PPATK Sebut Transaksi Rp300 Triliun di Kemenkeu Bukan Korupsi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Transaksi sebesar Rp300 triliun yang diberitakan sebagai pergerakan uang tidak lazim di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan ( Kemenkeu ) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai disebut bukan korupsi atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menjelaskan, Kementerian Keuangan merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal, sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dengan demikian, PPATK memiliki kewajiban untuk melaporkan kepada Kementerian Keuangan setiap kasus yang terkait dengan kepabeanan dan perpajakan. “Kasus-kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang kita sebut dengan kemarin Rp300 triliun," kata Kepala PPATK.
"Dalam kerangka itu, perlu dipahami bahwa ini bukan tentang adanya abuse of power ataupun adanya korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kementerian Keuangan. Tapi ini lebih kepada tusi (tugas dan fungsi) Kementerian Keuangan yang menangani kasus-kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban kami pada saat kami melakukan hasil analisis, kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti,” beber Ivan.
Kepala PPATK mengatakan, laporan tersebut bukan tentang adanya penyalahgunaan kewenangan atau korupsi yang dilakukan oleh pegawai oknum di Kementerian Keuangan, tetapi karena posisi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal, sama seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan.
“Kementerian Keuangan adalah salah satu Kementerian yang kalau kami koordinasikan relatif permasalahan secara internal sangat kecil dibandingkan dengan lembaga-lembaga lain, sehingga kami sangat confident menyerahkan seluruh kasus-kasus terkait dengan kepabeanan dan perpajakan kepada Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti. Ini sekali lagi, bukan tentang penyimpangan ataupun bukan tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan,” ujar Kepala PPATK.
Irjen Kemenkeu juga menegaskan bahwa Kementerian Keuangan berkomitmen untuk melakukan pembersihan secara menyeluruh di lingkungan Kementerian Keuangan.
“Mengenai informasi-informasi pegawai, itu kita tindaklanjuti secara baik, secara proper, kita panggil dan sebagainya. Intinya kerja sama antara Kementerian Keuangan dan PPATK sudah begitu cair,” kata Irjen Kemenkeu.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pencucian uang yang didasarkan laporan PPATK.
"Saya katakan transaksi yang mencurigakan sebagai tindakan atau tindak pidana pencucian uang. Tindakan pidana pencucian uang itu bukan korupsi itu sendiri," kata Mahfud MD usai melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara beserta jajarannya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2023).
Mahfud mencontohkan, kasus mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang memiliki harta sebesar Rp56 miliar. Angka itu cukup mengagetkan karena hanya pejabat Eselon III. Kemudian setelah ditelusuri, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang sebesar Rp56 miliar.
"Lalu saya tanya ke PPATK karena saya Ketua Komite Pengendalian Tindak Pidana Pencucian Uang, pemberantasan tindak pidana pencucian uang itu gimana bener gak? Lalu dibuka, Pak ini ada," ucapnya.
"Sudah gitu besoknya ditemukan ternyata Rp500 miliar nah. Yang mungkin korupsinya itu sendiri sedikit, ya mungkin Rp10 miliar atau berapa, tetapi pencucian uangnya yang banyak," kata Mahfud.
Mahfud melanjutkan, indikasi tindak pidana pencucian uang sebesar Rp300 triliun tersebut telah tercium sejak 2013.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menjelaskan, Kementerian Keuangan merupakan salah satu penyidik tindak pidana asal, sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dengan demikian, PPATK memiliki kewajiban untuk melaporkan kepada Kementerian Keuangan setiap kasus yang terkait dengan kepabeanan dan perpajakan. “Kasus-kasus itulah yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar, yang kita sebut dengan kemarin Rp300 triliun," kata Kepala PPATK.
"Dalam kerangka itu, perlu dipahami bahwa ini bukan tentang adanya abuse of power ataupun adanya korupsi yang dilakukan oleh pegawai dari Kementerian Keuangan. Tapi ini lebih kepada tusi (tugas dan fungsi) Kementerian Keuangan yang menangani kasus-kasus tindak pidana asal yang menjadi kewajiban kami pada saat kami melakukan hasil analisis, kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti,” beber Ivan.
Kepala PPATK mengatakan, laporan tersebut bukan tentang adanya penyalahgunaan kewenangan atau korupsi yang dilakukan oleh pegawai oknum di Kementerian Keuangan, tetapi karena posisi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal, sama seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan.
“Kementerian Keuangan adalah salah satu Kementerian yang kalau kami koordinasikan relatif permasalahan secara internal sangat kecil dibandingkan dengan lembaga-lembaga lain, sehingga kami sangat confident menyerahkan seluruh kasus-kasus terkait dengan kepabeanan dan perpajakan kepada Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti. Ini sekali lagi, bukan tentang penyimpangan ataupun bukan tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan,” ujar Kepala PPATK.
Transaksi Rp300 Triliun Bukan Pencucian Uang
Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Keuangan Awan Nurmawan Nuh menegaskan bahwa, transaksi Rp300 Triliun bukan pencucian uang.“Jadi prinsipnya angka Rp300 triliun itu bukan angka korupsi ataupun TPPU pegawai di Kementerian Keuangan,” ujar Irjen Kemenkeu di Gedung Djuanda I Kemenkeu, Jakarta pada Selasa (14/3).Irjen Kemenkeu juga menegaskan bahwa Kementerian Keuangan berkomitmen untuk melakukan pembersihan secara menyeluruh di lingkungan Kementerian Keuangan.
“Mengenai informasi-informasi pegawai, itu kita tindaklanjuti secara baik, secara proper, kita panggil dan sebagainya. Intinya kerja sama antara Kementerian Keuangan dan PPATK sudah begitu cair,” kata Irjen Kemenkeu.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pencucian uang yang didasarkan laporan PPATK.
"Saya katakan transaksi yang mencurigakan sebagai tindakan atau tindak pidana pencucian uang. Tindakan pidana pencucian uang itu bukan korupsi itu sendiri," kata Mahfud MD usai melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara beserta jajarannya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2023).
Mahfud mencontohkan, kasus mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang memiliki harta sebesar Rp56 miliar. Angka itu cukup mengagetkan karena hanya pejabat Eselon III. Kemudian setelah ditelusuri, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang sebesar Rp56 miliar.
"Lalu saya tanya ke PPATK karena saya Ketua Komite Pengendalian Tindak Pidana Pencucian Uang, pemberantasan tindak pidana pencucian uang itu gimana bener gak? Lalu dibuka, Pak ini ada," ucapnya.
"Sudah gitu besoknya ditemukan ternyata Rp500 miliar nah. Yang mungkin korupsinya itu sendiri sedikit, ya mungkin Rp10 miliar atau berapa, tetapi pencucian uangnya yang banyak," kata Mahfud.
Mahfud melanjutkan, indikasi tindak pidana pencucian uang sebesar Rp300 triliun tersebut telah tercium sejak 2013.
(akr)