Soal Risiko BPA, Riset YLKI Dorong Industri AMDK Berbenah
Rabu, 23 Maret 2022 - 23:24 WIB
JAKARTA - Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) didorong berbenah setelah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menerbitkan riset anyar terkait risiko Bisfenol A (BPA) air galon kemasan . Hasil riset menyoroti terkait tata kelola rantai distribusi hingga ke konsumen akhir.
Berdasarkan laporan 61% pengangkutan air galon di Jakarta Raya tidak memenuhi syarat kesehatan lantaran menggunakan kendaraan terbuka sehingga galon air terpapar sinar matahari dalam waktu lama. Survei di tingkat pengecer perlakuan juga tidak sesuai lantaran tidak mendapatkan pendidikan memadai terkait penyimpanan dengan benar.
Observasi dilakukan medio Februari-Maret menunjukkan lebih dari separuh toko, baik toko kelontong maupun gerai modern, memajang galon secara serampangan termasuk meletakkan galon di area yang mudah terpapar sinar matahari.
"Sesuai standar, pengangkutan galon tidak boleh lagi terpapar sinar matahari, harus tertutup," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi saat diskusi menyoal Risiko BPA pada galon air minum, di Jakarta, baru-baru ini (23/3/2022).
Menurut dia tata cara distribusi seperti itu membahayakan konsumen. Galon yang terpapar sinar matahari berisiko memicu peluluhan BPA pada galon guna ulang berbahan plastik keras polikarbonat.
Sebab itu, pihaknya mendorong agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mempublikasikan hasil penelitian uji post market migrasi BPA 2021-2022 atas fasilitas produksi dan distribusi galon plastik keras di seluruh Indonesia. "Masyarakat berhak tahu sejauh mana level migrasi BPA pada air galon yang banyak beredar di pasaran. Apakah masih di bawah ambang berbahaya atau sebaliknya," kata dia.
Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina meminta agar produsen galon air minum bertanggung jawab memperbaiki standar distribusi guna menjaga kualitas produk hingga ke konsumen. Bila perlu pemerintah bisa mengkondisikan agar galon yang berbahan plastik keras polikarbonat tidak lagi beredar di pasaran. "Itu berpotensi merusak tumbuh kembang anak, kalau bisa langsung BPA Free saja," tandas dia.
Terpisah, Koordinator Advokasi FMCG Insights Willy Hanafi mengatakan bahwa
Berdasarkan laporan 61% pengangkutan air galon di Jakarta Raya tidak memenuhi syarat kesehatan lantaran menggunakan kendaraan terbuka sehingga galon air terpapar sinar matahari dalam waktu lama. Survei di tingkat pengecer perlakuan juga tidak sesuai lantaran tidak mendapatkan pendidikan memadai terkait penyimpanan dengan benar.
Observasi dilakukan medio Februari-Maret menunjukkan lebih dari separuh toko, baik toko kelontong maupun gerai modern, memajang galon secara serampangan termasuk meletakkan galon di area yang mudah terpapar sinar matahari.
"Sesuai standar, pengangkutan galon tidak boleh lagi terpapar sinar matahari, harus tertutup," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi saat diskusi menyoal Risiko BPA pada galon air minum, di Jakarta, baru-baru ini (23/3/2022).
Menurut dia tata cara distribusi seperti itu membahayakan konsumen. Galon yang terpapar sinar matahari berisiko memicu peluluhan BPA pada galon guna ulang berbahan plastik keras polikarbonat.
Sebab itu, pihaknya mendorong agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mempublikasikan hasil penelitian uji post market migrasi BPA 2021-2022 atas fasilitas produksi dan distribusi galon plastik keras di seluruh Indonesia. "Masyarakat berhak tahu sejauh mana level migrasi BPA pada air galon yang banyak beredar di pasaran. Apakah masih di bawah ambang berbahaya atau sebaliknya," kata dia.
Anggota Komisi IX DPR Arzeti Bilbina meminta agar produsen galon air minum bertanggung jawab memperbaiki standar distribusi guna menjaga kualitas produk hingga ke konsumen. Bila perlu pemerintah bisa mengkondisikan agar galon yang berbahan plastik keras polikarbonat tidak lagi beredar di pasaran. "Itu berpotensi merusak tumbuh kembang anak, kalau bisa langsung BPA Free saja," tandas dia.
Terpisah, Koordinator Advokasi FMCG Insights Willy Hanafi mengatakan bahwa
Lihat Juga :
tulis komentar anda