Ini Dampak Kenaikan Cukai Rokok bagi Industri dan Ekonomi
Rabu, 17 Juni 2020 - 22:29 WIB
BANDUNG - Rencana pemerintah yang akan menaikkan cukai rokok diperkirakan bakal berdampak terhadap banyak sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri hasil tembakau (IHT). Hal itu berdasarkan hasil riset yang dilakukan Forum for Socio Economic Studies (FOSES) terhadap pelaku IHT di Indonesia.
Menurut Ketua Tim Riset FOSES Putra Perdana, salah satu dampak yang akan dirasakan akan dirasakan pada produk sigaret kretek mesin (SKM).
Produk SKM, kata dia, sangat dipengaruhi oleh kondisi harga di pasaran. Kenaikan harga pada produk rokok ini, diprediksi akan berpengaruh terhadap industri yang mengolah jenis rokok ini.
"Riset kami menunjukkan adanya penyederhanaan cukai menyebabkan penurunan volume produksi. Misalnya pada rokok SKM akan turun 7%. Kemudian tenaga kerja juga akan berpengaruh dan turun hingga 18%," ujarnya pada webinar di Bandung, Rabu (17/6/2020).
Selain itu, kenaikan cukai rokok juga diperkirakan akan memberi dampak langsung terhadap para pekerjanya. Apalagi saat ini, mayortitas pekerja di IHT adalah perempuan dengan komposisi 81%, dengan mayoritas lulusan sekolah dasar (SD). Sementara sisanya sekitar 16% pekerja pria.
"Sejauh ini, para pekerja perempuan di IHT menyumbang 40% sampai 50% pendapatan keluarga. Sehingga bisa diperkirakan, bila terjadi pengurangan produksi, berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi industri hasil tembakau di Indonesia," jelas Putra.
Padahal, kata dia, selama periode 2009 sampai 2013, IHT berkontirbusi terhadap pemasukan negara sebesar Rp131 triliun. Dari sisi tenaga kerja, mampu menyerap 5,98 juta orang. Sebanyak 4,28 juta orang ada di industri dan sisanya di perkebunan dan pertanian tembakau.
"Belum lagi adanya corona, juga menyebabkan adanya tekanan. IHT berpoetensi tidak efisien, karena aktivitas yang dibatasi. Sehingga ada pembatasan jumlah pekerja. Harapan kami, rencana kenaikan cukai ini tidak berlarut larut, apalagi saat pandemi ini," imbuh dia.
Sementara itu, perwakilan dari Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan Wawan Juswanto mengakui, kontribusi IHT cukup baik kendati di tengah pandemi. Hingga Mei 2020, pemasukan pajak dari cukai rokok naik 12% dengan pendapatan Rp66,8 triliun.
Kendati begitu, kenaikan cukai rokok juga mempetimbangkan instrumen fiskal. Selain itu, kenaikan harga rokok juga untuk mengendalikan agar rokok tidak mudah dijangkau anak di bawah umur.
"Tetapi kami telah menyiapkan beberapa upaya mitigasi untuk mengurangi dampak kenaikan cukai itu. Misalnya mengalokasikan dana bagi hasil cukai kepada daerah untuk berbagai program. Sampai saat ini, dana bagi hasil sudah mencapai Rp20 triliun. Harapannya, ini bisa mengurangi dampak atas kenaikan cukai," imbuh dia.
Menurut Ketua Tim Riset FOSES Putra Perdana, salah satu dampak yang akan dirasakan akan dirasakan pada produk sigaret kretek mesin (SKM).
Produk SKM, kata dia, sangat dipengaruhi oleh kondisi harga di pasaran. Kenaikan harga pada produk rokok ini, diprediksi akan berpengaruh terhadap industri yang mengolah jenis rokok ini.
"Riset kami menunjukkan adanya penyederhanaan cukai menyebabkan penurunan volume produksi. Misalnya pada rokok SKM akan turun 7%. Kemudian tenaga kerja juga akan berpengaruh dan turun hingga 18%," ujarnya pada webinar di Bandung, Rabu (17/6/2020).
Selain itu, kenaikan cukai rokok juga diperkirakan akan memberi dampak langsung terhadap para pekerjanya. Apalagi saat ini, mayortitas pekerja di IHT adalah perempuan dengan komposisi 81%, dengan mayoritas lulusan sekolah dasar (SD). Sementara sisanya sekitar 16% pekerja pria.
"Sejauh ini, para pekerja perempuan di IHT menyumbang 40% sampai 50% pendapatan keluarga. Sehingga bisa diperkirakan, bila terjadi pengurangan produksi, berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi industri hasil tembakau di Indonesia," jelas Putra.
Padahal, kata dia, selama periode 2009 sampai 2013, IHT berkontirbusi terhadap pemasukan negara sebesar Rp131 triliun. Dari sisi tenaga kerja, mampu menyerap 5,98 juta orang. Sebanyak 4,28 juta orang ada di industri dan sisanya di perkebunan dan pertanian tembakau.
Baca Juga
"Belum lagi adanya corona, juga menyebabkan adanya tekanan. IHT berpoetensi tidak efisien, karena aktivitas yang dibatasi. Sehingga ada pembatasan jumlah pekerja. Harapan kami, rencana kenaikan cukai ini tidak berlarut larut, apalagi saat pandemi ini," imbuh dia.
Sementara itu, perwakilan dari Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan Wawan Juswanto mengakui, kontribusi IHT cukup baik kendati di tengah pandemi. Hingga Mei 2020, pemasukan pajak dari cukai rokok naik 12% dengan pendapatan Rp66,8 triliun.
Kendati begitu, kenaikan cukai rokok juga mempetimbangkan instrumen fiskal. Selain itu, kenaikan harga rokok juga untuk mengendalikan agar rokok tidak mudah dijangkau anak di bawah umur.
"Tetapi kami telah menyiapkan beberapa upaya mitigasi untuk mengurangi dampak kenaikan cukai itu. Misalnya mengalokasikan dana bagi hasil cukai kepada daerah untuk berbagai program. Sampai saat ini, dana bagi hasil sudah mencapai Rp20 triliun. Harapannya, ini bisa mengurangi dampak atas kenaikan cukai," imbuh dia.
(bon)
tulis komentar anda