Petani Sawit Geram KPPU Lamban Tangani Dugaan Praktik Monopoli Wilmar Grup
Selasa, 15 November 2022 - 14:48 WIB
SPKS mendata, total pungutan ekspor CPO pada periode tahun 2019-2021 mencapai angka Rp70,99 triliun. Dalam periode tersebut, dana subsidi yang disalurkan kepada grup perusahaan sawit yang terintegrasi dengan BU BBN jenis biodiesel sebesar Rp68 triliun.
Disampaikan Darto, Wilmar menjadi grup yang paling diuntungkan dari subsidi biodiesel dengan penerimaan hampir tiga kali lipat dari jumlah pungutan ekspor yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS).
Dalam catatan SPKS dengan selisih antara pungutan ekspor dan subsidi biodiesel, Wilmar memperoleh surplus sebesar Rp14,8 triliun. Namun dari keuntungan ini, tidak ada program-program inovatif yang dilakukan perusahaan seperti Wilmar untuk petani sawit di lapangan, justru banyak petani sawit sekitarnya menjual ke tengkulak.
“Tidak memperkuat SDM petani dan nihil mengembangkan ISPO-RSPO untuk petani sawit. Sementara klaim perusahaan ini selalu dengan jargon sustainability. Ini kan praktik greenwashing,” tegas Darto.
"Tidak hanya itu,keuntungan perusahaan makin berlipat ganda, ketika terjadi penghentian ekspor kelapa sawit beberapa waktu lalu, semua perusahaan membeli murah TBS (tandan buah segar) sawit petani, tetapi kemudian mereka menjual dengan harga yang tinggi saat ini. Ini namanya industri untung petani buntung," tambahnya.
Hal yang lebih ironis, diungkap Darto, surplus yang diterima oleh perusahaan sawit besar seperti Wilmar, tidak sebanding dengan alokasi dana sawit untuk kebutuhan dasar petani sawit. Dalam periode tahun 2015-2019, realisasi untuk program peremajaan sawit rakyat atau PSR hanya sebesar Rp2,7 triliun, pengembangan SDM sebesar Rp140,6 miliar, dan pengadaan sarana- prasarana sebesar Rp1,73 miliar.
“Jika ketiganya digabungkan, totalnya bahkan tidak mencapai 10% dari total dana Rp47,28 triliun yang dihimpun BPDPKS dalam periode tersebut," ucap Darto.
Ia mengatakan bahwa kebijakan pungutan ekspor CPO maupun tax atau bea keluar jelas menekan harga TBS yang diterima petani sawit, atau dengan kata lain, sumber pungutan bukan saja dari perusahaan sawit tetapi juga dari 41,35% (Data BPS 2019) perkebunan yang dikelola oleh rakyat.
Sayangnya, dana ini bukannya dikembalikan kepada petani, melainkan untuk subsidi industri biodiesel. Ini menandakan alarm serius bahwa kebijakan dana sawit tidak berpihak terhadap petani sawit.
Disampaikan Darto, Wilmar menjadi grup yang paling diuntungkan dari subsidi biodiesel dengan penerimaan hampir tiga kali lipat dari jumlah pungutan ekspor yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS).
Dalam catatan SPKS dengan selisih antara pungutan ekspor dan subsidi biodiesel, Wilmar memperoleh surplus sebesar Rp14,8 triliun. Namun dari keuntungan ini, tidak ada program-program inovatif yang dilakukan perusahaan seperti Wilmar untuk petani sawit di lapangan, justru banyak petani sawit sekitarnya menjual ke tengkulak.
“Tidak memperkuat SDM petani dan nihil mengembangkan ISPO-RSPO untuk petani sawit. Sementara klaim perusahaan ini selalu dengan jargon sustainability. Ini kan praktik greenwashing,” tegas Darto.
"Tidak hanya itu,keuntungan perusahaan makin berlipat ganda, ketika terjadi penghentian ekspor kelapa sawit beberapa waktu lalu, semua perusahaan membeli murah TBS (tandan buah segar) sawit petani, tetapi kemudian mereka menjual dengan harga yang tinggi saat ini. Ini namanya industri untung petani buntung," tambahnya.
Hal yang lebih ironis, diungkap Darto, surplus yang diterima oleh perusahaan sawit besar seperti Wilmar, tidak sebanding dengan alokasi dana sawit untuk kebutuhan dasar petani sawit. Dalam periode tahun 2015-2019, realisasi untuk program peremajaan sawit rakyat atau PSR hanya sebesar Rp2,7 triliun, pengembangan SDM sebesar Rp140,6 miliar, dan pengadaan sarana- prasarana sebesar Rp1,73 miliar.
“Jika ketiganya digabungkan, totalnya bahkan tidak mencapai 10% dari total dana Rp47,28 triliun yang dihimpun BPDPKS dalam periode tersebut," ucap Darto.
Ia mengatakan bahwa kebijakan pungutan ekspor CPO maupun tax atau bea keluar jelas menekan harga TBS yang diterima petani sawit, atau dengan kata lain, sumber pungutan bukan saja dari perusahaan sawit tetapi juga dari 41,35% (Data BPS 2019) perkebunan yang dikelola oleh rakyat.
Sayangnya, dana ini bukannya dikembalikan kepada petani, melainkan untuk subsidi industri biodiesel. Ini menandakan alarm serius bahwa kebijakan dana sawit tidak berpihak terhadap petani sawit.
tulis komentar anda