Heboh Warunk Upnormal Banyak Tutup Permanen, Ini Penyebabnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Marketing Yuswohady menyoroti Warunk Upnormal yang sedang viral diperbincangkan warganet karena sepi dan dikabarkan banyak yang tutup. Tutupnya gerai Warunk Upnormal di sejumlah daerah karena sifat sajian makanan tidak berkelanjutan atau indulgent.
"Memang sifat makanannya indulgent, di mana orang makan hanya untuk kesenangan. Jadi ada faktor FOMO (fear of missing out)," ujar Yuswohady kepada MNC Portal, Rabu (8/2/2023).
Yuswohady menjelaskan, fenomena ini sering muncul di era sosial media. Dengan kata kain, selera masyarakat silih berganti dipengaruhi oleh sesuatu yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat (happening).
Menurut Yuswohady pemilik usaha dengan jenis makanan indulgent harus mampu mengembangkan usahanya dengan inovasi terus menerus yang mengikuti perkembangan zaman. Bila tidak, usaha tersebut akan redup dan secara perlahan mulai ditinggalkan masyarakat.
“Warunk Upnormal pada tiga tahun pertamanya memiliki inovasi yang luar biasa, bisa dilihat melalui menu Indomie dengan berbagai topping. Tapi inovasinya mulai turun dan brandnya gak cool lagi,” jelasnya.
Selain inovasi, Yuswohady menilai pelaku usaha hendaknya harus mampu memahami sifat dasar (nature) dari makanan di Indonesia. Jenis makanan yang dikonsumsi sehari - hari akan terus bertahan, daripada makanan yang hanya dikonsumsi hanya untuk kepuasan. “Selain inovasi, makanan yang sering dikonsumsi masyarakat akan bertahan,” pungkasnya.
Dia mencontohkan warung sederhana atau warteg yang memiliki sifat khas orang Indonesia. "Saya kira banyak ya, yang memiliki khas Indonesia. Misalnya, warung sederhana atau warteg. Sama halnya dengan makanan fast food dari luar yang sifatnya franschise. Mereka bisa bertahan karena ayam goreng yang rentan disenangi masyarakat kita," pungkasnya.
"Memang sifat makanannya indulgent, di mana orang makan hanya untuk kesenangan. Jadi ada faktor FOMO (fear of missing out)," ujar Yuswohady kepada MNC Portal, Rabu (8/2/2023).
Yuswohady menjelaskan, fenomena ini sering muncul di era sosial media. Dengan kata kain, selera masyarakat silih berganti dipengaruhi oleh sesuatu yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat (happening).
Menurut Yuswohady pemilik usaha dengan jenis makanan indulgent harus mampu mengembangkan usahanya dengan inovasi terus menerus yang mengikuti perkembangan zaman. Bila tidak, usaha tersebut akan redup dan secara perlahan mulai ditinggalkan masyarakat.
“Warunk Upnormal pada tiga tahun pertamanya memiliki inovasi yang luar biasa, bisa dilihat melalui menu Indomie dengan berbagai topping. Tapi inovasinya mulai turun dan brandnya gak cool lagi,” jelasnya.
Selain inovasi, Yuswohady menilai pelaku usaha hendaknya harus mampu memahami sifat dasar (nature) dari makanan di Indonesia. Jenis makanan yang dikonsumsi sehari - hari akan terus bertahan, daripada makanan yang hanya dikonsumsi hanya untuk kepuasan. “Selain inovasi, makanan yang sering dikonsumsi masyarakat akan bertahan,” pungkasnya.
Dia mencontohkan warung sederhana atau warteg yang memiliki sifat khas orang Indonesia. "Saya kira banyak ya, yang memiliki khas Indonesia. Misalnya, warung sederhana atau warteg. Sama halnya dengan makanan fast food dari luar yang sifatnya franschise. Mereka bisa bertahan karena ayam goreng yang rentan disenangi masyarakat kita," pungkasnya.
(nng)