Karya Intelektual Bisa Jadi Jaminan, Asosiasi Produser Film: Ini Satu Upaya Progresif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 12 Juli 2022 tampaknya membawa angin segar untuk industri kreatif Tanah Air. Tak terkecuali untuk industri perfilman nasional.
PP tersebut mengatur bahwa produk kekayaan intelektual, salah satunya film, bisa dijadikan jaminan utama untuk mendapatkan pembiayaan ke lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank. Tak cuma itu, bahkan konten Youtube pun yang memenuhi kriteria tertentu bisa digunakan sebagai "agunan".
Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang punya kementerian khusus ekonomi kreatif sehingga menunjukkan betapa pemerintah mengambil peran serius dalam pertumbuhan ekonomi kreatif. Salah satunya melalui kebijakan PP No. 24.
Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia Edwin Nazir mengungkapkan, PP tersebut sangat progresif. Menurutnya, angin segar dari pemerintah bisa membuka kesempatan baru untuk para pelaku industri kreatif, salah satunya di industri film agar bisa menggunakan IP alias kekayaaan (KI) intelektualnya untuk kebutuhan finansial.
“PP 24 Tahun 2022 ini sangat progresif, artinya membuka kesempatan baru untuk teman-teman IP creator untuk bisa menggunakan IP-nya untuk kebutuhan yang berhubungan dengan institusi finansial. Jadi ini satu upaya yang positif dan progresif,” ujar Edwin Nazir, dalam sebuah rekaman wawancara yang diterima MNC Portal, dikutip Jumat, (17/2/2023).
Menurutnya, masih banyak pelaku industri kreatif yang belum mengetahui tentang PP ini, sehingga sosialisasi terkait penerapannya pun harus segera didiskusikan secara masif. Apalagi, masih banyak para pelaku industri kreatif yang masih awam dengan istilah IP yang ternyata sudah bisa menjadi jaminan finansial.
“Sebagian sudah mengetahui walaupun tentunya ada sebagaian yang belum tahu juga. Tapi beberapa teman sudah mulai aware dengan adanya PP ini, dan mulai jadi diskusi,” ungkapnya.
“Memang yang sekarang jadi pembahasan adalah bagaimana praktiknya nanti, apa dari aturan ini lalu pelaksanaannya akan seperti apa. Diskusi-diskusi seperti ini yang memang perlu banyak dilakukan di kalangan industri,” lanjutnya.
Edwin pun lantas berharap, agar perangkat pelaksanaan PP ini bisa segera direalisasikan, salah satunya untuk industri film. Langkah ini tak lain agar bisa lebih membuka peluang dan akses bagi para pelaku industri kreatif untuk lebih dekat dengan institusi finansial hingga lembaga investasi.
“Kalau untuk di film, harapannya adalah memang segera ada perangkat untuk pelaksanaannya. Seperti valuator, siapa yang bisa memvaluasi IP, tidak hanya di film tapi di seluruh industri kreatif, kira-kira seperti apa valuasinya,” tuturnya.
“Kemudian khusus untuk di film harapannya adalah mungkin dari valuasi ini dan dari PP 24 ini juga bisa mendekatkan akses kepada bukan hanya institusi finansial perfeksional tradisional, tapi juga lembaga-lembaga investasi ya, seperti perusahaan invesment company, untuk bisa juga tertarik ke IP IP film, dan mulai melakukan investasi di industri film,” sambungnya.
Industri perfilman merupakan salah satu subsektor yang memberikan kontribusi signifikan kepada negara. Pada 2019, sumbangan film terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) RI mencapai Rp15 triliun.
Meski jumlah tayang film Indonesia mengalami penurunan akibat pandemi, namun tercatat jumlah penonton film Indonesia dari tahun ke tahun justru terus mengalami peningkatan yang signifikan.
Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Muhammad Neil El Himam mengatakan, Indonesia membutuhkan ekosistem ekonomi kreatif (ekraf) yang memadai khususnya dalam pengembangan industri kreatif itu sendiri. Terlebih dengan hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022, akan semakin mendorong para industri kreatif untuk berkarya dan menghasilkan dari segi finansial.
Menurut Neil, salah satunya dalam membuat konten dan ekosistem tersebut di antaranya adanya human capital. Di mana nantinya akan melahirkan talenta-talenta kreatif, terlebih dalam memanfaatkan kecanggihan digital.
Dalam PP Nomor 24 tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif, (pasal 7) ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan pembiayaan berbasis IP atau kekayaan Intelektual, di antaranya;
1. Proposal pembiayaan
2. Memiliki usaha ekonomi kreatif
3. Memiliki perikatan terkait Kekayaan Intelektual produk ekonomi kreatif
4. Memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual
Saat ini pemerintah bersama stakeholder terkait tengah mempersiapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penerapan PP ini. PP Nomor 24 baru akan berlaku pada bulan 12 Juli 2023 atau 1 tahun semenjak diterbitkan.
Dengan hadirnya PP Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif yang akan mulai berlaku pada Juli 2023 ini, diharapkan dapat semakin menggairahkan industri perfilman Tanah Air.
Baca Juga
PP tersebut mengatur bahwa produk kekayaan intelektual, salah satunya film, bisa dijadikan jaminan utama untuk mendapatkan pembiayaan ke lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank. Tak cuma itu, bahkan konten Youtube pun yang memenuhi kriteria tertentu bisa digunakan sebagai "agunan".
Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang punya kementerian khusus ekonomi kreatif sehingga menunjukkan betapa pemerintah mengambil peran serius dalam pertumbuhan ekonomi kreatif. Salah satunya melalui kebijakan PP No. 24.
Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia Edwin Nazir mengungkapkan, PP tersebut sangat progresif. Menurutnya, angin segar dari pemerintah bisa membuka kesempatan baru untuk para pelaku industri kreatif, salah satunya di industri film agar bisa menggunakan IP alias kekayaaan (KI) intelektualnya untuk kebutuhan finansial.
“PP 24 Tahun 2022 ini sangat progresif, artinya membuka kesempatan baru untuk teman-teman IP creator untuk bisa menggunakan IP-nya untuk kebutuhan yang berhubungan dengan institusi finansial. Jadi ini satu upaya yang positif dan progresif,” ujar Edwin Nazir, dalam sebuah rekaman wawancara yang diterima MNC Portal, dikutip Jumat, (17/2/2023).
Menurutnya, masih banyak pelaku industri kreatif yang belum mengetahui tentang PP ini, sehingga sosialisasi terkait penerapannya pun harus segera didiskusikan secara masif. Apalagi, masih banyak para pelaku industri kreatif yang masih awam dengan istilah IP yang ternyata sudah bisa menjadi jaminan finansial.
“Sebagian sudah mengetahui walaupun tentunya ada sebagaian yang belum tahu juga. Tapi beberapa teman sudah mulai aware dengan adanya PP ini, dan mulai jadi diskusi,” ungkapnya.
“Memang yang sekarang jadi pembahasan adalah bagaimana praktiknya nanti, apa dari aturan ini lalu pelaksanaannya akan seperti apa. Diskusi-diskusi seperti ini yang memang perlu banyak dilakukan di kalangan industri,” lanjutnya.
Edwin pun lantas berharap, agar perangkat pelaksanaan PP ini bisa segera direalisasikan, salah satunya untuk industri film. Langkah ini tak lain agar bisa lebih membuka peluang dan akses bagi para pelaku industri kreatif untuk lebih dekat dengan institusi finansial hingga lembaga investasi.
“Kalau untuk di film, harapannya adalah memang segera ada perangkat untuk pelaksanaannya. Seperti valuator, siapa yang bisa memvaluasi IP, tidak hanya di film tapi di seluruh industri kreatif, kira-kira seperti apa valuasinya,” tuturnya.
“Kemudian khusus untuk di film harapannya adalah mungkin dari valuasi ini dan dari PP 24 ini juga bisa mendekatkan akses kepada bukan hanya institusi finansial perfeksional tradisional, tapi juga lembaga-lembaga investasi ya, seperti perusahaan invesment company, untuk bisa juga tertarik ke IP IP film, dan mulai melakukan investasi di industri film,” sambungnya.
Industri perfilman merupakan salah satu subsektor yang memberikan kontribusi signifikan kepada negara. Pada 2019, sumbangan film terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) RI mencapai Rp15 triliun.
Meski jumlah tayang film Indonesia mengalami penurunan akibat pandemi, namun tercatat jumlah penonton film Indonesia dari tahun ke tahun justru terus mengalami peningkatan yang signifikan.
Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Muhammad Neil El Himam mengatakan, Indonesia membutuhkan ekosistem ekonomi kreatif (ekraf) yang memadai khususnya dalam pengembangan industri kreatif itu sendiri. Terlebih dengan hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022, akan semakin mendorong para industri kreatif untuk berkarya dan menghasilkan dari segi finansial.
Menurut Neil, salah satunya dalam membuat konten dan ekosistem tersebut di antaranya adanya human capital. Di mana nantinya akan melahirkan talenta-talenta kreatif, terlebih dalam memanfaatkan kecanggihan digital.
Dalam PP Nomor 24 tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif, (pasal 7) ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengajuan pembiayaan berbasis IP atau kekayaan Intelektual, di antaranya;
1. Proposal pembiayaan
2. Memiliki usaha ekonomi kreatif
3. Memiliki perikatan terkait Kekayaan Intelektual produk ekonomi kreatif
4. Memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual
Saat ini pemerintah bersama stakeholder terkait tengah mempersiapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penerapan PP ini. PP Nomor 24 baru akan berlaku pada bulan 12 Juli 2023 atau 1 tahun semenjak diterbitkan.
Dengan hadirnya PP Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif yang akan mulai berlaku pada Juli 2023 ini, diharapkan dapat semakin menggairahkan industri perfilman Tanah Air.
(uka)