Cari Kontainer Produk Lokal, Pelni Gandeng INKA dan ITS
Jum'at, 22 Juli 2022 - 13:40 WIB
"Yang kedua terkait freight cost. Kita mengejar ekspor untuk devisa, di sisi lain belanja modal kita keluar lagi melalui impor. Jadi, devisa yang kita kejar, malah kita keluarkan lagi. Padahal, kolaborasi riset teknologi dengan pelaku usaha dan dukungan pemerintah bisa kita lakukan," katanya.
Pihaknya ke depan akan banyak menggali inovasi selain yang dilakukan oleh INKA. Ia beranggapan bahwa banyak sekali inovasi yang dapat dilakukan INKA selain bisnis intinya terkait produksi kereta api. Sedangkan, Agung Sedaju menjelaskan pengembangan reefer container telah memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang mencapai 60 persen. Hal itu lebih besar dari target minimal TKDN 40 persen.
"Kami juga membuat prototipe yang dioperasikan Pelni selama 3 - 4 bulan ini. Pada saat awal, kami memang bekerja sama dengan Universitas Brawijaya untuk melihat kebutuhan nelayan seperti apa. Tetapi, setelah operasi, kami akan mengajak ITS untuk memenuhi kebutuhan Pelni, apa yang menjadi kendala uji coba selama tiga bulan ini. Keunggulannya, TKDN sudah bisa mencapai 60 persen," kata dia.
Keunggulan lain adalah kontainer produknya yang tidak mass production seperti yang saat ini masih diimpor. Sehingga kebutuhan Pelni dipenuhi dengan kontainer tersebut. "Kontainer standar saat ini 20 ft hingga 40 ft. Tapi, kami menyiapkan yang dibutuhkan hanya 1 ton dan 5 ton karena pulau yang disinggahi kapal Pelni keci-kecil," katanya.
Yossianis Marciano menyampaikan bahwa setiap tiga bulan pihaknya melakukan evaluasi terhadap prorotipe reefer container buatan INKA. Hal itu penting untuk dapat mengembangkan produk tersebut di masa depan. "Kemarin kita sudah uji coba ke Natuna dan sudah berjalan, tapi memang produktivitasnya akan kita tingkatkan. Sekarang kita tes lagi untuk wilayah Indonesia timur ternyata produktivitasnya juga semakin meningkat," jelasnya.
Pihaknya ke depan akan banyak menggali inovasi selain yang dilakukan oleh INKA. Ia beranggapan bahwa banyak sekali inovasi yang dapat dilakukan INKA selain bisnis intinya terkait produksi kereta api. Sedangkan, Agung Sedaju menjelaskan pengembangan reefer container telah memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang mencapai 60 persen. Hal itu lebih besar dari target minimal TKDN 40 persen.
"Kami juga membuat prototipe yang dioperasikan Pelni selama 3 - 4 bulan ini. Pada saat awal, kami memang bekerja sama dengan Universitas Brawijaya untuk melihat kebutuhan nelayan seperti apa. Tetapi, setelah operasi, kami akan mengajak ITS untuk memenuhi kebutuhan Pelni, apa yang menjadi kendala uji coba selama tiga bulan ini. Keunggulannya, TKDN sudah bisa mencapai 60 persen," kata dia.
Keunggulan lain adalah kontainer produknya yang tidak mass production seperti yang saat ini masih diimpor. Sehingga kebutuhan Pelni dipenuhi dengan kontainer tersebut. "Kontainer standar saat ini 20 ft hingga 40 ft. Tapi, kami menyiapkan yang dibutuhkan hanya 1 ton dan 5 ton karena pulau yang disinggahi kapal Pelni keci-kecil," katanya.
Yossianis Marciano menyampaikan bahwa setiap tiga bulan pihaknya melakukan evaluasi terhadap prorotipe reefer container buatan INKA. Hal itu penting untuk dapat mengembangkan produk tersebut di masa depan. "Kemarin kita sudah uji coba ke Natuna dan sudah berjalan, tapi memang produktivitasnya akan kita tingkatkan. Sekarang kita tes lagi untuk wilayah Indonesia timur ternyata produktivitasnya juga semakin meningkat," jelasnya.
(nng)
tulis komentar anda