Lindungi Konsumen, Penolakan Label BPA Disayangkan
Sabtu, 19 Maret 2022 - 14:30 WIB
JAKARTA - Penolakan sejumlah kalangan terkait rencana penerapan label Bisfenol A (BPA) oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) disayangkan. Pasalnya campuran bahan kimia pada galon air isi ulang berptensi menyebabkan risiko kesehatan bagi konsumen.
Pemerhati ekonomi sirkular dari Nusantara Circular Economy & Sustainability Initiatives (NCESI) Yusra Abdi mengatakan rencana tersebut sudah selayaknya didukung untuk melindungi masyarakat dari potensi bahaya risiko yang ditimbulkan. Tidak benar jika aturan tersebut berakibat pada membengkaknya sampah plastik sekali pakai hingga pengurangan tenaga kerja pada industri air minum dalam Kemasan.
"Tidak benar jika aturan pelabelan risiko BPA bakal menambah jumlah sampah plastik karena publik bakal terdorong untuk meninggalkan galon guna ulang dan beralih ke galon sekali pakai yang bebas BPA," kata dia.
Dia mengatakan semua penjualan terbesar produsen air kemasan terbesar di Indonesia, salah satunya bersumber dari penjualan kemasan single pack size yang semuanya berbahan PET alias sekali pakai. "Bila masalahnya memang plastik sekali pakai, mengapa asosiasi industri tidak pernah mempersoalkan potensi sampah dari penjualan produk sekali pakai mereka," kata dia.
Yusra menyebut persoalan sampah plastik air kemasan yang tercecer di lingkungan dipicu beragam faktor. Salah satunya adalah tingginya produksi kemasan ukuran gelas yang lebih mudah tercecer dan mengotori lingkungan.
Faktor lain adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah plastik, sehingga plastik yang seharusnya didaurulang oleh industri justru tercecer di lingkungan terbuka. Lebih jauh, menurut Yusra, BPOM tidak melarang penggunaan galon guna ulang dari plastik keras atau sebaliknya mendorong publik mengkonsumsi galon dari plastik lunak yang bebas BPA.
Menurut dia BPOM sebatas ingin memberlakukan kebijakan pencantuman label peringatan atas risiko BPA agar konsumen air galon mendapat informasi menyeluruh, sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Akhir Desember lalu, Kepala BPOM, Penny K Lukito, mengimbau industri AMDK ikut memikirkan potensi bahaya BPA pada air minum galon berbahan plastik keras polikarbonat yang beredar luar di masyarakat.
Pemerhati ekonomi sirkular dari Nusantara Circular Economy & Sustainability Initiatives (NCESI) Yusra Abdi mengatakan rencana tersebut sudah selayaknya didukung untuk melindungi masyarakat dari potensi bahaya risiko yang ditimbulkan. Tidak benar jika aturan tersebut berakibat pada membengkaknya sampah plastik sekali pakai hingga pengurangan tenaga kerja pada industri air minum dalam Kemasan.
"Tidak benar jika aturan pelabelan risiko BPA bakal menambah jumlah sampah plastik karena publik bakal terdorong untuk meninggalkan galon guna ulang dan beralih ke galon sekali pakai yang bebas BPA," kata dia.
Dia mengatakan semua penjualan terbesar produsen air kemasan terbesar di Indonesia, salah satunya bersumber dari penjualan kemasan single pack size yang semuanya berbahan PET alias sekali pakai. "Bila masalahnya memang plastik sekali pakai, mengapa asosiasi industri tidak pernah mempersoalkan potensi sampah dari penjualan produk sekali pakai mereka," kata dia.
Yusra menyebut persoalan sampah plastik air kemasan yang tercecer di lingkungan dipicu beragam faktor. Salah satunya adalah tingginya produksi kemasan ukuran gelas yang lebih mudah tercecer dan mengotori lingkungan.
Faktor lain adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah plastik, sehingga plastik yang seharusnya didaurulang oleh industri justru tercecer di lingkungan terbuka. Lebih jauh, menurut Yusra, BPOM tidak melarang penggunaan galon guna ulang dari plastik keras atau sebaliknya mendorong publik mengkonsumsi galon dari plastik lunak yang bebas BPA.
Menurut dia BPOM sebatas ingin memberlakukan kebijakan pencantuman label peringatan atas risiko BPA agar konsumen air galon mendapat informasi menyeluruh, sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Akhir Desember lalu, Kepala BPOM, Penny K Lukito, mengimbau industri AMDK ikut memikirkan potensi bahaya BPA pada air minum galon berbahan plastik keras polikarbonat yang beredar luar di masyarakat.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda