Terbebani Suku Bunga dan Permintaan dari China, Harga Minyak Mentah Anjlok
Senin, 12 September 2022 - 11:02 WIB
JAKARTA - Harga minyak mentah atau crude oil merosot pada perdagangan hari ini. Penurunan ini lantaran terbebani prospek kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, serta pembatasan mobilitas di China yang membayangi permintaan global.
Data perdagangan hingga pukul 09:43 WIB menunjukkan harga minyak mentah berjangka Brent kontrak November turun 1,35%, menjadi USD91,59 per barel, setelah melonjak 4,1% lebih tinggi pada Jumat lalu.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Oktober tertekan 1,44%, menjadi USD85,51 per barel, setelah mengalami penguatan 3,9% di sesi sebelumnya.
Kedua benchmark minyak ini sempat naik pada pekan lalu yang didorong sentimen pengurangan pasokan oleh organisasi negara pengekspor minyak bumi atau OPEC dan sekutunya.
Namun, kenaikan berlangsung terbatas akibat penurunan permintaan dari China, sebagai konsumen minyak terbesar dunia, yang masih berjuang mengatasi penyebaran Covid-19 sampai saat ini.
Kontraksi demand dari China pada tahun ini merupakan pertama kalinya dalam dua dekade, karena Beijing bersikukuh terhadap kebijakan nol-Covidnya, sehingga membuat warga Negeri Tirai Bambu harus tetap berada di rumahnya meskipun saat hari libur. Tentunya hal ini berimbas pada permintaan bahan bakar.
"Kekhawatiran permintaan berpusat pada dampak kenaikan suku bunga untuk memerangi inflasi dan kebijakan nol Covid China," tulis analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar dalam sebuah catatan, dilansir Reuters, Senin (12/9/2022).
Data perdagangan hingga pukul 09:43 WIB menunjukkan harga minyak mentah berjangka Brent kontrak November turun 1,35%, menjadi USD91,59 per barel, setelah melonjak 4,1% lebih tinggi pada Jumat lalu.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Oktober tertekan 1,44%, menjadi USD85,51 per barel, setelah mengalami penguatan 3,9% di sesi sebelumnya.
Kedua benchmark minyak ini sempat naik pada pekan lalu yang didorong sentimen pengurangan pasokan oleh organisasi negara pengekspor minyak bumi atau OPEC dan sekutunya.
Namun, kenaikan berlangsung terbatas akibat penurunan permintaan dari China, sebagai konsumen minyak terbesar dunia, yang masih berjuang mengatasi penyebaran Covid-19 sampai saat ini.
Kontraksi demand dari China pada tahun ini merupakan pertama kalinya dalam dua dekade, karena Beijing bersikukuh terhadap kebijakan nol-Covidnya, sehingga membuat warga Negeri Tirai Bambu harus tetap berada di rumahnya meskipun saat hari libur. Tentunya hal ini berimbas pada permintaan bahan bakar.
"Kekhawatiran permintaan berpusat pada dampak kenaikan suku bunga untuk memerangi inflasi dan kebijakan nol Covid China," tulis analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar dalam sebuah catatan, dilansir Reuters, Senin (12/9/2022).
tulis komentar anda