Asap Aja Dipajakin, Sri Mulyani: Bukan Berarti Saya Sedang Ngamuk
Selasa, 14 Desember 2021 - 20:40 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani menerangkan, pentingnya pajak karbon sebagai salah satu penopangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pemerintah menekankan sudah memiliki peta jalan untuk mencapai target netral karbon pada 2060 mendatang atau lebih cepat.
Diterangkan reformasi di bidang perpajakan sangat penting karena backbone utama APBN yang berasal dari penerimaan perpajakan . Salah satunya adalah pajak karbon yang bakal segera ditetapkan. Sri Mulyani menerangkan, pajak karbon sebagai salah satu cara menghadapi isu perubahan iklim atau climate change.
"Pajak karbon bukan berarti, wah Bu Sri Mulyani sedang ngamuk. Segala sesuatu hingga CO2 dipajaki, tidak begitu. Karena DPR pasti mengupayakan agar kita tetap proper. Jadi DPR minta supaya pemerintah memiliki peta jalan, jadi kita membuatnya," ujar Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (14/12/2021).
Kata Mantan Direktur Bank Dunia itu, pajak karbon akan menjadi instrumen pelengkap dari carbon trading. Oleh karena itu melalui UU HPP ini ditetapkan tarif pajak karbon paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau sekitar USD 2 per ton CO2e.
"Angka ini hampir sama dengan yang di Singapura, tapi kalau dibandingkan negara seperti Kanada yang sudah di angka USD 45 atau bahkan mendekati USD 75 dalam adjustment tahun ini. Ini sangat murah, karbonnya dijual murah, maka kita mencoba membangun," bebernya.
Dia menambahkan, koordinasi dengan para pembayar pajak dan dunia usaha terus diperbaiki dan ditingkatkan. Tidak lupa, Sri Mulyani berterima kasih kepada seluruh pembayar pajak yang selama ini sudah patuh dan terus melakukan kewajibannya dalam situasi covid yang dipahami olehnya memang sangat berat.
“Pemerintah mencoba terus memperhatikan kebutuhan Bapak dan Ibu sekalian. Ayo kita sama-sama memulihkan ekonomi Indonesia karena setiap uang pajak yang kita terima akan kembali lagi ke masyarakat dan ke dunia usaha,” tutup Menkeu.
Diterangkan reformasi di bidang perpajakan sangat penting karena backbone utama APBN yang berasal dari penerimaan perpajakan . Salah satunya adalah pajak karbon yang bakal segera ditetapkan. Sri Mulyani menerangkan, pajak karbon sebagai salah satu cara menghadapi isu perubahan iklim atau climate change.
"Pajak karbon bukan berarti, wah Bu Sri Mulyani sedang ngamuk. Segala sesuatu hingga CO2 dipajaki, tidak begitu. Karena DPR pasti mengupayakan agar kita tetap proper. Jadi DPR minta supaya pemerintah memiliki peta jalan, jadi kita membuatnya," ujar Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (14/12/2021).
Kata Mantan Direktur Bank Dunia itu, pajak karbon akan menjadi instrumen pelengkap dari carbon trading. Oleh karena itu melalui UU HPP ini ditetapkan tarif pajak karbon paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau sekitar USD 2 per ton CO2e.
"Angka ini hampir sama dengan yang di Singapura, tapi kalau dibandingkan negara seperti Kanada yang sudah di angka USD 45 atau bahkan mendekati USD 75 dalam adjustment tahun ini. Ini sangat murah, karbonnya dijual murah, maka kita mencoba membangun," bebernya.
Dia menambahkan, koordinasi dengan para pembayar pajak dan dunia usaha terus diperbaiki dan ditingkatkan. Tidak lupa, Sri Mulyani berterima kasih kepada seluruh pembayar pajak yang selama ini sudah patuh dan terus melakukan kewajibannya dalam situasi covid yang dipahami olehnya memang sangat berat.
“Pemerintah mencoba terus memperhatikan kebutuhan Bapak dan Ibu sekalian. Ayo kita sama-sama memulihkan ekonomi Indonesia karena setiap uang pajak yang kita terima akan kembali lagi ke masyarakat dan ke dunia usaha,” tutup Menkeu.
(akr)
tulis komentar anda