Meneropong Pentingnya Omnibus Law Sektor Keuangan
loading...
A
A
A
Menurut Erwin, UU P2SK mengatur soal lembaga trust, bukan dalam arti wali amanat yang sudah ada sekarang. Namun, lebih mengadopsi trust pada system common law. Namun, aturan ini masih perlu implementasi yang jelas yang dilihat dari berbagai sisi, antara lain perpajakan pada saat penyerahan aset yang dikelola kepada trustee, maupun pengembalian aset yang dikelola kepada beneficiary.
"Kemudian dari sisi kepailitan apabila yang dipailitkan adalah pemilik aset yang diserahkan untuk dikelola, belum lagi penggunaan jasa trust ini oleh pihak asing yang dapat menghindari batasan kepemilikan asing pada suatu usaha di Indonesia, kemudian dari sisi pasar modal yang bisa terkait dengan transaksi benturan kepentingan atau pihak pengendali, serta dari sisi data protection sampai sejauh mana data dari pihak-pihak dalam trust ini dapat dijaga.,” paparnya.
Sementara itu, Pemimpin Divisi Legal BNI Johansyah Erwin mengatakan, BNI melihat peluang menciptakan ekosistem keuangan berkelanjutan dalam UU P2SK. Hingga akhir 2022, BNI telah mengalokasikan 28,5% kredit untuk green bank.
“Di BNI kami memperkuat ESG governance, ada Komite ESG dan work unit yang khusus mengembangkan dan arus utamakan dalam konteks bisnis dalam keseharian. Terus diadopsi agar mendukung usaha dalam konteks mengatasi perubahan iklim,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani mengatakan penerapan Environmental Social Governance (ESG) saat ini tidak bisa dihindari lagi karena keuntungan bisnis tidak lagi hanya mengandalkan laba dari kinerja keuangan. Investor, menurutnya, melihat ESG sebagai faktor pengurang risiko investasi, seiring dengan meningkatnya kesadaran terhadap perubahan iklim, hak asasi manusia dan transparansi perlindungan konsumen.
“Saya adalah contoh, yang sedang menerapkan ESG di perusahaan kami. Kelompok usaha di Indonesia ini memang sudah agak ketinggalan menerapkan ESG, terus terang. Namun, itu tidak cukup diregulasi, harus adanya kesadaran dari dalam perusahaan keuangan,” ujarnya.
"Kemudian dari sisi kepailitan apabila yang dipailitkan adalah pemilik aset yang diserahkan untuk dikelola, belum lagi penggunaan jasa trust ini oleh pihak asing yang dapat menghindari batasan kepemilikan asing pada suatu usaha di Indonesia, kemudian dari sisi pasar modal yang bisa terkait dengan transaksi benturan kepentingan atau pihak pengendali, serta dari sisi data protection sampai sejauh mana data dari pihak-pihak dalam trust ini dapat dijaga.,” paparnya.
Sementara itu, Pemimpin Divisi Legal BNI Johansyah Erwin mengatakan, BNI melihat peluang menciptakan ekosistem keuangan berkelanjutan dalam UU P2SK. Hingga akhir 2022, BNI telah mengalokasikan 28,5% kredit untuk green bank.
“Di BNI kami memperkuat ESG governance, ada Komite ESG dan work unit yang khusus mengembangkan dan arus utamakan dalam konteks bisnis dalam keseharian. Terus diadopsi agar mendukung usaha dalam konteks mengatasi perubahan iklim,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani mengatakan penerapan Environmental Social Governance (ESG) saat ini tidak bisa dihindari lagi karena keuntungan bisnis tidak lagi hanya mengandalkan laba dari kinerja keuangan. Investor, menurutnya, melihat ESG sebagai faktor pengurang risiko investasi, seiring dengan meningkatnya kesadaran terhadap perubahan iklim, hak asasi manusia dan transparansi perlindungan konsumen.
“Saya adalah contoh, yang sedang menerapkan ESG di perusahaan kami. Kelompok usaha di Indonesia ini memang sudah agak ketinggalan menerapkan ESG, terus terang. Namun, itu tidak cukup diregulasi, harus adanya kesadaran dari dalam perusahaan keuangan,” ujarnya.
(uka)