Polemik Impor KRL Bekas dari Jepang, Stafsus Menteri BUMN Akui Pemerintah Dilema
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pro dan kontra mewarnai rencana impor 10 Kereta Rel Listrik (KRL Commuter Line) bekas asal Jepang. Wacana ini masih bergulir dan belum mencapai keputusan final.
Kementerian BUMN sebagai pemegang saham PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menilai impor perlu dilakukan dengan pertimbangan kebutuhan kereta yang mendesak saat ini.
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai salah satu pihak yang dapat memberikan izin impor memandang produksi kereta di dalam negeri masih bisa memenuhi kebutuhan KRL Commuter Line untuk KCI.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan, PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA belum siap memasok jumlah kereta sesuai kebutuhan yang diminta. Pasalnya, produksi gerbong transportasi massal itu membutuhkan waktu lama.
"INKA nggak siap untuk produksi dalam negeri, bukan harganya mahal," ujarnya saat ditemui di Bandung, dikutip Selasa (7/3/2/2023).
Arya mengaku pemerintah dilematis lantaran kebutuhan layanan perjalanan bagi masyarakat sangat tinggi. Sementara, INKA sebagai BUMN penyedia jasa layanan transportasi kereta api membutuhkan waktu hingga tiga tahun untuk bisa memenuhi permintaan KCI.
KCI sendiri baru mengajukan kebutuhan KRL kepada INKA manakala perusahaan akan mempensiunkan 10 rangkaian KRL pada 2023 dan 16 rangkaian KRL pada 2024.
"Saat ini INKA, sesuai kebutuhan sekarang nggak bisa memenuhi, sementara KCI butuh, Kemenperin apakah kita nunggu INKA sampai mampu? atau kita impor? Dilemanya, kita serahkan ke Kemenperin, sementara kebutuhan kita akan gerbong (kereta) itu naik," bebernya.
Sebagai informasi, hingga saat ini belum ada keputusan final terkait rencana impor 10 KRL bekas dari Jepang. Keputusan tersebut baru akan terlaksana setelah adanya audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang ditargetkan selesai dalam 10 hari ke depan. Adapun audit tersebut terkait dengan berapa kebutuhan dan harga kereta.
Kementerian BUMN sebagai pemegang saham PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menilai impor perlu dilakukan dengan pertimbangan kebutuhan kereta yang mendesak saat ini.
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai salah satu pihak yang dapat memberikan izin impor memandang produksi kereta di dalam negeri masih bisa memenuhi kebutuhan KRL Commuter Line untuk KCI.
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan, PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA belum siap memasok jumlah kereta sesuai kebutuhan yang diminta. Pasalnya, produksi gerbong transportasi massal itu membutuhkan waktu lama.
"INKA nggak siap untuk produksi dalam negeri, bukan harganya mahal," ujarnya saat ditemui di Bandung, dikutip Selasa (7/3/2/2023).
Arya mengaku pemerintah dilematis lantaran kebutuhan layanan perjalanan bagi masyarakat sangat tinggi. Sementara, INKA sebagai BUMN penyedia jasa layanan transportasi kereta api membutuhkan waktu hingga tiga tahun untuk bisa memenuhi permintaan KCI.
KCI sendiri baru mengajukan kebutuhan KRL kepada INKA manakala perusahaan akan mempensiunkan 10 rangkaian KRL pada 2023 dan 16 rangkaian KRL pada 2024.
"Saat ini INKA, sesuai kebutuhan sekarang nggak bisa memenuhi, sementara KCI butuh, Kemenperin apakah kita nunggu INKA sampai mampu? atau kita impor? Dilemanya, kita serahkan ke Kemenperin, sementara kebutuhan kita akan gerbong (kereta) itu naik," bebernya.
Sebagai informasi, hingga saat ini belum ada keputusan final terkait rencana impor 10 KRL bekas dari Jepang. Keputusan tersebut baru akan terlaksana setelah adanya audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang ditargetkan selesai dalam 10 hari ke depan. Adapun audit tersebut terkait dengan berapa kebutuhan dan harga kereta.