Sri Mulyani: Pengusaha Kurang Happy, Tapi Pendapatan Negara Perlu Kita Jaga

Selasa, 14 Desember 2021 - 18:11 WIB
loading...
Sri Mulyani: Pengusaha Kurang Happy, Tapi Pendapatan Negara Perlu Kita Jaga
Menkeu Sri Mulyani buka-bukaan seputar suasana hati kalangan pengusaha usai penurunan pajak perusahaan atau Pajak Penghasilan (PPh ) badan menjadi 20% batal dilakukan. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan atau Menkeu, Sri Mulyani mengatakan, suasana hati pengusaha saat ini kurang bahagia, lantaran batalnya penurunan pajak perusahaan atau Pajak Penghasilan (PPh ) badan menjadi 20% dengan terbitnya Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).



Sebelumnya pemerintah dan DPR membatalkan rencana penurunan tarif PPh badan dari 22% menjadi 20%. Rencana penurunan tarif memang sempat dituangkan dalam UU 2/2020, namun UU HPP kemudian membatalkan rencana tersebut. Hal ini dikarenakan, tarif PPh badan batal turun karena pemerintah perlu segera menyehatkan pendapatan negara dan defisit APBN.

"Saya tahu sih Pak Sofjan (Wanadi) agak kurang happy, enggak apa-apa Pak Sofjan ya. Kadin juga kurang happy, tapi pendapatan negara perlu untuk kita jaga," kata Sri Mulyani dalam video virtual, Senin (14/12/2021).

Lanjut Menkeu menerangkan, masyarakat juga diminta untuk membaca aturan pajak yang benar. Salah satunya, mengenai fasilitas yang didapatkan dari kantor mulai tahun depan bakal dipajaki tidaklah benar. Bendahara negara ini memastikan hanya sekelas CEO atau jabatan yang tinggi baru dikenakan pajak fasilitas kantor.

"Kita hanya memajaki fasilitas kantor yang mana itu buat pimpinan yang kendaraanya pake jet pribadi baru kita kenakan pajak," katanya.



Untuk itu, pemerintah perlu segera menyehatkan APBN yang salah satunya melalui peningkatan penerimaan pajak. Saat ini, tarif PPh badan sebesar 22% juga relatif bersaing dengan negara lain. Tarif PPh badan rata-rata OECD pada 2021 sebesar 22,81%, G-20 24,17%, dan Asean 22,17%.

"Ada yurisdiksi seperti Irlandia yang (tarif PPh badannya) ekstrem rendah, tapi tidak menjadi benchmark kita pada negara yang tetap butuh penerimaan pajak," tandasnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1820 seconds (0.1#10.140)