Indonesia Berpotensi Jadi Pusat Industri Panas Bumi Skala Global
Senin, 15 Agustus 2022 - 14:43 WIB
Dalam RUPTL pengembangan panas bumi diharapkan mampu mencapai 5444,5 MW pada tahun 2030 dengan rincian kapasitas terpasang PLN 1.077,5 MW dan IPP sebesar 4.367 MW.
Dalam 10 tahun ke depan, PGE menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang energi bersih yang bersumber dari panas bumi hingga dua kali lipat lebih dari yang saat ini dioperasikan sendiri oleh PGE. Pada 2030, PGE menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang yang dikelola langsung PGE menjadi 1.540 MW.
"Ini artinya di tahun 2030 PGE berpotensi untuk bisa memberikan kontribusi potensi pengurangan emisi sebesar 9 juta ton CO2 per tahun, dan menargetkan menjadi tiga besar perusahaan produsen panas bumi di dunia," kata Yuniarto.
Sementara itu, Vice President Geothermal PT PLN (Persero) Hendra Yu Tonsa Tondang mengungkapkan masalah krusial dalam pengembangan panas bumi adalah adanya gap tarif listrik dan keeknomian proyek. Hal itu sangat menentukan untuk kelangsungan panasbumi.
Menurut dia ada beberapa instrumen untuk mengisi atau menutup gap tersebut, antara lain penerapan carbon tax, menurunkan biaya pokok produksi listrik di Indonesia Timur, insentif belanja modal, government drilling, green/clean energy fund dan penerapan teknologi yang tepat sehingga bisa meningkat success ratio proyek. "Kita tahu sekarang pemerintah sedang melakukan eksplorasi program, goverment drilling," kata Hendra.
Dia mengatakan tarif listrik EBT sampai sekarang masih tinggi ketimbang fosil. Untuk itu campur tangan pemerintah masih sangat dibutuhkan untuk mendorong pemanfaatan EBT secara maksimal. "Kita membutuhkan kebijakan dari pemerintah, khususnya tarif. Ketika tarif lebih tinggi dari BPP akan meningkatkan subsidi juga kan," tegas dia.
Dalam 10 tahun ke depan, PGE menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang energi bersih yang bersumber dari panas bumi hingga dua kali lipat lebih dari yang saat ini dioperasikan sendiri oleh PGE. Pada 2030, PGE menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang yang dikelola langsung PGE menjadi 1.540 MW.
"Ini artinya di tahun 2030 PGE berpotensi untuk bisa memberikan kontribusi potensi pengurangan emisi sebesar 9 juta ton CO2 per tahun, dan menargetkan menjadi tiga besar perusahaan produsen panas bumi di dunia," kata Yuniarto.
Sementara itu, Vice President Geothermal PT PLN (Persero) Hendra Yu Tonsa Tondang mengungkapkan masalah krusial dalam pengembangan panas bumi adalah adanya gap tarif listrik dan keeknomian proyek. Hal itu sangat menentukan untuk kelangsungan panasbumi.
Menurut dia ada beberapa instrumen untuk mengisi atau menutup gap tersebut, antara lain penerapan carbon tax, menurunkan biaya pokok produksi listrik di Indonesia Timur, insentif belanja modal, government drilling, green/clean energy fund dan penerapan teknologi yang tepat sehingga bisa meningkat success ratio proyek. "Kita tahu sekarang pemerintah sedang melakukan eksplorasi program, goverment drilling," kata Hendra.
Dia mengatakan tarif listrik EBT sampai sekarang masih tinggi ketimbang fosil. Untuk itu campur tangan pemerintah masih sangat dibutuhkan untuk mendorong pemanfaatan EBT secara maksimal. "Kita membutuhkan kebijakan dari pemerintah, khususnya tarif. Ketika tarif lebih tinggi dari BPP akan meningkatkan subsidi juga kan," tegas dia.
(nng)
tulis komentar anda