Risiko Gagal Bayar Surat Utang Membayangi Perusahaan di 2022

Sabtu, 18 Desember 2021 - 22:23 WIB
Suasana di Bursa Efek Indonesia (BEI). Foto/Dok SINDOnews/Astra Bonardo
JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengingatkan potensi terjadinya gagal bayar alias default dari perusahaan penerbit obligasi dan sukuk yang mengalami kerugian saat jatuh tempo pembayaran.

Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi mendorong investor untuk mencermati segala tawaran penerbitan surat utang ini baik soal kelayakan penerbit, tingkat bunga, dan faktor lainnya.

"Kalau di obligasi memang yang paling besar adalah risiko default dan pada saat prospektus rating oleh Pefindo atau oleh agensi lain juga diberikan indikasi awal bahwa misalnya rating dari perusahaan tersebut ada di tingkat kelayakan pengembalian bunga utangnya," kata Hasan dalam wawancara eksklusif kepada MNC Portal Indonesia (MPI), dikutip Sabtu (18/12/2021).





Menurut Hasan, potensi default ini berkaitan dengan kondisi perusahaan dalam merespons pandemi Covid-19 yang membuat usaha mereka jatuh-bangun.

"Pada ujungnya ada beberapa yang kami catat mengalami kerugian pada saat jatuh tempo pembayaran bunganya ataupun mungkin juga sudah jatuh tempo pembayaran pokoknya," ujaranya.

Berkaca dari tahun sebelumnya, BEI telah memberikan peringatan sekaligus sanksi bagi perusahaan yang mengalami default. Langkah tersebut dilakukan sesuai ketentuan seperti melakukan suspensi apabila perusahaan tersebut tercatat di bursa dan meminta untuk melaporkan kondisi perusahaan di keterbukaan informasi kepada publik.



Menurut Hasan, hal ini perlu dilakukan bursa agar investor bisa mengetahui kondisi pemulihan perusahaan apabila mengalami default.

Data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat terdapat Rp150,9 triliun surat utang yang akan jatuh tempo pada 2022. Adapun surat utang yang jatuh tempo tersebut paling banyak akan terjadi pada kuartal tiga 2022 dengan total Rp45,6 triliun.

Surat utang yang jatuh tempo pada tahun depan didominasi oleh surat utang dari sektor perbankan sebesar 16,9%, multifinance 15,57%, lembaga keuangan khusus 10,12%, telekomunikasi 8,92%, dan konstruksi 7,35%.
(ind)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More