Fintech Bantu Capai Target Inklusi Keuangan 90% Pada 2024
Rabu, 06 April 2022 - 18:37 WIB
JAKARTA - Teknologi finansial (fintech) dinilai memiliki potensi besar dalam mempercepat inklusi keuangan di Indonesia, yang targetnya adalah 90% pada 2024. Fintech dapat membantu menyediakan akses produk finansial pada masyarakat yang belum memiliki akses ke perbankan.
Venture Partner East Ventures, Avina Sugiarto mengatakan, pihaknya optimistis dengan pertumbuhan fintech-fintech di Indonesia saat ini, karena dapat memacu peningkatan inklusi keuangan dan menyongsong masa keemasan ekonomi digital Indonesia.
Menurut Avina, industri fintech di Indonesia sangat menjanjikan mengingat literasi dan inklusi keuangan masyarakat masih relatif rendah dibanding negara lain seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Indeks literasi keuangan Indonesia menurut survei nasional adalah 76%.
“Jadi masih ada ruang untuk memperbaiki. Literasi keuangan juga dapat mendorong inklusi keuangan di Indonesia untuk menjadi lebih baik lagi,” kata Avina dalam webinar Indonesia Data and Economic Conference (IDE) dengan tema 'Accelerate Financial Inclusion in Indonesia', Rabu (6/4/2022).
Sambung Avina, salah satu hal yang mendorong pertumbuhan fintech di Indonesia adalah pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir telah mempercepat integrasi teknologi digital di sektor ekonomi.
Selain itu lanjut Avina saat ini tingkat penetrasi internet di Indonesia juga meningkat 74% atau mencapai sekitar 200 juta penduduk. “Itu akan memacu pertumbuhan fintech di Indonesia,” ujarnya.
CEO & Co-Founder KoinWorks, Benedicto Haryono pada kesempatan tersebut mengatakan, untuk mengejar target inklusi keuangan sebesar 90% pada 2024, perlu perhatian khusus terhadap infrastruktur, edukasi serta regulasi.
Infrastruktur meliputi sumber daya manusia dan internet. Dalam hal edukasi, semua pihak, termasuk pelaku industri dan media, turut menjelaskan efek positif maupun negatif dari fintech. Sementara aspek regulasi, terkait dengan perlindungan konsumen hingga kemudahan akses data oleh pemerintah.
“Misalnya dukcapil, itu data KTP dan biometrik orang kan. Dukcapil teoritik sudah buka akses ke fintech sejak tahun 2017 atau 2016, KoinWorks pun sudah memasuki aplikasi untuk terhubung ke mereka, sudah empat tahun tapi belum bisa masuk karena nunggu antrian. Jadi, mungkin belum ada inisiatif dari internal pemerintah untuk melihat data-data tersebut bisa membantu KYC (ke fintech), sehingga target finansial inklusi bisa tercapai lebih cepat," ujar Benedicto.
Venture Partner East Ventures, Avina Sugiarto mengatakan, pihaknya optimistis dengan pertumbuhan fintech-fintech di Indonesia saat ini, karena dapat memacu peningkatan inklusi keuangan dan menyongsong masa keemasan ekonomi digital Indonesia.
Baca Juga
Menurut Avina, industri fintech di Indonesia sangat menjanjikan mengingat literasi dan inklusi keuangan masyarakat masih relatif rendah dibanding negara lain seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Indeks literasi keuangan Indonesia menurut survei nasional adalah 76%.
“Jadi masih ada ruang untuk memperbaiki. Literasi keuangan juga dapat mendorong inklusi keuangan di Indonesia untuk menjadi lebih baik lagi,” kata Avina dalam webinar Indonesia Data and Economic Conference (IDE) dengan tema 'Accelerate Financial Inclusion in Indonesia', Rabu (6/4/2022).
Sambung Avina, salah satu hal yang mendorong pertumbuhan fintech di Indonesia adalah pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir telah mempercepat integrasi teknologi digital di sektor ekonomi.
Selain itu lanjut Avina saat ini tingkat penetrasi internet di Indonesia juga meningkat 74% atau mencapai sekitar 200 juta penduduk. “Itu akan memacu pertumbuhan fintech di Indonesia,” ujarnya.
CEO & Co-Founder KoinWorks, Benedicto Haryono pada kesempatan tersebut mengatakan, untuk mengejar target inklusi keuangan sebesar 90% pada 2024, perlu perhatian khusus terhadap infrastruktur, edukasi serta regulasi.
Infrastruktur meliputi sumber daya manusia dan internet. Dalam hal edukasi, semua pihak, termasuk pelaku industri dan media, turut menjelaskan efek positif maupun negatif dari fintech. Sementara aspek regulasi, terkait dengan perlindungan konsumen hingga kemudahan akses data oleh pemerintah.
“Misalnya dukcapil, itu data KTP dan biometrik orang kan. Dukcapil teoritik sudah buka akses ke fintech sejak tahun 2017 atau 2016, KoinWorks pun sudah memasuki aplikasi untuk terhubung ke mereka, sudah empat tahun tapi belum bisa masuk karena nunggu antrian. Jadi, mungkin belum ada inisiatif dari internal pemerintah untuk melihat data-data tersebut bisa membantu KYC (ke fintech), sehingga target finansial inklusi bisa tercapai lebih cepat," ujar Benedicto.
(akr)
tulis komentar anda