Usulan Hapus Aturan Multimodal Transport Dinilai Tidak Tepat
Kamis, 09 Juli 2020 - 07:25 WIB
JAKARTA - Masukan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi V DPR-RI terkait Penyusunan Rancangan Undang Undang atau RUU Revisi UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), mendapat respon dari Perkumpulan Perusahaan Multimodal Transport Indonesia (PPMTI) atau yang dikenal juga sebagai Indonesia Multimodal Transport Association (IMTA).
Menurut Ketua IMTA Siti Ariyanti, usulan masukan dari asosiasi tersebut, berkaitan dengan UU 22 Tahun 2009 tentang LLAJ khususnya Pasal 165 tentang pengaturan angkutan multimoda yang mengatakan perlu dihapus, sangatlah tidak tepat dan keliru.
( )
Siti menerangkan, Angkutan multimoda (Multimodal Transport) berdasarkan PP8 tahun 2011 adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit dua moda transportasi yang berbeda, atas dasar satu kontrak yang menggunakan dokumen angkutan multimoda dari satu tempat barang diterima oleh badan usaha angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penerimaan barang tersebut.
“Angkutan multimoda merupakan komponen penting dari sistem logistik, karena angkutan barang dalam aktivitas logistik pada umumnya menggunakan lebih dari satu moda transportasi,” jelas Siti Ariyanti.
“Penghapusan ketentuan multimoda karena ketakutan dan keterbatasan pemahaman merupakan setback atau langkah mundur industri logistik nasional dalam menghadapi persaingan global, dimana kekuatan modal, kompetensi, jejaring dan teknologi menjadi kuncinya,” sambung Siti Ariyanti.
Sambung Wakil Ketua IMTA, David Rahadian mengatakan, angkutan multimoda telah diatur dalam United Nations Convention On International Multimodal Transport of Goods (Tahun 1980) dan dalam ASEAN Framework Agreement On Multimodal Transport (AFAMT) (November, Tahun 2005). Peran angkutan multimoda semakin penting dengan adanya agenda integrasi sistem logistik ASEAN menuju kepada perwujudan pasar tunggal ASEAN.
Integrasi sistem logistik ASEAN dan ASEAN Framework Agreement On Multimodal Transport menyiratkan adanya liberalisasi di bidang jasa angkutan multimoda di kawasan ASEAN.
Menurut Ketua IMTA Siti Ariyanti, usulan masukan dari asosiasi tersebut, berkaitan dengan UU 22 Tahun 2009 tentang LLAJ khususnya Pasal 165 tentang pengaturan angkutan multimoda yang mengatakan perlu dihapus, sangatlah tidak tepat dan keliru.
( )
Siti menerangkan, Angkutan multimoda (Multimodal Transport) berdasarkan PP8 tahun 2011 adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit dua moda transportasi yang berbeda, atas dasar satu kontrak yang menggunakan dokumen angkutan multimoda dari satu tempat barang diterima oleh badan usaha angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penerimaan barang tersebut.
“Angkutan multimoda merupakan komponen penting dari sistem logistik, karena angkutan barang dalam aktivitas logistik pada umumnya menggunakan lebih dari satu moda transportasi,” jelas Siti Ariyanti.
“Penghapusan ketentuan multimoda karena ketakutan dan keterbatasan pemahaman merupakan setback atau langkah mundur industri logistik nasional dalam menghadapi persaingan global, dimana kekuatan modal, kompetensi, jejaring dan teknologi menjadi kuncinya,” sambung Siti Ariyanti.
Sambung Wakil Ketua IMTA, David Rahadian mengatakan, angkutan multimoda telah diatur dalam United Nations Convention On International Multimodal Transport of Goods (Tahun 1980) dan dalam ASEAN Framework Agreement On Multimodal Transport (AFAMT) (November, Tahun 2005). Peran angkutan multimoda semakin penting dengan adanya agenda integrasi sistem logistik ASEAN menuju kepada perwujudan pasar tunggal ASEAN.
Integrasi sistem logistik ASEAN dan ASEAN Framework Agreement On Multimodal Transport menyiratkan adanya liberalisasi di bidang jasa angkutan multimoda di kawasan ASEAN.
Lihat Juga :
tulis komentar anda