Pejabat Pajak Eselon III Berharta Rp56 Miliar, Pengamat: Mustahil dari Gaji PNS

Jum'at, 24 Februari 2023 - 14:32 WIB
loading...
Pejabat Pajak Eselon...
Kasus penganiayaan pengemudi mobil mewah Jeep Rubicon bernama MDS, kemudian berbuntut sorotan terhadap harta jumbo yang dimiliki sang Ayah yang diketahui pejabat eselon III Kabag Umum Kanwil DJP Jakarta Selatan II. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Kasus penganiayaan yang dilakukan pengemudi mobil mewah Jeep Rubicon bernama Mario Dandy Satriyo (MDS), kemudian berbuntut sorotan terhadap harta jumbo yang dimiliki sang Ayah yang diketahui pejabat eselon III Kabag Umum Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo.

Berdasarkan catatan LHKPN pada 2021, Rafael tercatat mempunyai harta lebih dari Rp56,1 Miliar. Angka tersebut berkali-kali lipat bila dibandingkan dengan kekayaan milik Dirjen Pajak, Suryo Utomo.



Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono menilai, mustahil apabila seorang pejabat pajak eselon III memiliki kekayaan sebanyak itu dari penghasilnnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS).

Dirinya pun menuturkan, terdapat tiga sudut pandang hukum jika melihat fenomena tersebut. Pertama, dilihat dari hukum administrasi sesuai UU Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

Kedua dilihat dari hukum administrasi Pajak Penghasilan sesuai UU Nomor 7/1983 beserta perubahannya atau UU PPh. Serta ketiga dilihat dari hukum pidana korupsi sesuai UU Nomor 31/1999 dan UU Nomor 20/2001 atau UU Tipikor.

Prianto menuturkan, dari sudut UU ASN, konsep PNS merupakan pengabdian. Karena PNS merupakan sebuah pengabdian, penghasilannya relatif kecil.

"Untuk itu, jika oknum tersebut hanya mengandalkan penghasilannya sebagai PNS, secara matematis, kekayaan senilai Rp 56 miliar mustahil berasal dari penghasilannya sebagai PNS pajak," jelasnya kepada MNC Portal Indonesia, Kamis (23/2/2023).



Ia juga berpendapat sejatinya bahwa bonus berupa tunjangan kinerja tidak akan pernah mencukupi untuk mendapatkan kekayaan hingga Rp56 miliar.

Lebih lanjut dari sisi UU PPh, konsep penghasilan berasal dari konsep tambahan (accretion concept) yang dihitung berdasarkan rumus penghasilan = konsumsi + tambahan harta.

Berdasarkan sudut pandang UU PPh, beleid ini tidak melihat apakah penghasilan tersebut berasal dari transaksi legal atau ilegal. Hal yang terpenting adalah ketika tambahan harta tidak sebanding dengan penghasilan seseorang, ada PPh yang belum disetorkan ke kas negara.

Kemudian, dari sisi UU Tipikor, perlu digali lebih lanjut penambahan kekayaan PNS pajak tersebut berasal dari sumber penghasilan yang melawan hukum atau tidak. Dalam hal ini, aparat penegak hukum punya kewenangan untuk melakukan penyelidikan melalui pendekatan asset tracing atau pendekatan lainnya.

"Jika ada penambahan harta yang bersumber dari kegiatan melawan hukum bagi oknum pegawai pajak, modus operandinya biasanya berupa 'kongkalikong' dengan wajib pajak. Secara sederhana, hubungan mutualisme sering terjadi di keduanya," ungkap dia.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1335 seconds (0.1#10.140)