Pajak Karbon Bakal Segera Diterapkan, Apa Untungnya?
Jum'at, 03 Desember 2021 - 14:17 WIB
JAKARTA - Pemerintah segera menerapkan pajak karbon untuk mendorong transisi energi menuju Net Zero Emission tahun 2060. Pajak karbon ini dinilai memiliki banyak keuntungan.
Peneliti Ahli Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Hadi Setiawan mengatakan, nantinya penerimaan dari pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan, investasi teknologi ramah lingkungan, atau memberikan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk program sosial.
"Kebijakan pajak karbon ini tentunya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan paket kebijakan komprehensif untuk penurunan emisi dan sebagai stimulus untuk transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan," ungkap Hadi dalam keterangan resmi, Jumat (3/12/2021).
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Munir Ahmad mengatakan, bahwa Pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang salah satunya mengatur mengenai pajak karbon.
Pemerintah Indonesia akan menerapkan pajak karbon secara bertahap pada tahun 2021-2025 dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi.
Pada tanggal 1 April 2022 direncanakan akan mulai diterapkan pajak karbon (cap & tax) secara terbatas pada PLTU Batubara dengan tarif Rp30.000/tCO2e.
"Untuk kegiatan di PLTU batubara, penerapan pajak karbon (cap and tax) akan diterapkan ke dalam uji coba perdagangan karbon yang sedang dilakukan, sehingga mekanismenya adalah cap and trade and tax," ujar Munir.
Adapun, Kementerian ESDM telah melakukan sosialisasi penerapan pajak karbon ini kepada pelaku usaha. Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM juga sudah mulai melaksanakan uji coba perdagangan karbon untuk PLTU batubara secara voluntary.
Peneliti Ahli Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Hadi Setiawan mengatakan, nantinya penerimaan dari pajak karbon dapat dimanfaatkan untuk menambah dana pembangunan, investasi teknologi ramah lingkungan, atau memberikan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk program sosial.
"Kebijakan pajak karbon ini tentunya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan paket kebijakan komprehensif untuk penurunan emisi dan sebagai stimulus untuk transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan," ungkap Hadi dalam keterangan resmi, Jumat (3/12/2021).
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Munir Ahmad mengatakan, bahwa Pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang salah satunya mengatur mengenai pajak karbon.
Pemerintah Indonesia akan menerapkan pajak karbon secara bertahap pada tahun 2021-2025 dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi.
Pada tanggal 1 April 2022 direncanakan akan mulai diterapkan pajak karbon (cap & tax) secara terbatas pada PLTU Batubara dengan tarif Rp30.000/tCO2e.
"Untuk kegiatan di PLTU batubara, penerapan pajak karbon (cap and tax) akan diterapkan ke dalam uji coba perdagangan karbon yang sedang dilakukan, sehingga mekanismenya adalah cap and trade and tax," ujar Munir.
Adapun, Kementerian ESDM telah melakukan sosialisasi penerapan pajak karbon ini kepada pelaku usaha. Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM juga sudah mulai melaksanakan uji coba perdagangan karbon untuk PLTU batubara secara voluntary.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda