Program Peremajaan Sawit Rakyat Tak Capai Target, Pemerintah Gagas Pola Kemitraan

Jum'at, 29 April 2022 - 13:08 WIB
Beratnya tantangan yang dihadapi berdampak kepada realisasi PSR baru 1.582 ha sampai April 2022. Salah satu upaya pemerintah mempermudah akses dan memperluas jangkauan PSR difasilitasi dengan terbitnya Permentan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit.

(Baca juga:Erick Thohir Apresiasi Program Sawit Rakyat Holding PTPN)

Dalam Permentan No 3/2022, mekanisme pengusulan PSR dapat melalui dua jalur yaitu jalur dinas daerah kabupaten/kota dan jalur kemitraan. Bagus menjelaskan adanya jalur kemitraan membantu percepatan PSR. Melalui jalur ini, kelompok tani/gapoktan dapat menjalin kemitraan dengan perusahaan perkebunan lalu diusulkan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Menurut Bagus, petani dan perusahaan dapat bekerjasama untuk mengoordinasikan kelengkapan dokumen pengusulan PSR. Dokumen tersebut antara lain kriteria perusahaan perkebunan, perjanjian kerjasama perusahaan dan kelembagaan pekebun, legalitas perkebun dan kelembagaan pekebun, serta legalitas dan status lahan.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono menyambut baik jalur kemitraan dalam PSR sebagai upaya melibatkan perusahaan dalam program PSR. Kemitraan antara perkebunan besar dengan petani sawit merupakan upaya strategis dalam rangka meningkatkan kinerja industri sawit dengan menyinergikan kelebihan masing-masing pelaku usaha.

Dari 2016-2021, jumlah perusahaan sawit anggota Gapki yang menjadi mitra PSR berjumlah 68 perusahaan yang menggandeng 147 kelompok tani. Mukti menuturkan dengan kelebihan perkebunan besar dalam pengelolaan kebun, pengolahan, pemasaran serta fasilitas lainnya, kerjasama kemitraan akan dapat meningkatkan produktivitas kebun dan pendapatan petani pekebun.

“Gapki ingin kemitraan yang dikembangkan harus didasari saling menguntungkan dan berkesinambungan. Untuk itu perlu dibuat perjanjian kerjasama antara masing-masing pihak yang bersifat mengikat kedua belah pihak,” ujarnya.

Diakui Mukti, masalah legalitas lahan kebun petani menyulitkan anggotanya untuk terlibat dalam PSR. Sebagai contoh, kebun petani dari program PIR-Trans dan PIR-BUN seluas 513.927 ha potensial dilibatkan dalam PSR. Sebenarnya kebun yang telah dibangun semenjak 1977 ini masuk kriteria untuk diremajakan karena umur tanaman melewati umur 25 tahun, mempunyai kelompok tani bahkan koperasi, dan umumnya hampir sudah bersertifikat.

“Tetapi begitu diusulkan PSR, kebun eks PIR tadi sebagian besar terindikasi dalam kawasan hutan. Ini aneh sekali karena sudah ada sertifikat hak milik. Kebun tadi diklaim berada di kawasan hutan,” sambungnya.

Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino menepis anggapan bahwa petani tidak berminat ikut program PSR. Sebab, petani generasi kedua memiliki ekspektasi tinggi terhadap kebun sawitnya. Mereka menginginkan produksi kebun yang lebih baik, nilai tambah tinggi, kepastian harga, dan legalitas lahan jelas.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More