IMF Kembali Beri Tanda Bahaya, Prospek Ekonomi Global Semakin Suram
Senin, 14 November 2022 - 14:25 WIB
WASHINGTON - Dana Moneter Internasional (IMF) melaporkan prospek ekonomi global lebih suram dari yang diproyeksikan sebelumnya. Tidak menutup kemungkinan adanya peningkatan risiko di masa mendatang.
Sejumlah indikator menjadi penyebab, di antaranya pengetatan kebijakan moneter yang dipicu inflasi yang terus-menerus tinggi dan berbasis luas, momentum pertumbuhan yang lemah di China, dan gangguan pasokan yang sedang berlangsung dan kerawanan pangan yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Baca Juga: Resesi Panjang Membayangi, Bank Sentral Inggris Kerek Suku Bunga Terbesar sejak 1989
IMF bulan lalu memangkas perkiraan pertumbuhan global untuk 2023 menjadi 2,7% dari perkiraan sebelumnya 2,9%. Sebelum pertemuan puncak pemimpin G20 di Indonesia, IMF mengkonfirmasi bahwa prospeknya lebih suram khususnya di Eropa. Berdasarkan indeks manajer konsumen baru-baru ini yang mengukur aktifitas manufaktur dan jasa melemah di sebagian besar negara-negara G20, dengan aktivitas ekonomi akan berkontraksi sementara inflasi tetap tinggi.
"Pangsa pasar negara G20 yang sebelumnya meningkat telah turun dari wilayah ekspansif awal tahun ini ke level yang menandakan kontraksi. Fragmentasi global menambah risiko terjadinya penurunan," kata IMF dilansir Reuters, Senin (14/11/2022). "Tantangan yang dihadapi ekonomi global sangat besar dan indikator ekonomi yang melemah menunjukkan tantangan lebih lanjut ke depan," jelas IMF.
IMF menambahkan situasi saat ini luar biasa tidak terkendali. Krisis energi yang memburuk di Eropa sangat merugikan pertumbuhan dan meningkatkan inflasi, sementara inflasi tinggi yang berkepanjangan dapat mendorong kenaikan suku bunga kebijakan yang lebih besar dari yang diantisipasi dan pengetatan kondisi keuangan global lebih lanjut.
Tak hanya itu, peristiwa cuaca yang semakin parah juga akan merusak pertumbuhan di seluruh dunia. "Hal itu pada gilirannya menimbulkan peningkatan risiko krisis utang negara untuk ekonomi yang rentan," kata IMF.
Sejumlah indikator menjadi penyebab, di antaranya pengetatan kebijakan moneter yang dipicu inflasi yang terus-menerus tinggi dan berbasis luas, momentum pertumbuhan yang lemah di China, dan gangguan pasokan yang sedang berlangsung dan kerawanan pangan yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Baca Juga: Resesi Panjang Membayangi, Bank Sentral Inggris Kerek Suku Bunga Terbesar sejak 1989
IMF bulan lalu memangkas perkiraan pertumbuhan global untuk 2023 menjadi 2,7% dari perkiraan sebelumnya 2,9%. Sebelum pertemuan puncak pemimpin G20 di Indonesia, IMF mengkonfirmasi bahwa prospeknya lebih suram khususnya di Eropa. Berdasarkan indeks manajer konsumen baru-baru ini yang mengukur aktifitas manufaktur dan jasa melemah di sebagian besar negara-negara G20, dengan aktivitas ekonomi akan berkontraksi sementara inflasi tetap tinggi.
"Pangsa pasar negara G20 yang sebelumnya meningkat telah turun dari wilayah ekspansif awal tahun ini ke level yang menandakan kontraksi. Fragmentasi global menambah risiko terjadinya penurunan," kata IMF dilansir Reuters, Senin (14/11/2022). "Tantangan yang dihadapi ekonomi global sangat besar dan indikator ekonomi yang melemah menunjukkan tantangan lebih lanjut ke depan," jelas IMF.
IMF menambahkan situasi saat ini luar biasa tidak terkendali. Krisis energi yang memburuk di Eropa sangat merugikan pertumbuhan dan meningkatkan inflasi, sementara inflasi tinggi yang berkepanjangan dapat mendorong kenaikan suku bunga kebijakan yang lebih besar dari yang diantisipasi dan pengetatan kondisi keuangan global lebih lanjut.
Tak hanya itu, peristiwa cuaca yang semakin parah juga akan merusak pertumbuhan di seluruh dunia. "Hal itu pada gilirannya menimbulkan peningkatan risiko krisis utang negara untuk ekonomi yang rentan," kata IMF.
(nng)
tulis komentar anda