Bos PLN Buka-bukaan Soal Penyebab Kelebihan Pasokan Listrik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo membeberkan penyebab over supply atau kelebihan pasokan listrik yang saat ini sedang terjadi. Menurutnya kelebihan pasokan listrik ini salah satunya disebabkan lantaran asumsi pertumbuhan ekonomi yang dijadikan patokan ternyata tidak sesuai dengan prediksi.
Ia menuturkan, pertumbuhan listrik di Jawa pada tahun 2014-2015 diperkirakan tumbuh sekitar 7-8%. Angka itu berbasis pada asumsi pertumbuhan ekonomi pada saat itu yang diperkirakan mencapai sekitar 6,1%. Saat itu diasumsikan pertumbuhan ekonomi 1%, maka pertumbuhan permintaan listrik diproyeksi mencapai 1,3%.
"Jadi pada saat pertumbuhan ekonomi berbasis ekonomi dan pariwisata, ternyata korelasinya bergeser bukan 1,3% tapi turun menjadi 0,86% atau 0,9%. Artinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dibarengi pertumbuhan demand listrik yang tinggi," jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII bersama PT PLN (Persero) Rabu (8/2/2023).
Ia menilai, apabila pertumbuhan ekonomi basisnya adalah industri, maka korelasinya permintaan listrik akan naik. Sementara selama lima tahun belakangan permintaan listrik di Pulau Jawa korelasinya turun dari 1,3% menjadi 0,87%.
"Jadi kalau 1% pertumbuhan ekonomi maka pertumbuhan demandnya hanya 0,86%. Kemudian pertumbuhan ekonomi terkoreksi dari 6,1% rata-rata menjadi 5,1%. Untuk itu selama 5 tahun, pertumbuhan demand listrik yang diproyeksikan sekitar 8% di Jawa tumbuhnya rata-rata hanya 4,6% selama 5 tahun, 2015-2019," terangnya.
Lebih lanjut, Darmawan mengungkapkan dengan menggunakan asumsi di tahun 2015, seharusnya konsumsi listrik saat ini adalah sebesar 380 Tera Watt hour (TWh). Sedangkan realisasi konsumsi listrik hingga saat ini baru mencapai 283 TWh.
"Jadi ada 100 TWh di bawah dari yang direncanakan. Jadi itulah pada waktu itu apakah asumsinya itu sesuai dengan harapan ternyata bergeser. Kemudian korelasi antara pertumbuhan demand listrik dengan pertumbuhan ekonomi juga bergeser," jelasnya.
Nah, lanjut Darmawan, ketika saat ini pertumbuhannya sudah kembali ke 6,17%tetapi karena 6,17 itu dikalikan 280 jadi pertumbuhannya masih tidak sesuai dengan perencanaan 2015.
"Maka dengan adanya (situasi) seperti itu pengembangan infrastruktur ketenagalistrilan mengalami oversupply dengan asumsi yang bergeser," pungkasnya.
Ia menuturkan, pertumbuhan listrik di Jawa pada tahun 2014-2015 diperkirakan tumbuh sekitar 7-8%. Angka itu berbasis pada asumsi pertumbuhan ekonomi pada saat itu yang diperkirakan mencapai sekitar 6,1%. Saat itu diasumsikan pertumbuhan ekonomi 1%, maka pertumbuhan permintaan listrik diproyeksi mencapai 1,3%.
"Jadi pada saat pertumbuhan ekonomi berbasis ekonomi dan pariwisata, ternyata korelasinya bergeser bukan 1,3% tapi turun menjadi 0,86% atau 0,9%. Artinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dibarengi pertumbuhan demand listrik yang tinggi," jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII bersama PT PLN (Persero) Rabu (8/2/2023).
Ia menilai, apabila pertumbuhan ekonomi basisnya adalah industri, maka korelasinya permintaan listrik akan naik. Sementara selama lima tahun belakangan permintaan listrik di Pulau Jawa korelasinya turun dari 1,3% menjadi 0,87%.
"Jadi kalau 1% pertumbuhan ekonomi maka pertumbuhan demandnya hanya 0,86%. Kemudian pertumbuhan ekonomi terkoreksi dari 6,1% rata-rata menjadi 5,1%. Untuk itu selama 5 tahun, pertumbuhan demand listrik yang diproyeksikan sekitar 8% di Jawa tumbuhnya rata-rata hanya 4,6% selama 5 tahun, 2015-2019," terangnya.
Lebih lanjut, Darmawan mengungkapkan dengan menggunakan asumsi di tahun 2015, seharusnya konsumsi listrik saat ini adalah sebesar 380 Tera Watt hour (TWh). Sedangkan realisasi konsumsi listrik hingga saat ini baru mencapai 283 TWh.
"Jadi ada 100 TWh di bawah dari yang direncanakan. Jadi itulah pada waktu itu apakah asumsinya itu sesuai dengan harapan ternyata bergeser. Kemudian korelasi antara pertumbuhan demand listrik dengan pertumbuhan ekonomi juga bergeser," jelasnya.
Nah, lanjut Darmawan, ketika saat ini pertumbuhannya sudah kembali ke 6,17%tetapi karena 6,17 itu dikalikan 280 jadi pertumbuhannya masih tidak sesuai dengan perencanaan 2015.
"Maka dengan adanya (situasi) seperti itu pengembangan infrastruktur ketenagalistrilan mengalami oversupply dengan asumsi yang bergeser," pungkasnya.
(uka)