Pengemplang Pajak Diampuni, Catat Aturan dan Syaratnya Mulai Januari 2022

Senin, 27 Desember 2021 - 17:19 WIB
Tax Amnesty Jilid II dipastikan akan berlaku tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, dimana para wajib pajak (WP) diminta untuk memanfaatkan moment ini dengan sebaik-baiknya. Catat aturan dan syaratnya. Foto/Dok
JAKARTA - Tax Amnesty Jilid II atau pengampunan bagi para pengemplang pajak dipastikan akan berlaku tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, dimana para wajib pajak (WP) diminta untuk memanfaatkan moment ini dengan sebaik-baiknya. Simak baik-baik, berikut syarat dan aturan pengampunan pajak terbaru.

Sebagai informasi pemerintah menetapkan PMK-196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak pada 22 Desember 2021 dan mengundangkan PMK tersebut pada 23 Desember 2021. Beleid tersebut merupakan aturan pelaksanaan untuk Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau dikenal dengan tax amnesty yang sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).



Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Neilmaldrin Noor mengharapkan, Wajib Pajak (WP) dapat mengikuti PPS karena program ini memiliki banyak manfaat untuk WP.

“PPS adalah kesempatan yang diberikan kepada WP untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh (Pajak Penghasilan) berdasarkan pengungkapan harta. Banyak manfaat yang akan diperoleh WP, di antaranya, terbebas dari sanksi administratif dan perlindungan data bahwa data harta yang diungkapkan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap WP," ujar Neilmaldrin di Jakarta, Senin (28/12/2021).



Berikut aturan dan syarat tax amnesty :

1. Ruang Lingkup Kebijakan

Terdapat dua kebijakan dalam PPS yang berlaku nanti, yakni Kebijakan I bagi wajib pajak orang pribadi dan badan yang merupakan peserta tax amnesty jilid pertama. Lalu kebijakan II bagi wajib pajak orang pribadi yang belum melaporkan harta perolehan pada 2016-2020 dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) 2020.

Basis pengungkapan Kebijakan I adalah harta per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan saat peserta mengikuti Tax Amnesty. Lalu, tarifnya adalah 11 persen untuk harta deklarasi Luar Negeri (LN), 8 persen untuk harta Luar Negeri (LN) repatriasi dan harta deklarasi Dalam Negeri (DN), serta 6 persen untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi DN yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi SDA/renewable energy.

Basis pengungkapan Kebijakan II adalah harta perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT 2020. Lalu, tarifnya adalah 18 persen untuk harta deklarasi LN, 4 persen untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi DN, serta 12 persen untuk harta LN repatriasi dan harta deklarasi DN yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi SDA/renewable energy.



Untuk kebijakan II, harus memenuhi syarat tidak sedang diperiksa atau dilakukan pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun pajak 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020. Tidak sedang dilakukan penyidikan, dalam proses peradilan, atau sedang menjalani tindak pidana di bidang perpajakan.

2. Tata Cara Pengungkapan

• Pengungkapan dilakukan dengan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) yang disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps.

• SPPH dilengkapi dengan:

a. SPPH induk;

b. Bukti pembayaran PPh Final;

c. Daftar rincian harta bersih;

d. Daftar utang;

e. Pernyataan repatriasi dan/atau investasi.

Tambahan kelengkapan untuk peserta kebijakan II:

a. Pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum);

b. Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.

• Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More