Gapki: Pasar Tradisional Mulai Pulih dan Memberi Harapan
Senin, 08 Juni 2020 - 21:32 WIB
JAKARTA - Di tengah pandemi Covid-19 yang telah berjalan lebih dari dua bulan, kegiatan operasional di perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit masih berjalan normal dengan mengikuti protokol pencegahan secara disiplin.
Produksi CPO pada bulan April 12,6% lebih tinggi dari produksi bulan Maret, sedangkan konsumsi dalam negeri turun 6,6%, ekspor turun 2,8% dan harga CPO turun dari rata-rata USD636 pada bulan Maret menjadi USD516 per tonCif Rotterdam pada bulan April. Sedangkan nilai ekspornya turun 10% dar USD1,82 miliar menjadi USD1,64 miliar.
Dibandingkan Januari-April 2019, produksi CPO pada periode yang sama 2020 juga lebih rendah 12,2%. Namun, konsumsi dalam negeri lebih tinggi 6,2% dan ekspor lebih rendah 12,1%. Sedangkan nilai ekspor 9,4% lebih tinggi yaitu USD6,96 miliar dibandingkan USD6,37 miliar.
"Produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu merupakan efek bawaan dari kemarau panjang tahun lalu. Namun, meningkatnya produksi pada bulan April ini diharapkan merupakan titik awal fase kenaikan produksi musiman untuk tahun 2020," ungkap Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono dalam siaran pers, Senin (8/6/2020).
Dia menjelaskan, konsumsi dalam negeri pada bulan April dibandingkan Maret turun 98.000 ton disebabkan turunnya konsumsi biodiesel sebanyak 113.000 ton akibat turunnya mobilitas masyarakat. Sedangkan lebih tingginya konsumsi biodiesel Jan-April 2020 dari tahun lalu disebabkan oleh implementasi B30.
"PSBB diduga menyebabkan konsumsi untuk keperluan pangan naik hanya 4.000 ton menjadi 725.000 ton. Sedangkan konsumsi oleokimia naik 11.000 ton menjadi 115.000 ton karena meningkatnya pemakaian hand sanitizer dan sabun," paparnya.
(Baca Juga: Diprotes Indonesia, WHO Hapus Imbauan Menyesatkan Terkait Sawit)
Mukti memperkirakan konsumsi oleokimia diperkirakan masih akan bertahan meskipun ada pelonggaran PSBB. Pasalnya, kendati ada pelonggaran, protokol Covid-19 masih tetap diterapkan secara ketat.
Mengenai ekspor minyak sawit, Mukti mengatakan bahwa pada bulan April dibandingkan dengan bulan Maret 2020 mengalami penurunan sebesar 77.000 ton; dimana 44.000 ton dari refined palm oil dan 33.000 ton dari CPO. Berdasarkan tujuannya, penurunan terbesar terjadi pada pengiriman ke Bangladesh, Afrika dan Timur Tengah masing-masing dengan 118.000, 62.000 dan 56.000 ton karena impor yang besar ketiga negara tersebut pada bulan Maret.
Sebaliknya, ekspor ke Pakistan naik 100% menjadi 201.000 ton disebabkan impor yang sangat rendah pada bulan Maret. Ekspor ke China naik 37% menjadi 417.000 ton meskipun masih jauh lebih rendah dari ekspor ke China April 2019 (730.000 ton) sedangkan ekspor ke India dan Uni Eropa juga menunjukkan sedikit kenaikan.
"Tren yang positif ini diperkirakan akan berjalan terus dengan semakin meredanya pandemi Covid-19," pungkasnya.
Produksi CPO pada bulan April 12,6% lebih tinggi dari produksi bulan Maret, sedangkan konsumsi dalam negeri turun 6,6%, ekspor turun 2,8% dan harga CPO turun dari rata-rata USD636 pada bulan Maret menjadi USD516 per tonCif Rotterdam pada bulan April. Sedangkan nilai ekspornya turun 10% dar USD1,82 miliar menjadi USD1,64 miliar.
Dibandingkan Januari-April 2019, produksi CPO pada periode yang sama 2020 juga lebih rendah 12,2%. Namun, konsumsi dalam negeri lebih tinggi 6,2% dan ekspor lebih rendah 12,1%. Sedangkan nilai ekspor 9,4% lebih tinggi yaitu USD6,96 miliar dibandingkan USD6,37 miliar.
"Produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu merupakan efek bawaan dari kemarau panjang tahun lalu. Namun, meningkatnya produksi pada bulan April ini diharapkan merupakan titik awal fase kenaikan produksi musiman untuk tahun 2020," ungkap Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono dalam siaran pers, Senin (8/6/2020).
Dia menjelaskan, konsumsi dalam negeri pada bulan April dibandingkan Maret turun 98.000 ton disebabkan turunnya konsumsi biodiesel sebanyak 113.000 ton akibat turunnya mobilitas masyarakat. Sedangkan lebih tingginya konsumsi biodiesel Jan-April 2020 dari tahun lalu disebabkan oleh implementasi B30.
"PSBB diduga menyebabkan konsumsi untuk keperluan pangan naik hanya 4.000 ton menjadi 725.000 ton. Sedangkan konsumsi oleokimia naik 11.000 ton menjadi 115.000 ton karena meningkatnya pemakaian hand sanitizer dan sabun," paparnya.
(Baca Juga: Diprotes Indonesia, WHO Hapus Imbauan Menyesatkan Terkait Sawit)
Mukti memperkirakan konsumsi oleokimia diperkirakan masih akan bertahan meskipun ada pelonggaran PSBB. Pasalnya, kendati ada pelonggaran, protokol Covid-19 masih tetap diterapkan secara ketat.
Mengenai ekspor minyak sawit, Mukti mengatakan bahwa pada bulan April dibandingkan dengan bulan Maret 2020 mengalami penurunan sebesar 77.000 ton; dimana 44.000 ton dari refined palm oil dan 33.000 ton dari CPO. Berdasarkan tujuannya, penurunan terbesar terjadi pada pengiriman ke Bangladesh, Afrika dan Timur Tengah masing-masing dengan 118.000, 62.000 dan 56.000 ton karena impor yang besar ketiga negara tersebut pada bulan Maret.
Sebaliknya, ekspor ke Pakistan naik 100% menjadi 201.000 ton disebabkan impor yang sangat rendah pada bulan Maret. Ekspor ke China naik 37% menjadi 417.000 ton meskipun masih jauh lebih rendah dari ekspor ke China April 2019 (730.000 ton) sedangkan ekspor ke India dan Uni Eropa juga menunjukkan sedikit kenaikan.
"Tren yang positif ini diperkirakan akan berjalan terus dengan semakin meredanya pandemi Covid-19," pungkasnya.
(fjo)
tulis komentar anda