Harga Bahan Pokok Melejit, Pedagang dan Pembeli Menjerit
Kamis, 03 Maret 2022 - 23:03 WIB
JAKARTA - Harga kebutuhan pokok atau sembako yang tidak stabil membuat masyarakat merana. Pedagang hingga pembeli mengeluhkan kenaikan harga pangan yang nyaris serentak, mulai dari minyak goreng hingga cabai.
Salah seorang pedagang cabai bernama Herman (28) mengatakan, harga cabai yang dia jual naik hingga dua kali lipat. "Cabai rawit dari Rp40.000 (per kg) jadi Rp80.000, cabai keriting dari Rp30.000 ke Rp50.000, cabai merah besar dari Rp30.000 ke Rp50.000, cabai hijau besar dari Rp20.000 ke Rp40.000," terangnya kepada MNC Portal Indonesia di Pasar Kramat Jati, Kamis (3/3/2022).
Tak hanya itu, harga tomat juga naik dari Rp10.000 ke Rp20.000. Kenaikan ini, tentu berdampak pada berkurangnya jumlah cabai yang dibeli pelanggan. "Harapannya harga balik ke stabil lagi, apalagi mau Ramadan, semua harga bahan pokok naik," harapnya.
Senada, Duriah (58) yang biasa berdagang tahu dan tempe di kawasan yang sama mengeluhkan harga kedelai yang meroket. Dirinya terpaksa memangkas ukuran tahu dan tempe agar pelanggan tetap membeli di lapaknya.
"Saya jual tahu tetap R4.000 dapat 10 potong tapi kecil-kecil potongannya, lalu tempe beda-beda ada yang Rp5.000, Rp7.000, Rp10.000," katanya.
Sebagai ibu rumah tangga, Duriah ikut pusing tujuh keliling menghadapi naiknya harga bahan pokok. Minyak goreng mahal, yang disubsidi harus antre seharian, cabai pun meroket hingga Rp80.000 – Rp90.000.
"Harapannya, ya, pemerintah tolong lah gimana caranya ya, ini kan rakyat, tolong jangan sampai melejit gitulah, kan pemerintah yang bisa menentukan (harga bahan pokok)," ujarnya.
Pembeli tak kalah dirugikan imbas meroketnya harga sembako ini. Desi (39), ibu rumah tangga yang menyambi sebagai penjual lontong sayur dan gorengan mengaku kehilangan pendapatan dan sering menombok belanja modal.
"Biasanya dagang dapat Rp300.000 lebih sehari, sekarang Rp200.000. Belanja modal nambah, malah sering nombok," tukas Desi.
Untuk minyak goreng saja, dirinya harus antre sejak pagi bersama seluruh keluarganya. Ini terpaksa dia lakukan karena jika tidak mendapat minyak goreng, dia tidak akan bisa berjualan dan memenuhi kebutuhan keluarganya. "Untuk pemerintah tolong lah, ringanin (harga sembako), kasihan masyarakat ini kan kita di bawah semua," pinta Desi.
Salah seorang pedagang cabai bernama Herman (28) mengatakan, harga cabai yang dia jual naik hingga dua kali lipat. "Cabai rawit dari Rp40.000 (per kg) jadi Rp80.000, cabai keriting dari Rp30.000 ke Rp50.000, cabai merah besar dari Rp30.000 ke Rp50.000, cabai hijau besar dari Rp20.000 ke Rp40.000," terangnya kepada MNC Portal Indonesia di Pasar Kramat Jati, Kamis (3/3/2022).
Tak hanya itu, harga tomat juga naik dari Rp10.000 ke Rp20.000. Kenaikan ini, tentu berdampak pada berkurangnya jumlah cabai yang dibeli pelanggan. "Harapannya harga balik ke stabil lagi, apalagi mau Ramadan, semua harga bahan pokok naik," harapnya.
Senada, Duriah (58) yang biasa berdagang tahu dan tempe di kawasan yang sama mengeluhkan harga kedelai yang meroket. Dirinya terpaksa memangkas ukuran tahu dan tempe agar pelanggan tetap membeli di lapaknya.
"Saya jual tahu tetap R4.000 dapat 10 potong tapi kecil-kecil potongannya, lalu tempe beda-beda ada yang Rp5.000, Rp7.000, Rp10.000," katanya.
Sebagai ibu rumah tangga, Duriah ikut pusing tujuh keliling menghadapi naiknya harga bahan pokok. Minyak goreng mahal, yang disubsidi harus antre seharian, cabai pun meroket hingga Rp80.000 – Rp90.000.
"Harapannya, ya, pemerintah tolong lah gimana caranya ya, ini kan rakyat, tolong jangan sampai melejit gitulah, kan pemerintah yang bisa menentukan (harga bahan pokok)," ujarnya.
Pembeli tak kalah dirugikan imbas meroketnya harga sembako ini. Desi (39), ibu rumah tangga yang menyambi sebagai penjual lontong sayur dan gorengan mengaku kehilangan pendapatan dan sering menombok belanja modal.
"Biasanya dagang dapat Rp300.000 lebih sehari, sekarang Rp200.000. Belanja modal nambah, malah sering nombok," tukas Desi.
Untuk minyak goreng saja, dirinya harus antre sejak pagi bersama seluruh keluarganya. Ini terpaksa dia lakukan karena jika tidak mendapat minyak goreng, dia tidak akan bisa berjualan dan memenuhi kebutuhan keluarganya. "Untuk pemerintah tolong lah, ringanin (harga sembako), kasihan masyarakat ini kan kita di bawah semua," pinta Desi.
(ind)
tulis komentar anda