Didorong Efektivitas Fiskal, Ekonomi RI 2020 Diprediksi Tumbuh 0,1%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2020 diperkirakan -5,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) atau direvisi dari pertumbuhan -1% yoy pada prediksi sebelumnya.
Dengan proyeksi tersebut, maka pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 secara keseluruhan (full-year) juga direvisi dari +1,8% yoy menjadi +0,1% yoy.
Kepala ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) Adrian Panggabean menuturkan, pertumbuhan ekonomi 0,1% didasarkan pada asumsi bahwa pemerintah berhasil secara efektif mendorong perekonomian lewat stimulus fiskal di semester kedua 2020 dan merealisasikan target defisit fiskal mencapai paling tidak 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Karena dorongan fiskal yang efektif sangat penting agar potensi pertumbuhan ekonomi di semester kedua dapat tetap berada pada zona yang positif,” kata Adrian saat dihubungi di Jakarta, Minggu (19/7/2020). (Baca juga: Ramalan Pengusaha Muda Soal Ekonomi RI Kuartal II Lebih Buruk dari Pemerintah )
Terkait nilai tukar (kurs) dolar Amerika Serikat (USD) terhadap rupiah (IDR) Adrian juga menyampaikan revisi dari rerata-tahunan 15.625 menjadi 14.550. Hal ini karena perubahan pandangannya terhadap USD Index.
"Kami melihat potensi pelemahan USD Index terjadi akibat masifnya intervensi bank sentral Amerika Serikat yang berpotensi mendorong pelemahan USD. Di balik asumsi ini adalah view kami bahwa kurs mata uang yuan (CNY) akan dijaga stabil oleh People's Bank of China (PBoC) di kisaran 7,04-7,07 per USD,” jelas Adrian.
Menurut Adrian, pertimbangan penting lainnya yang mendasari revisi pertumbuhan PDB Indonesia adalah volume perdagangan global. Dalam prediksi di rilis April 2020, Adrian mendasarkan dinamika ekspor-impor pada view bahwa volume perdagangan dunia akan kembali ke level tahun 2016. Namun, perkembangan data terakhir mengindikasikan bahwa volume perdagangan global di tahun 2020 akan mendekati level di tahun 2017.
“Di pasar aset, nampaknya kinerja aset obligasi negara akan tetap outperform aset saham. Hal ini lebih dipengaruhi oleh terjadinya perubahan perilaku investor terkait kecenderungan belanja, menabung, dan risk appetite,” ungkap Adrian.
Dengan proyeksi tersebut, maka pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 secara keseluruhan (full-year) juga direvisi dari +1,8% yoy menjadi +0,1% yoy.
Kepala ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) Adrian Panggabean menuturkan, pertumbuhan ekonomi 0,1% didasarkan pada asumsi bahwa pemerintah berhasil secara efektif mendorong perekonomian lewat stimulus fiskal di semester kedua 2020 dan merealisasikan target defisit fiskal mencapai paling tidak 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Karena dorongan fiskal yang efektif sangat penting agar potensi pertumbuhan ekonomi di semester kedua dapat tetap berada pada zona yang positif,” kata Adrian saat dihubungi di Jakarta, Minggu (19/7/2020). (Baca juga: Ramalan Pengusaha Muda Soal Ekonomi RI Kuartal II Lebih Buruk dari Pemerintah )
Terkait nilai tukar (kurs) dolar Amerika Serikat (USD) terhadap rupiah (IDR) Adrian juga menyampaikan revisi dari rerata-tahunan 15.625 menjadi 14.550. Hal ini karena perubahan pandangannya terhadap USD Index.
"Kami melihat potensi pelemahan USD Index terjadi akibat masifnya intervensi bank sentral Amerika Serikat yang berpotensi mendorong pelemahan USD. Di balik asumsi ini adalah view kami bahwa kurs mata uang yuan (CNY) akan dijaga stabil oleh People's Bank of China (PBoC) di kisaran 7,04-7,07 per USD,” jelas Adrian.
Menurut Adrian, pertimbangan penting lainnya yang mendasari revisi pertumbuhan PDB Indonesia adalah volume perdagangan global. Dalam prediksi di rilis April 2020, Adrian mendasarkan dinamika ekspor-impor pada view bahwa volume perdagangan dunia akan kembali ke level tahun 2016. Namun, perkembangan data terakhir mengindikasikan bahwa volume perdagangan global di tahun 2020 akan mendekati level di tahun 2017.
“Di pasar aset, nampaknya kinerja aset obligasi negara akan tetap outperform aset saham. Hal ini lebih dipengaruhi oleh terjadinya perubahan perilaku investor terkait kecenderungan belanja, menabung, dan risk appetite,” ungkap Adrian.
(ind)