kereta (LRT) dan bus (BRT). Sumber daya yang berasal dari listrik juga membuat trem otonom lebih ramah lingkungan jika dibandingkan bus diesel konvensional.
"Trem otonom juga dapat menjadi moda alternatif yang dapat menangani karakteristik kereta yang kurang menguntungkan, disrupsi, dan pembiayaan," tambahnya.
Djoko menyebut pembangunan infrastruktur kereta yang cukup masif akan menyebabkan adanya disrupsi pada ekonomi lokal, seperti yang terjadi pada Sydney, Australia. Hal ini juga akan berdampak pada pembiayaan yang besar.
"Trem otonom dapat menjadi solusi yang menengahi permasalahan ini dengan adanya moda transit yang tidak memerlukan pembangunan infrastruktur yang massif (CAPEX yang minim), namun dapat memberikan added value pada daerah sekitar," pungkasnya.
Djoko menyebut, selain aspek badan jalar yang membutuhkan kapasitas lebar untuk menerapkan Kereta Tanpa Awak di kota-kota, ternyata ada ongkos sosial yang tidak murah jika trem otonom diterapkan.
Baca Juga
"Tahun 2021, BKT Kemenhub sudah melakukan kajian rencana penerapan Tram Otonom di 3 kota, yakni Yogyakarta, Surabaya dan Denpasar. Bisa menimbulkan masalah sosial baru," ujar Djoko kepada SINDOnews, Minggu (18/8/2024).
Lebih lanjut, Djoko menjelaskan aspek ketertiban para pengguna jalan juga menjadi pertimbangan besar untuk menerampak moda transportasi tanpa awak di Kota-kota besar. Sebab trek trem otonom sendiri akan bercampur di jalan raya dengan para pengendara lain.
Belum lagi, menurutnya perusahaan trem otonom saat ini merupakan badan usaha asing. Hal ini tentu akan memberikan dampak terhadap para pelaku usaha di sektor transportasi darat perkotaan untuk berebut pasar yang lebih ketat.
"Jadi lebih murah dengan bus, terserah mau bus listrik atau BBM. Operator eksisting masih bisa menjadi operator baru. Kalau diadakan Trem otonom, operator lokal tidak bisa menjadi operator TO," tambahnya.
Lebih jauh Djoko menjelaskan, trem otonom merupakan salah satu inovasi pada moda transit yang menggabungkan karakteristik kereta (LRT) dan bus (BRT). Sumber daya yang berasal dari listrik juga membuat trem otonom lebih ramah lingkungan jika dibandingkan bus diesel konvensional.
"Trem otonom juga dapat menjadi moda alternatif yang dapat menangani karakteristik kereta yang kurang menguntungkan, disrupsi, dan pembiayaan," tambahnya.
Djoko menyebut pembangunan infrastruktur kereta yang cukup masif akan menyebabkan adanya disrupsi pada ekonomi lokal, seperti yang terjadi pada Sydney, Australia. Hal ini juga akan berdampak pada pembiayaan yang besar.
"Trem otonom dapat menjadi solusi yang menengahi permasalahan ini dengan adanya moda transit yang tidak memerlukan pembangunan infrastruktur yang massif (CAPEX yang minim), namun dapat memberikan added value pada daerah sekitar," pungkasnya.
(fch)