Subsidi BBM Tekan APBN, Alihkan ke Sektor Produktif
Jum'at, 02 September 2022 - 19:30 WIB
JAKARTA - Ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global memberikan pilihan terbatas bagi Indonesia dalam pengelolaan fiskal. Penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi menjadi pilihan tepat dengan catatan tidak membahayakan ekonomi.
"Sudah saatnya kita melihat bahwa ada prioritas lain. Kalau misalkan kita fokuskan ke subsidi energi, ini kita tidak tahu sampai kapan anggaran kita bisa tahan terhadap potensi kenaikan harga (minyak)," ujar Direktur Executive Next Policy Fithra Faisal dalam diskusi bertajuk Penyesuaian Harga BBM dan Pengalihan Subsidi ke Sasaran yang Lebih Tepat dan Langsung ke Penerima yang digelar oleh HMI Badko Jabodetabek & Banten di Jakarta, Jumat (2/9/2022).
Menurut dia proyeksi harga minyak dunia sampai akhir tahun bisa sampai USD150 per barel karena memang ada potensi geopolitik yang belum reda. Selain itu terjadi tren peningkatan demand jelang musim dingin karena biasanya permintaan energi meningkat.
"Sudah saatnya Indonesia mengurangi subsidi BBM dan mengalihkannya ke prioritas lain yang lebih memenuhi kebutuhan penting masyarakat," ujar dia.
Lebih lanjut, Fithra mengatakan, tanpa langkah konkret mengurangi defisit anggaran sejak saat ini APBN tahun depan akan kembali defisit melebihi batas yang diperbolehkan.
"Daripada membengkak terus, konsekuensinya anggaran tahun depan, 2023, mungkin target defisit tidak tercapai lagi tuh, yang seharusnya di bawah tiga persen, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020," ujarnya.
Oleh karena itu, pilihan paling rasional bagi Indonesia saat ini adalah mengurangi besaran subsidi dengan menaikkan harga BBM jenis Pertalite, Pertamax dan Solar; serta mengalihkan potensi anggaran untuk membantu kelompok masyarakat yang memang membutuhkan.
"Selama ini yang menikmati subsidi energi 80 persen kan orang yang mampu. Hanya 20 persen saja yang digunakan oleh orang yang benar-benar membutuhkan," tambahnya.
"Sudah saatnya kita melihat bahwa ada prioritas lain. Kalau misalkan kita fokuskan ke subsidi energi, ini kita tidak tahu sampai kapan anggaran kita bisa tahan terhadap potensi kenaikan harga (minyak)," ujar Direktur Executive Next Policy Fithra Faisal dalam diskusi bertajuk Penyesuaian Harga BBM dan Pengalihan Subsidi ke Sasaran yang Lebih Tepat dan Langsung ke Penerima yang digelar oleh HMI Badko Jabodetabek & Banten di Jakarta, Jumat (2/9/2022).
Menurut dia proyeksi harga minyak dunia sampai akhir tahun bisa sampai USD150 per barel karena memang ada potensi geopolitik yang belum reda. Selain itu terjadi tren peningkatan demand jelang musim dingin karena biasanya permintaan energi meningkat.
"Sudah saatnya Indonesia mengurangi subsidi BBM dan mengalihkannya ke prioritas lain yang lebih memenuhi kebutuhan penting masyarakat," ujar dia.
Lebih lanjut, Fithra mengatakan, tanpa langkah konkret mengurangi defisit anggaran sejak saat ini APBN tahun depan akan kembali defisit melebihi batas yang diperbolehkan.
"Daripada membengkak terus, konsekuensinya anggaran tahun depan, 2023, mungkin target defisit tidak tercapai lagi tuh, yang seharusnya di bawah tiga persen, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020," ujarnya.
Oleh karena itu, pilihan paling rasional bagi Indonesia saat ini adalah mengurangi besaran subsidi dengan menaikkan harga BBM jenis Pertalite, Pertamax dan Solar; serta mengalihkan potensi anggaran untuk membantu kelompok masyarakat yang memang membutuhkan.
"Selama ini yang menikmati subsidi energi 80 persen kan orang yang mampu. Hanya 20 persen saja yang digunakan oleh orang yang benar-benar membutuhkan," tambahnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda