China Akhiri Lockdown, Harga Minyak Dunia Ikut Terkerek
Rabu, 18 Mei 2022 - 11:01 WIB
JAKARTA - Harga minyak dunia menguat lebih dari USD1 per barel pada perdagangan pagi ini, Rabu (18/5/2022). Data bursa Intercontinental Exchange (ICE) hingga pukul 09:34 WIB menunjukkan, harga minyak Brent Juli 2022 naik 0,54% di USD112,54 per barel. Sedangkan Brent Agustus 2022 menguat 0,60% di USD110,51 per barel.
West Texas Intermediate (WTI) Juni 2022 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) menanjak 1,00% di USD113,49 per barel, sementara WTI Juli 2022 tumbuh 0,97% di USD110,69 per barel. Pasar minyak mulai kembali bergairah menyusul ekspektasi pemulihan permintaan setelah China akan melonggarkan pembatasan Covid-19 secara bertahap.
Diketahui, Shanghai mencatatkan rekor tanpa kasus Covid-19 baru di luar zona karantina selama tiga hari berturut-turut pada Selasa kemarin (17/5). Otoritas terkait berencana untuk mengakhiri lockdown yang telah berlangsung lebih dari enam pekan.
"Dalam waktu dekat, berita yang tidak terlalu buruk di China akan membuat harga minyak yang jauh lebih tinggi, yang juga positif bagi produsen, tetapi berbahaya bagi konsumen," kata Direktur SPI Asset Management, Stephen Innes, dikutip dari Reuters, Rabu (18/5/2022).
Di sisi lain, konflik Rusia dan Ukraina serta sejumlah sanksi yang ditimbulkan masih menjadi sentimen utama pergerakan harga minyak. Baru-baru ini, Rusia mengumumkan penurunan produksi hampir 9% pada bulan April 2022.
Rusia yang merupakan bagian dari organisasi negara-negara penghasil minyak bumi memiliki tingkat produksi yang jauh berada di bawah level yang dibutuhkan berdasarkan kesepakatan OPEC sejak pandemi muncul. Tekanan terhadap harga juga terjadi menyusul laporan bahwa Amerika Serikat mengizinkan Chevron Corp untuk menegosiasikan lisensi minyak dengan produsen nasional Venezuela.
Lebih lanjut, sentimen yang membebani pasar minyak adalah kegagalan Uni Eropa membujuk Hungaria untuk mencabut hak vetonya atas usulan embargo minyak Rusia. Di Amerika Serikat, Gubernur Bank Sentral / Federal Reserve Jerome Powell berjanji akan menaikkan suku bunga setinggi yang diperlukan untuk menahan lonjakan inflasi yang katanya mengancam fondasi ekonomi.
West Texas Intermediate (WTI) Juni 2022 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) menanjak 1,00% di USD113,49 per barel, sementara WTI Juli 2022 tumbuh 0,97% di USD110,69 per barel. Pasar minyak mulai kembali bergairah menyusul ekspektasi pemulihan permintaan setelah China akan melonggarkan pembatasan Covid-19 secara bertahap.
Diketahui, Shanghai mencatatkan rekor tanpa kasus Covid-19 baru di luar zona karantina selama tiga hari berturut-turut pada Selasa kemarin (17/5). Otoritas terkait berencana untuk mengakhiri lockdown yang telah berlangsung lebih dari enam pekan.
"Dalam waktu dekat, berita yang tidak terlalu buruk di China akan membuat harga minyak yang jauh lebih tinggi, yang juga positif bagi produsen, tetapi berbahaya bagi konsumen," kata Direktur SPI Asset Management, Stephen Innes, dikutip dari Reuters, Rabu (18/5/2022).
Di sisi lain, konflik Rusia dan Ukraina serta sejumlah sanksi yang ditimbulkan masih menjadi sentimen utama pergerakan harga minyak. Baru-baru ini, Rusia mengumumkan penurunan produksi hampir 9% pada bulan April 2022.
Rusia yang merupakan bagian dari organisasi negara-negara penghasil minyak bumi memiliki tingkat produksi yang jauh berada di bawah level yang dibutuhkan berdasarkan kesepakatan OPEC sejak pandemi muncul. Tekanan terhadap harga juga terjadi menyusul laporan bahwa Amerika Serikat mengizinkan Chevron Corp untuk menegosiasikan lisensi minyak dengan produsen nasional Venezuela.
Lebih lanjut, sentimen yang membebani pasar minyak adalah kegagalan Uni Eropa membujuk Hungaria untuk mencabut hak vetonya atas usulan embargo minyak Rusia. Di Amerika Serikat, Gubernur Bank Sentral / Federal Reserve Jerome Powell berjanji akan menaikkan suku bunga setinggi yang diperlukan untuk menahan lonjakan inflasi yang katanya mengancam fondasi ekonomi.
(nng)
tulis komentar anda