APHI-IFCC Lakukan Kerjasama Sertifikasi untuk Pengelolaan Hutan Lestari
Rabu, 14 September 2022 - 20:02 WIB
“Dalam konteks ini unit management perlu kesiapan untuk menghadapi kedua skema tersebut, selain itu juga mengakibatkan double biaya yang terkait dengan sertifikasi. Ini menjadi beban biaya bagi unit management yang disertifikasi” imbuhnya.
Adanya tuntutan pasar global bahwa setiap produk yang dihasilkan oleh produsen mempunyai bukti sertifikat legal. Di pasar Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Kanada dan Jepang membutuhkan sertifikasi lestari yang bebas deforestasi dan degradasi.
Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo menyatakan bahwa perluasan kerjasama parapihak untuk meningkatkan pencapaian sertifikasi pengelolaan hutan di Indonesia menjadi prioritas APHI ke depan. “Sertifikasi merupakan tolok ukur dalam pengelolaan hutan lestari, untuk itu APHI akan terus berupaya melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga dan skema sertifikasi yang ada untuk mendukung tata kelola yang baik dan perluasan pasar termasuk dengan IFCC/PEFC,” imbuhnya.
Perluasan pasar ekspor produk hasil hutan Indonesia di pasar global akan semakin menghadapi tantangan, utamanya isu-isu tentang sosial dan lingkungan, transparansi, kesehatan dan keselamatan kerja serta Hak Asasi Manusia (HAM).
(Baca juga:Petani Hutan Butuh Pendampingan, KLHK Ungkap Tantangannya)
“Penanganan isu-isu ini sangat mempengaruhi preferensi konsumen. Oleh karenanya, sertifikasi hutan menjadi instrumen penting dan sangat relevan untuk menjawab tantangan tersebut,” ungkapnya.
APHI menyampaikan apresiasi dan menyambut baik dengan resminya Komite Akreditasi Nasional (KAN) mengoperasikan akreditasi IFCC sebagai skema sertifikasi kehutanan voluntary pada bulan Juni 2022.
“IFCC merupakan skema sertifikasi kehutanan voluntary pertama yang diakreditasi oleh KAN, sehingga ke depan akan makin memperkuat sinergi antara sertifikasi mandatory dan sertifikasi voluntary di Indonesia,” ungkap Indroyono.
Selain kegiatan pembinaan menuju Pengelolaan Hutan Lestari yang selama ini dilaksanakan, diharapkan IFCC juga mendukung upaya APHI untuk menyiapkan anggota APHI terkait peningkatan kapasitas SDM Anggota serta penanganan berbagai persoalan yang dihadapi PBPH.
APHI menaruh harapan besar melalui Kerjasama dengan IFCC. “Kami berharap, semoga penandatanganan Nota Kesepahaman APHI-IFCC ini menjadi langkah awal untuk menempatkan sertifikasi pengelolaan hutan lestari sebagai instumen untuk perbaikan tata kelola hutan di tingkat PBPH dan meningkatkan daya saing” ujar Indroyono.
Adanya tuntutan pasar global bahwa setiap produk yang dihasilkan oleh produsen mempunyai bukti sertifikat legal. Di pasar Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Kanada dan Jepang membutuhkan sertifikasi lestari yang bebas deforestasi dan degradasi.
Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo menyatakan bahwa perluasan kerjasama parapihak untuk meningkatkan pencapaian sertifikasi pengelolaan hutan di Indonesia menjadi prioritas APHI ke depan. “Sertifikasi merupakan tolok ukur dalam pengelolaan hutan lestari, untuk itu APHI akan terus berupaya melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga dan skema sertifikasi yang ada untuk mendukung tata kelola yang baik dan perluasan pasar termasuk dengan IFCC/PEFC,” imbuhnya.
Perluasan pasar ekspor produk hasil hutan Indonesia di pasar global akan semakin menghadapi tantangan, utamanya isu-isu tentang sosial dan lingkungan, transparansi, kesehatan dan keselamatan kerja serta Hak Asasi Manusia (HAM).
(Baca juga:Petani Hutan Butuh Pendampingan, KLHK Ungkap Tantangannya)
“Penanganan isu-isu ini sangat mempengaruhi preferensi konsumen. Oleh karenanya, sertifikasi hutan menjadi instrumen penting dan sangat relevan untuk menjawab tantangan tersebut,” ungkapnya.
APHI menyampaikan apresiasi dan menyambut baik dengan resminya Komite Akreditasi Nasional (KAN) mengoperasikan akreditasi IFCC sebagai skema sertifikasi kehutanan voluntary pada bulan Juni 2022.
“IFCC merupakan skema sertifikasi kehutanan voluntary pertama yang diakreditasi oleh KAN, sehingga ke depan akan makin memperkuat sinergi antara sertifikasi mandatory dan sertifikasi voluntary di Indonesia,” ungkap Indroyono.
Selain kegiatan pembinaan menuju Pengelolaan Hutan Lestari yang selama ini dilaksanakan, diharapkan IFCC juga mendukung upaya APHI untuk menyiapkan anggota APHI terkait peningkatan kapasitas SDM Anggota serta penanganan berbagai persoalan yang dihadapi PBPH.
APHI menaruh harapan besar melalui Kerjasama dengan IFCC. “Kami berharap, semoga penandatanganan Nota Kesepahaman APHI-IFCC ini menjadi langkah awal untuk menempatkan sertifikasi pengelolaan hutan lestari sebagai instumen untuk perbaikan tata kelola hutan di tingkat PBPH dan meningkatkan daya saing” ujar Indroyono.
tulis komentar anda