Utang Negara Menumpuk, Anggota Pansus DPR Minta Pemindahan IKN Ditunda
Minggu, 12 Desember 2021 - 13:57 WIB
JAKARTA - Anggota Pansus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara ( RUU IKN ) DPR RI Hamid Noor Yasin menyerukan agar pembahasan RUU Ibu Kota Negara ( IKN ) ditunda. Hal ini mengingat pemindahan IKN membutuhkan anggaran yang sangat besar, sementara keuangan negara belum sepenuhnya sehat.
"Dalam draf RUU IKN, ketentuan waktu pemindahan IKN diusulkan pada semester I 2024. Ini terkesan dipaksakan dan sangat tergesa-gesa karena kondisi ekonomi Indonesia dan dunia sedang tidak menentu akibat pandemi Covid-19," ujar Hamid, dikutip dari laman resmi DPR, Minggu (12/12/2021).
Menurut Hamid, pemerintah hendaknya fokus saja pada pembenahan utang negara yang kini sudah mencapai Rp6.687,28 triliun per Oktober 2021 atau setara 39,69% Produk Domestik Bruto (PDB).
Keputusan pemindahan IKN yang tergesa-gesa, kata Hamid, dikhawatirkan membebani keuangan negara, seperti halnya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang akhirnya membengkak sekitar Rp27 triliun dan harus mendapatkan suntikan dana APBN.
"Kesan tergesa-gesa ini dikuatkan dengan fakta bahwa proses pembahasan di DPR juga lebih cepat dari biasanya, dimana fraksi-fraksi diminta mengirim DIM hanya 2 hari setelah mendapat input dari para ahli dan pakar," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, draf RUU IKN yang disampaikan pemerintah dinilai kurang memberi gambaran terhadap IKN yang akan dibangun. "Dalam RUU itu disebutkan bahwa ketentuan mengenai Rencana Induk IKN akan diatur dengan Peraturan Presiden," ungkap Hamid.
Anggota Komisi V DPR ini mengingatkan, hal ini dapat menyebabkan ketidakjelasan proses pembangunan dan pemindahan IKN yang pada akhirnya bisa membuat anggaran pemindahan IKN semakin membengkak.
"RUU IKN harus menyertakan pula Rencana Induk IKN sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan RUU IKN ini. Dengan begitu, semua aspek yang menyertai pemindahan IKN terlihat jelas, termasuk aspek keuangan. Masyarakat bisa diajak mengawasi pembahasan RUU IKN itu," tegasnya.
"Dalam draf RUU IKN, ketentuan waktu pemindahan IKN diusulkan pada semester I 2024. Ini terkesan dipaksakan dan sangat tergesa-gesa karena kondisi ekonomi Indonesia dan dunia sedang tidak menentu akibat pandemi Covid-19," ujar Hamid, dikutip dari laman resmi DPR, Minggu (12/12/2021).
Menurut Hamid, pemerintah hendaknya fokus saja pada pembenahan utang negara yang kini sudah mencapai Rp6.687,28 triliun per Oktober 2021 atau setara 39,69% Produk Domestik Bruto (PDB).
Keputusan pemindahan IKN yang tergesa-gesa, kata Hamid, dikhawatirkan membebani keuangan negara, seperti halnya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang akhirnya membengkak sekitar Rp27 triliun dan harus mendapatkan suntikan dana APBN.
"Kesan tergesa-gesa ini dikuatkan dengan fakta bahwa proses pembahasan di DPR juga lebih cepat dari biasanya, dimana fraksi-fraksi diminta mengirim DIM hanya 2 hari setelah mendapat input dari para ahli dan pakar," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, draf RUU IKN yang disampaikan pemerintah dinilai kurang memberi gambaran terhadap IKN yang akan dibangun. "Dalam RUU itu disebutkan bahwa ketentuan mengenai Rencana Induk IKN akan diatur dengan Peraturan Presiden," ungkap Hamid.
Anggota Komisi V DPR ini mengingatkan, hal ini dapat menyebabkan ketidakjelasan proses pembangunan dan pemindahan IKN yang pada akhirnya bisa membuat anggaran pemindahan IKN semakin membengkak.
"RUU IKN harus menyertakan pula Rencana Induk IKN sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan RUU IKN ini. Dengan begitu, semua aspek yang menyertai pemindahan IKN terlihat jelas, termasuk aspek keuangan. Masyarakat bisa diajak mengawasi pembahasan RUU IKN itu," tegasnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda