Cukai Rokok Naik, Sri Mulyani Siapkan BLT bagi Pekerja Terdampak
Kamis, 16 Desember 2021 - 20:05 WIB
JAKARTA - Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang juga mencakup Sigaret Kretek Tangan (SKT) akan dikompensasi oleh pemerintah dengan mengubah kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) CHT. DBH CHT akan dialokasikan untuk memitigasi dampak kenaikan tarif cukai pada tenaga kerja SKT.
"Kita mengalokasikan DBH CHT ini untuk daerah agar daerah bisa membantu tenaga kerja, terutama yang terkena dampak negatif dari kebijakan CHT yang kita naikkan untuk melindungi sisi konsumen dan anak-anak," ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Kamis (16/12/2021).
Dalam paparannya, Menkeu menyebutkan bahwa penggunaan DBH CHT secara spesifik ditujukan kepada buruh tani tembakau atau buruh pabrik rokok terdampak kenaikan CHT. Adapun untuk petani tembakau, DBH CHT dialokasikan untuk peningkatan kualitas bahan baku, iuran jaminan produksi, subsidi harga, serta bantuan bibit, benih, pupuk, sarana dan prasarana produksi.
Sementara untuk pekerja ada dalam bentuk pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT), pelatihan keterampilan kerja, dan bantuan modal usaha. "Untuk DBH CHT ini kami akan terus memperbaiki policy-nya," janji Sri Mulyani.
Pemerintah mencatat, tenaga kerja SKT semakin menurun seiring dengan pergeseran produksi rokok ke produk buatan mesin. Dari jumlah tenaga kerja sebanyak 195.432 orang pada tahun 2010, jumlah tenaga kerja SKT pada tahun 2019 turun menjadi 140.996 orang.
Pemerintah terus meningkatkan dukungan terhadap petani atau buruh tani tembakau serta buruh rokok dengan memperbarui kebijakan pengalokasian anggaran DBH CHT. Pada 2020, minimal 50% DBH CHT dialokasikan untuk sektor kesehatan, sementara sisanya belum ada ketentuan sehingga daerah memiliki kebebasan untuk menggunakan dana tersebut.
Namun, sejak tahun ini alokasi DBH CHT ditetapkan menjadi 25% untuk kesehatan, 50% untuk kesejahteraan masyarakat, serta 25% untuk penegakan hukum.
"Kita menurunkan (alokasi) untuk kesehatan menjadi 25%, sehingga 50% dipakai untuk membantu kesejahteraan rakyat, terutama petani tembakau dan memberikan bantuan terutama pada mereka yang harus ikut dalam PBI. Tetap bisa dialihkan untuk bidang kesehatan kalau memang kesehatan masih prioritas dan urgent," tandasnya.
"Kita mengalokasikan DBH CHT ini untuk daerah agar daerah bisa membantu tenaga kerja, terutama yang terkena dampak negatif dari kebijakan CHT yang kita naikkan untuk melindungi sisi konsumen dan anak-anak," ungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Kamis (16/12/2021).
Dalam paparannya, Menkeu menyebutkan bahwa penggunaan DBH CHT secara spesifik ditujukan kepada buruh tani tembakau atau buruh pabrik rokok terdampak kenaikan CHT. Adapun untuk petani tembakau, DBH CHT dialokasikan untuk peningkatan kualitas bahan baku, iuran jaminan produksi, subsidi harga, serta bantuan bibit, benih, pupuk, sarana dan prasarana produksi.
Sementara untuk pekerja ada dalam bentuk pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT), pelatihan keterampilan kerja, dan bantuan modal usaha. "Untuk DBH CHT ini kami akan terus memperbaiki policy-nya," janji Sri Mulyani.
Pemerintah mencatat, tenaga kerja SKT semakin menurun seiring dengan pergeseran produksi rokok ke produk buatan mesin. Dari jumlah tenaga kerja sebanyak 195.432 orang pada tahun 2010, jumlah tenaga kerja SKT pada tahun 2019 turun menjadi 140.996 orang.
Pemerintah terus meningkatkan dukungan terhadap petani atau buruh tani tembakau serta buruh rokok dengan memperbarui kebijakan pengalokasian anggaran DBH CHT. Pada 2020, minimal 50% DBH CHT dialokasikan untuk sektor kesehatan, sementara sisanya belum ada ketentuan sehingga daerah memiliki kebebasan untuk menggunakan dana tersebut.
Namun, sejak tahun ini alokasi DBH CHT ditetapkan menjadi 25% untuk kesehatan, 50% untuk kesejahteraan masyarakat, serta 25% untuk penegakan hukum.
"Kita menurunkan (alokasi) untuk kesehatan menjadi 25%, sehingga 50% dipakai untuk membantu kesejahteraan rakyat, terutama petani tembakau dan memberikan bantuan terutama pada mereka yang harus ikut dalam PBI. Tetap bisa dialihkan untuk bidang kesehatan kalau memang kesehatan masih prioritas dan urgent," tandasnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda