Pembiayaan Utang Turun 62,4 Persen, Sri Mulyani Waspadai 3 Risiko Global dan Domestik
Senin, 23 Mei 2022 - 22:15 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa di tahun 2022, target defisit sebesar 4,85%dari PDB dan pembiayaan utang dilakukan terukur dan hati-hati. Strategi pembiayaan utang disesuaikan merespon gejolak pasar keuangan, dinamika Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN ) dan kas, serta demand investor.
Penyesuaian strategi utang mulai dilakukan pada akhir Februari 2022,meliputi penyesuaian jumlah penerbitan, tenor penerbitan, timing penerbitan, dan komposisi mata uang.
"Pembiayaan Utang sampai akhir April 2022 mencapai Rp155,87 triliun atau setara 16% dari pagu APBN 2022, turun 62,4% dibanding periode yang sama tahun lalu," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA di Jakarta, Senin(23/5/2022).
Dia mengatakan, realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri atas realisasi Surat Berharga Negara (Neto) sebesar Rp142,23 triliun dan realisasi pinjaman (Neto) sebesar Rp13,65 triliun yang berasal dari Pinjaman Dalam Negeri sebesar Rp343,90 miliar dan Pinjaman Luar Negeri sebesar Rp13,30 triliun.
Sementara pembelian SBN oleh BI sampai dengan 19 Mei 2022 mencapai Rp30,17 triliun, yang terdiri dari instrumen SUN sebesar Rp15,43 triliun dan SBSN sebesar Rp14,74 triliun.
"Pemulihan ekonomi di tahun 2022 terus berlanjut dan makin kuat seiring dengan terus terkendalinya pandemi COVID-19. Pemerintah akan tetap mewaspadai 3 risiko global dan domestik yaitu kenaikan inflasi, kenaikan cost of fund serta perlambatan ekonomi sebagai ancaman pemulihan ekonomi akibat dari eskalasi geopolitik Rusia-Ukraina dan dinamika kebijakan moneter Amerika Serikat," ungkap Sri Mulyani.
Dia menegaskan, APBN harus menjadi shock absorber atas berbagai gejolak dan tekanan global. Ke depannya juga harus terus diseimbangkan tiga tujuan yang semuanya sama penting. Yang pertama adalah menjaga kesehatan dan keselamatan rakyat, yang kedua adalah menjaga kesehatan dan pemulihan ekonomi, dan yang ketiga adalah mengembalikan kesehatan APBN.
"Guncangan yang terjadi sekarang ini, baik karena kemarin pandemi, sekarang bergeser menjadi guncangan dari sisi komoditas, jadi itulah instrumen APBN sebagai stabilizer, atau shock absorber, atau counter cyclical, semuanya itu adalah terminologi di dalam menggambarkan APBN selalu menjadi instrumen utama dan pertama yang diandalkan rakyat dan perekonomian," pungkas Sri Mulyani.
Baca Juga
Penyesuaian strategi utang mulai dilakukan pada akhir Februari 2022,meliputi penyesuaian jumlah penerbitan, tenor penerbitan, timing penerbitan, dan komposisi mata uang.
"Pembiayaan Utang sampai akhir April 2022 mencapai Rp155,87 triliun atau setara 16% dari pagu APBN 2022, turun 62,4% dibanding periode yang sama tahun lalu," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA di Jakarta, Senin(23/5/2022).
Dia mengatakan, realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri atas realisasi Surat Berharga Negara (Neto) sebesar Rp142,23 triliun dan realisasi pinjaman (Neto) sebesar Rp13,65 triliun yang berasal dari Pinjaman Dalam Negeri sebesar Rp343,90 miliar dan Pinjaman Luar Negeri sebesar Rp13,30 triliun.
Sementara pembelian SBN oleh BI sampai dengan 19 Mei 2022 mencapai Rp30,17 triliun, yang terdiri dari instrumen SUN sebesar Rp15,43 triliun dan SBSN sebesar Rp14,74 triliun.
"Pemulihan ekonomi di tahun 2022 terus berlanjut dan makin kuat seiring dengan terus terkendalinya pandemi COVID-19. Pemerintah akan tetap mewaspadai 3 risiko global dan domestik yaitu kenaikan inflasi, kenaikan cost of fund serta perlambatan ekonomi sebagai ancaman pemulihan ekonomi akibat dari eskalasi geopolitik Rusia-Ukraina dan dinamika kebijakan moneter Amerika Serikat," ungkap Sri Mulyani.
Dia menegaskan, APBN harus menjadi shock absorber atas berbagai gejolak dan tekanan global. Ke depannya juga harus terus diseimbangkan tiga tujuan yang semuanya sama penting. Yang pertama adalah menjaga kesehatan dan keselamatan rakyat, yang kedua adalah menjaga kesehatan dan pemulihan ekonomi, dan yang ketiga adalah mengembalikan kesehatan APBN.
"Guncangan yang terjadi sekarang ini, baik karena kemarin pandemi, sekarang bergeser menjadi guncangan dari sisi komoditas, jadi itulah instrumen APBN sebagai stabilizer, atau shock absorber, atau counter cyclical, semuanya itu adalah terminologi di dalam menggambarkan APBN selalu menjadi instrumen utama dan pertama yang diandalkan rakyat dan perekonomian," pungkas Sri Mulyani.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda