Ombudsman Sebut Penahanan 1,4 Juta Kg Produk Impor Hortikultura Tidak Tepat
Senin, 26 September 2022 - 14:39 WIB
JAKARTA - Ombudsman RI menilai penahanan produk impor hortikultura oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan) dengan alasan tidak memiliki rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) di Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), dan Belawan (Medan) merupakan langkah yang tidak tepat.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyampaikan, para pelaku usaha impor yang barangnya ditahan adalah mereka yang sudah memiliki surat persetujuan impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan. Pelapor merupakan pelaku usaha yang mengimpor produk hortikultura seperti jeruk mandarin, lemon, anggur, cabai kering, dan lengkeng.
"Jadi barang itu bukan barang ilegal dan permentan berlaku sejak 18 mei. Kami lihat penahanan kemarin itu adalah tidak tepat," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (26/9/2022).
Yeka menambahkan tidak tepatnya penahanan tersebut juga diperkuat oleh pendapat hukum dari Kementerian Hukum dan HAM yang menegaskan tindakan penahanan oleh Barantan adalah tidak tepat dilakukan terhadap produk hortikultura dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia yang sudah mempunyai SIP sebelum tanggal 18 Mei 2022.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (RI) pada 9 September 2022 menerima laporan masyarakat atas adanya dugaan mal administrasi terkait kebijakan impor hortikultura yang menyebabkan tertahannya 1,4 juta kilogram (kg) produk impor milik beberapa importir. Penahanan ini dilakukan oleh Barantan dengan alasan tidak adanya dokumen RIPH.
Sejak terjadinya penahanan produk tersebut, Yeka mengungkapkan hingga Rabu (14/9/2022), jumlah potensi kerugian importir mencapai Rp3,2 miliar dengan rincian untuk biaya penumpukan dan listrik sekitar Rp2,4 miliar dan biaya demurrage atau batas waktu pemakaian peti kemas di dalam pelabuhan Rp777 juta.
Baca Juga
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyampaikan, para pelaku usaha impor yang barangnya ditahan adalah mereka yang sudah memiliki surat persetujuan impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan. Pelapor merupakan pelaku usaha yang mengimpor produk hortikultura seperti jeruk mandarin, lemon, anggur, cabai kering, dan lengkeng.
"Jadi barang itu bukan barang ilegal dan permentan berlaku sejak 18 mei. Kami lihat penahanan kemarin itu adalah tidak tepat," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (26/9/2022).
Yeka menambahkan tidak tepatnya penahanan tersebut juga diperkuat oleh pendapat hukum dari Kementerian Hukum dan HAM yang menegaskan tindakan penahanan oleh Barantan adalah tidak tepat dilakukan terhadap produk hortikultura dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia yang sudah mempunyai SIP sebelum tanggal 18 Mei 2022.
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (RI) pada 9 September 2022 menerima laporan masyarakat atas adanya dugaan mal administrasi terkait kebijakan impor hortikultura yang menyebabkan tertahannya 1,4 juta kilogram (kg) produk impor milik beberapa importir. Penahanan ini dilakukan oleh Barantan dengan alasan tidak adanya dokumen RIPH.
Sejak terjadinya penahanan produk tersebut, Yeka mengungkapkan hingga Rabu (14/9/2022), jumlah potensi kerugian importir mencapai Rp3,2 miliar dengan rincian untuk biaya penumpukan dan listrik sekitar Rp2,4 miliar dan biaya demurrage atau batas waktu pemakaian peti kemas di dalam pelabuhan Rp777 juta.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda