Praktik Ekonomi Sirkular di Lingkar Tambang, Bengkel Sarop do Mulana Ubah Limbah Kayu Jadi Cuan

Senin, 20 Maret 2023 - 16:13 WIB
loading...
Praktik Ekonomi Sirkular di Lingkar Tambang, Bengkel Sarop do Mulana Ubah Limbah Kayu Jadi Cuan
Limbah palet kayu dibentuk menjadi beragam furniture. FOTO/SINDOnews/Wahyudi Aulia Siregar
A A A
BATANGTORU - Tumpukan palet kayu yang mulai diselubungi jamur menggunung di bengkel (workshop) milik Koperasi 'Sarop do Mulana' di Jalan Lintas Sumatera, Desa Sumuran, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Suara desingan mesin terdengar sayup-sayup di balik tumpukan palet kayu itu.

Suara desingan berasal dari mesin gergaji potong, mesin bor, mesin ketam hingga mesin serut kayu. Mesin-mesin itu digunakan para pekerja untuk mengolah palet kayu berbahan kayu jenis Jati Belanda dan kayu sembarang.

Hampir tidak ada limbah kayu yang tersisa dari proses pengolahan itu. Limbah palet kayu dari jenis Jati Belanda yang dikenal berkualitas baik, dipotong dan dirapikan agar bisa dibentuk menjadi beragam furniture seperti sofa, gerobak jualan, meja makan, hingga barang-barang kecil seperti kotak tisu. Sementara limbah dari jenis kayu sembarang, diserut hingga menjadi bubuk kayu (sawdust). Bubuk kayu itu kemudian bisa dimanfaatkan menjadi media tanam tumbuhan.

Ketua Koperasi Sarop do Mulana, Okto Anggara Sitompul, mengatakan kegiatan mengolah limbah di tempat mereka sudah berlangsung sejak 2016. Praktik ekonomi sirkular mereka awalnya hanya mengolah sampah menjadi pupuk organik (kompos). Saat itu mereka mendapatkan limbah sampah basah dari Pasar Batang Toru yang tak jauh dari lokasi bengkel dan hasil produksinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan Tambang Emas Martabe yang juga berlokasi di Batangtoru.

"Itu lah kenapa kemudian koperasi yang kita dirikan saat ini bernama Sarop do Mulana. Nama itu merupakan kalimat dalam bahasa batak angkola yang artinya bermula dari sampah," kata Okto saat ditemui akhir Januari 2023 lalu.

Dua tahun menjalankan praktik pengolahan limbah menjadi kompos, usaha Okto dan teman-temannya sesama warga Batang Toru itu kemudian mencoba naik kelas. Bersama PT Agincourt Resources, pengelola Tambang Emas Martabe yang telah bermitra dengan mereka dalam pengolahan kompos, kemudian mendirikan koperasi dan bengkel untuk pengolahan limbah palet kayu menjadi serbuk kayu.



Mereka mendapatkan palet kayu secara gratis dari Tambang Emas Martabe. Palet kayu kemudian dicacah menjadi serbuk kayu untuk dijadikan media tanam pohon yang akan digunakan untuk merehabilitasi areal Tambang Martabe

"Palet kayunya gratis. Kita juga difasilitasi gudang dan mesin-mesin pengolahan serbuk kayu. Kemudian produk serbuk kayunya dibeli lagi oleh Tambang Martabe seharga Rp 2 ribu per kilogram. Produksi kita bisa mencapai 4 ton. Jadi nilai ekonominya bisa mencapai Rp 8 juta per bulan. Belum lagi pendapatan kita dari pengolahan kompos yang juga terus berjalan," kata Okto.

Setelah mampu memproduksi serbuk kayu, Okto dan kawan-kawan kemudian mencoba naik kelas. Palet kayu berbahan kayu Jati Belanda yang tergolong berkualitas baik tidak lagi dicacah menjadi serbuk kayu, namun diolah menjadi berbagai jenis furniture. Untuk kegiatan produksi itu, Okto dan kawan-kawan juga dibekali Tambang Martabe dengan pelatihan membuat furniture dari salah satu produsen gerobak kaki lima dari Kota Medan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1284 seconds (0.1#10.140)