Pemerintah Terbitkan Perppu Cipta Kerja, Begini Dampaknya terhadap Ketentuan PHK
Senin, 02 Januari 2023 - 13:23 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ( Perppu ) No. 2 Tahun 2022 sebagai pengganti UU Cipta Kerja yang saat ini dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pemerintah menyatakan penerbitan beleid itu dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik yang terkait ekonomi maupun geopolitik.
Penerbitan perppu juga lantaran Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait Undang-Undang Cipta Kerja dinilai sangat memengaruhi perilaku dunia usaha, baik di dalam maupun di luar negeri. Sementara, pemerintah terus berupaya untuk menjaring investasi sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi.
Nah, salah satu yang diatur dalam perpu itu adalah mekanisme pemutus hubungan kerja (PHK) kepada buruh. Di antara Pasal 154 dan 155 disipkan satu pasal, yakni pasal 154 A yang berisi memperbolehkan perusahaan melakukan PHK dengan beberapa ketentuan.
Mengutip tersebut, PHK dapat terjadi karena alasan perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh.
Selanjutnya PHK juga dapat dilakukan dengan alasan perusahaan hendak melakukan efisiensi yang diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan karena kerugian.
"Perusahaan tutup yang disebabkan karena mengalami kerugian secara terus-menerus selama dua tahun," tulis Pasal 154 A ayat (1) poin c, dikutip Senin (2/1/2023).
Lebih lanjut dalam perlu tersebut juga dijelaskan, dalil pengusaha melakukan PHK dapat terjadi karena perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang, perusahaan pailit.
Kemudian pekerja atau buruh mangkir selama lima hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa adanya keterangan secata tertulis dan dilengkapi bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha sebanyak dua kali.
Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja selama 12 bulan dan tidak dapat melakukan pekerjaannya juga bisa diambil tindakan PHK kepada karyawan.
Tidak bisa melakukan pekerjaannya selama enam bulan yang diakibatkan karena penahanan akibat kasus pidana, melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, memasuki usai pensiun hingga meninggal dunia juga diperbolehkan perusahaan melakukan PHK.
Penerbitan perppu juga lantaran Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait Undang-Undang Cipta Kerja dinilai sangat memengaruhi perilaku dunia usaha, baik di dalam maupun di luar negeri. Sementara, pemerintah terus berupaya untuk menjaring investasi sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi.
Nah, salah satu yang diatur dalam perpu itu adalah mekanisme pemutus hubungan kerja (PHK) kepada buruh. Di antara Pasal 154 dan 155 disipkan satu pasal, yakni pasal 154 A yang berisi memperbolehkan perusahaan melakukan PHK dengan beberapa ketentuan.
Mengutip tersebut, PHK dapat terjadi karena alasan perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh.
Selanjutnya PHK juga dapat dilakukan dengan alasan perusahaan hendak melakukan efisiensi yang diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan karena kerugian.
"Perusahaan tutup yang disebabkan karena mengalami kerugian secara terus-menerus selama dua tahun," tulis Pasal 154 A ayat (1) poin c, dikutip Senin (2/1/2023).
Lebih lanjut dalam perlu tersebut juga dijelaskan, dalil pengusaha melakukan PHK dapat terjadi karena perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang, perusahaan pailit.
Kemudian pekerja atau buruh mangkir selama lima hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa adanya keterangan secata tertulis dan dilengkapi bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha sebanyak dua kali.
Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja selama 12 bulan dan tidak dapat melakukan pekerjaannya juga bisa diambil tindakan PHK kepada karyawan.
Baca Juga
Tidak bisa melakukan pekerjaannya selama enam bulan yang diakibatkan karena penahanan akibat kasus pidana, melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, memasuki usai pensiun hingga meninggal dunia juga diperbolehkan perusahaan melakukan PHK.
(uka)
tulis komentar anda