Mengupas 3 Strategi Rusia untuk Melemahkan Dolar AS
Minggu, 18 Desember 2022 - 10:59 WIB
Rubel memulihkan beberapa kerugian pekan sebelumnya di tengah aset Rusia dibayangi tekanan dari pelemahan harga minyak dan ketidakpastian terkait dampak pembatasan harga minyak Rusia.
Namun kembali pada Kamis 15 Desember kemarin, Rubel Rusia mencapai level terlemahnya terhadap dolar AS dalam lebih dari lima bulan sebelum memangkas kerugian karena batas harga Barat pada ekspor minyak Rusia meningkatkan tekanan pada penjualan.
Rubel turun menjadi 64,95 terhadap dolar AS pada awal perdagangan di Moskow untuk menjadi yang terendah sejak 6 Juli. Kemudian menutup perdangan dengan penurunan 0,8% untuk sesi hari itu di RUB 64,53 per USD.
Analis Bank of Russia mengatakan, minggu ini ekonomi negara dan keuangan pemerintah menghadapi tekanan dari embargo Uni Eropa atas ekspor minyak Rusia. Ditambah pemberlakuan batas harga 60 dolar AS per barel yang diberlakukan oleh G7, Uni Eropa dan Australia.
Pengamat juga menerangkan, Rubel bisa terus menguat jika Rusia bisa menemukan jalan keluar dari konflik Ukraina, tetapi sebaliknya akan jeblok jika perang terus berlarut-larut.
Sementara itu Presiden Rusia Vladimir Putin sempat mengklaim mata uang dolar Amerika Serikat, Euro, hingga Pound Sterling Inggris tidak akan laku lagi dalam perdagangan internasional. Menurutnya dolar AS dan beberapa lainnya akan kehilangan kredibilitasnya sebagai alat tukar transaksi di perdagangan internasional.
Putin dalam Forum Ekonomi Negara-negara Timur di Vladivostok menambahkan, negara-negara barat telah merusak fondasi sistem ekonomi global. Ada kehilangan kepercayaan pada dolar (AS), Euro, dan Pound Sterling sebagai mata uang untuk melakukan transaksi.
Sambung Putin juga menekankan, sejumlah negara mulai beralih ke mata uang lain, terutama Yuan China. "Selangkah demi selangkah kami menjauh dari penggunaan mata uang yang tidak dapat diandalkan dan dikompromikan ini," ujar Putin seperti dikutip dari Russia Today.
"Omong-omong berdasarkan statistik, bahkan sekutu-sekutu AS secara bertahap mulai mengurangi tabungan dan pembayaran mereka dalam dolar," terang Putin.
Putin juga mencatat bahwa Gazprom dan mitra dagang dari China setuju untuk membayar gas dalam mata uang Rubel dan Yuan dalam porsi 50-50. Sebelumnya, China dan Rusia disebut Putin berkomitmen untuk lebih sering menggunakan mata uang nasional sendiri.
Namun kembali pada Kamis 15 Desember kemarin, Rubel Rusia mencapai level terlemahnya terhadap dolar AS dalam lebih dari lima bulan sebelum memangkas kerugian karena batas harga Barat pada ekspor minyak Rusia meningkatkan tekanan pada penjualan.
Rubel turun menjadi 64,95 terhadap dolar AS pada awal perdagangan di Moskow untuk menjadi yang terendah sejak 6 Juli. Kemudian menutup perdangan dengan penurunan 0,8% untuk sesi hari itu di RUB 64,53 per USD.
Analis Bank of Russia mengatakan, minggu ini ekonomi negara dan keuangan pemerintah menghadapi tekanan dari embargo Uni Eropa atas ekspor minyak Rusia. Ditambah pemberlakuan batas harga 60 dolar AS per barel yang diberlakukan oleh G7, Uni Eropa dan Australia.
Pengamat juga menerangkan, Rubel bisa terus menguat jika Rusia bisa menemukan jalan keluar dari konflik Ukraina, tetapi sebaliknya akan jeblok jika perang terus berlarut-larut.
Sementara itu Presiden Rusia Vladimir Putin sempat mengklaim mata uang dolar Amerika Serikat, Euro, hingga Pound Sterling Inggris tidak akan laku lagi dalam perdagangan internasional. Menurutnya dolar AS dan beberapa lainnya akan kehilangan kredibilitasnya sebagai alat tukar transaksi di perdagangan internasional.
Putin dalam Forum Ekonomi Negara-negara Timur di Vladivostok menambahkan, negara-negara barat telah merusak fondasi sistem ekonomi global. Ada kehilangan kepercayaan pada dolar (AS), Euro, dan Pound Sterling sebagai mata uang untuk melakukan transaksi.
Sambung Putin juga menekankan, sejumlah negara mulai beralih ke mata uang lain, terutama Yuan China. "Selangkah demi selangkah kami menjauh dari penggunaan mata uang yang tidak dapat diandalkan dan dikompromikan ini," ujar Putin seperti dikutip dari Russia Today.
"Omong-omong berdasarkan statistik, bahkan sekutu-sekutu AS secara bertahap mulai mengurangi tabungan dan pembayaran mereka dalam dolar," terang Putin.
Putin juga mencatat bahwa Gazprom dan mitra dagang dari China setuju untuk membayar gas dalam mata uang Rubel dan Yuan dalam porsi 50-50. Sebelumnya, China dan Rusia disebut Putin berkomitmen untuk lebih sering menggunakan mata uang nasional sendiri.
tulis komentar anda