Bersaing dengan Fintech, Inilah 6 Faktor Penentu Keberlanjutan Industri Perbankan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Sunarso membeberkanenam hal yang akan mempengaruhi industri perbankan nasional ke depan.
Mulai dari bonus demografi, praktik Environmental, Social & Governance (ESG) hingga keberadaan perusahaan teknologi keuangan alias financial technology (fintech).
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI Komisi XI Jakarta, Selasa (24/1), Sunarso menyebutkan potensi positif dari bonus demografi penduduk Indonesia.
“Jadi tren jumlah penduduk usia produktif akan meningkat mencapai 64% pada tahun 2030 nanti, ini sudah barang tentu adalah hal yang positif,” ujarnya, dikutip Minggu (29/1/2023).
Dia melanjutkan, hal kedua adalah perubahan perilaku nasabah yang memicu peningkatan transaksi digital payment lebih dari 30% sedangkan transaksi tunai menurun tinggal 10% saja.
Kemudian yang ketiga adalah implementasi praktik keuangan berkelanjutan atau ESG yang menjadi perhatian investor. “Concern investor terhadap aspek ESG berpengaruh terhadap perubahan tata kelola dan bisnis perbankan,” ucapnya.
Keempat, low interest rate environment, di mana tren penurunan credit yield berdampak pada Net Interest Margin (NIM) yang semakin tertekan.
“Kalau kita lihat di 2020 itu NIM bisa lebih 10% tapi 2022 ini hanya sekitar 6% sehingga saya pikir bank tetap didorong untuk memperluas fungsi intermediasinya karena dalam presentasi itu NIM-nya itu makin kecil. Kalau mau laba besar berarti ya harus nyari nasabah sebanyak-banyaknya kira-kira begitu gambarannya,” paparnya.
Kelima, utilisasi data dan teknologi yang semakin dominan jadi penggunaan data analitik untuk mempercepat proses bisnis kredit underwriting dan marketing. Adapun yang terakhir adalah kompetisi dengan fintech.
“Jadi persaingan yang semakin ketat seiring dengan hadirnya pemain-pemain non-bank seperti fintech dengan berbagai dinamikanya,” tutup Sunarso.
Mulai dari bonus demografi, praktik Environmental, Social & Governance (ESG) hingga keberadaan perusahaan teknologi keuangan alias financial technology (fintech).
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR RI Komisi XI Jakarta, Selasa (24/1), Sunarso menyebutkan potensi positif dari bonus demografi penduduk Indonesia.
“Jadi tren jumlah penduduk usia produktif akan meningkat mencapai 64% pada tahun 2030 nanti, ini sudah barang tentu adalah hal yang positif,” ujarnya, dikutip Minggu (29/1/2023).
Dia melanjutkan, hal kedua adalah perubahan perilaku nasabah yang memicu peningkatan transaksi digital payment lebih dari 30% sedangkan transaksi tunai menurun tinggal 10% saja.
Kemudian yang ketiga adalah implementasi praktik keuangan berkelanjutan atau ESG yang menjadi perhatian investor. “Concern investor terhadap aspek ESG berpengaruh terhadap perubahan tata kelola dan bisnis perbankan,” ucapnya.
Keempat, low interest rate environment, di mana tren penurunan credit yield berdampak pada Net Interest Margin (NIM) yang semakin tertekan.
“Kalau kita lihat di 2020 itu NIM bisa lebih 10% tapi 2022 ini hanya sekitar 6% sehingga saya pikir bank tetap didorong untuk memperluas fungsi intermediasinya karena dalam presentasi itu NIM-nya itu makin kecil. Kalau mau laba besar berarti ya harus nyari nasabah sebanyak-banyaknya kira-kira begitu gambarannya,” paparnya.
Kelima, utilisasi data dan teknologi yang semakin dominan jadi penggunaan data analitik untuk mempercepat proses bisnis kredit underwriting dan marketing. Adapun yang terakhir adalah kompetisi dengan fintech.
“Jadi persaingan yang semakin ketat seiring dengan hadirnya pemain-pemain non-bank seperti fintech dengan berbagai dinamikanya,” tutup Sunarso.
(ind)