Potensi Capai Rp300 Triliun, Pengembangan Bisnis Ekraf Berbasis KI Terus Didorong
loading...
A
A
A
BANDUNG - Potensi pengembangan bisnis atas kekayaan intelektual atau intellectual property (IP) di Indonesia diperkirakan mencapai Rp300 triliun pada 2025. Potensi tersebut bisa didapat dengan memaksimalkan ekonomi kreatif (ekraf) .
Group Chief Investment Officer Infia, M Noviar Rahman mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar mengembangkan hasil kekayaan intelektual (KI) menjadi bernilai ekonomi. Menurut dia, angka Rp300 triliun itu pun hanya dari pengembangan dua sektor yaitu, lisensi dan media entertainment.
"Itu dari dua sektor, belum dari sektor lainnya yang juga cukup besar. Tapi dari Rp300 triliun, jika kita bisa mendapatkan 10% saja, itu sudah sangat besar dan mampu menjadi backbone atas pengembangan ekonomi kreatif kita," ujarnya di Bandung, Sabtu (28/1/2023).
Menurut dia, Infia sebagai perusahaan yang fokus melakukan pengembangan kekayaan intelektual, melihat banyak sekali KI potensial yang dihasilkan para kreator Tanah Air. Secara internal, pihaknya mencatat ada 700 KI yang telah masuk portofolio Infia.
"Sebenarnya masih banyak sekali kekayaan intelektual di Indonesia di luar portofolio kami, mungkin jumlahnya ribuan. Akan tetapi, mereka belum memiliki lisensi. Padahal jika itu sudah memiliki lisensi, potensi ekonominya akan sangat besar," urainya.
Banyak kreator ekonomi kreatif di Indonesia yang belum paham akan lisensi hak kekayaan intelektual. Tidak sedikit yang dijual putus ke luar negeri. Padahal jika dikelola dan dikembangkan, KI akan memberi manfaat ekonomi lebih besar bagi para kreatornya.
Noviar mengatakan, salah satu KI yang telah sukses dikembangkan adalah KI Tahilalats. Brand yang dibuat oleh Nurfadli Mursyid ini awalnya hanya sebuah komik daring.
Seiring waktu, Tahilalats memiliki banyak fans. Tahilalats pun telah mendapatkan lisensi untuk berbagai produk seperti merchandise.
Tahilalats ini merupakan salah satu contoh success story dari penerapan pembiayaan Kekayaan Intelektual di Indonesia dengan sumber pendanaan dari lembaga keuangan non bank.
"Saat ini, Tahilalats telah membuat food and beverage di Jalan Braga setelah mendapatkan investor. Ini hanya salah satu pengembangan bisnis dari IP (Intelectual Property). IP Tahilalats juga dibuat dalam bentuk produk lainnya seperti merchandise, sepatu, tumbler, dan lainnya," paparnya.
Group Chief Investment Officer Infia, M Noviar Rahman mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar mengembangkan hasil kekayaan intelektual (KI) menjadi bernilai ekonomi. Menurut dia, angka Rp300 triliun itu pun hanya dari pengembangan dua sektor yaitu, lisensi dan media entertainment.
"Itu dari dua sektor, belum dari sektor lainnya yang juga cukup besar. Tapi dari Rp300 triliun, jika kita bisa mendapatkan 10% saja, itu sudah sangat besar dan mampu menjadi backbone atas pengembangan ekonomi kreatif kita," ujarnya di Bandung, Sabtu (28/1/2023).
Menurut dia, Infia sebagai perusahaan yang fokus melakukan pengembangan kekayaan intelektual, melihat banyak sekali KI potensial yang dihasilkan para kreator Tanah Air. Secara internal, pihaknya mencatat ada 700 KI yang telah masuk portofolio Infia.
"Sebenarnya masih banyak sekali kekayaan intelektual di Indonesia di luar portofolio kami, mungkin jumlahnya ribuan. Akan tetapi, mereka belum memiliki lisensi. Padahal jika itu sudah memiliki lisensi, potensi ekonominya akan sangat besar," urainya.
Banyak kreator ekonomi kreatif di Indonesia yang belum paham akan lisensi hak kekayaan intelektual. Tidak sedikit yang dijual putus ke luar negeri. Padahal jika dikelola dan dikembangkan, KI akan memberi manfaat ekonomi lebih besar bagi para kreatornya.
Noviar mengatakan, salah satu KI yang telah sukses dikembangkan adalah KI Tahilalats. Brand yang dibuat oleh Nurfadli Mursyid ini awalnya hanya sebuah komik daring.
Seiring waktu, Tahilalats memiliki banyak fans. Tahilalats pun telah mendapatkan lisensi untuk berbagai produk seperti merchandise.
Tahilalats ini merupakan salah satu contoh success story dari penerapan pembiayaan Kekayaan Intelektual di Indonesia dengan sumber pendanaan dari lembaga keuangan non bank.
"Saat ini, Tahilalats telah membuat food and beverage di Jalan Braga setelah mendapatkan investor. Ini hanya salah satu pengembangan bisnis dari IP (Intelectual Property). IP Tahilalats juga dibuat dalam bentuk produk lainnya seperti merchandise, sepatu, tumbler, dan lainnya," paparnya.