Pelaku Logistik Ketar-ketir Soal Pembatasan Truk Beroperasi Saat Lebaran
loading...
A
A
A
Dengan demikian, jika dalam dua minggu tidak ada distribusi akibat truk dilarang operasional, hal itu akan menyebabkan sekitar 270.000 peti kemas mengendap di pelabuhan. Adil menyebut, kondisi tersebut akan menyebabkan yard occupancy ratio di container yard menjadi lebih padat, sehingga bisa berakibat kongesti di pelabuhan yang dampaknya kepada ekonomi nasional.
Oleh karena itu, ALFI mendesak pemerintah segera melakukan revisi atas SKB tersebut. Dalam hal ini, ALFI mendesak agar regulasi arus mudik (penumpang/orang) tidak mengorbankan perekonomian nasional yang saat ini masih dalam bayang-bayang resesi global.
“Harus ada pengecualian untuk angkutan ekspor impor selama masa lebaran. Jadi SKB tersebut harus direvisi dan jangan hanya melihat satu sisi mudiknya saja, tetapi juga mempertimbangkan perputaran ekonomi secara nasional melalui pergerakan barang dan logistik keseluruhan,” ujar Adil.
Apalagi, kata Adil, selama ini pelabuhan Tanjung Priok telah beroperasi 24/7, dan bongkar muat peti kemas dari kapal sudah terjadwal sedemikian rupa. Sehingga tidak bisa dibayangkan bagaimana kondisi kepadatan di lini satu pelabuhan jika tidak ada trucking yang melayani untuk distribusi keluar pelabuhan akibat adanya pembatasan atau larangan sesuai SKB itu.
Pasalnya, dalam SKB itu kegiatan ekspor impor (peti kemas) tidak termasuk yang dikecualikan dalam pembatasan operasional angkutan barang dalam masa angkutan lebaran 2023.
Sebagai informasi, dalam SKB tersebut hanya menyebutkan bahwa pembatasan operasional angkutan barang dalam SKB itu, disebutkan tidak berlaku bagi angkutan barang pengangkut bahan bakar minyak atau bahan bakar gas, hantaran uang, hewan ternak, pupuk, sepeda motor, dan bahan kebutuhan pokok (sembako).
Adapun, pembatasan operasional angkutan barang sebagaimana SKB itu berlaku di sejumlah ruas jalan tol mulai dari wilayah Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Selain itu, berlaku juga pada ruas jalan non tol yang ada di beberapa wilayah di Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali.
Oleh karena itu, ALFI mendesak pemerintah segera melakukan revisi atas SKB tersebut. Dalam hal ini, ALFI mendesak agar regulasi arus mudik (penumpang/orang) tidak mengorbankan perekonomian nasional yang saat ini masih dalam bayang-bayang resesi global.
“Harus ada pengecualian untuk angkutan ekspor impor selama masa lebaran. Jadi SKB tersebut harus direvisi dan jangan hanya melihat satu sisi mudiknya saja, tetapi juga mempertimbangkan perputaran ekonomi secara nasional melalui pergerakan barang dan logistik keseluruhan,” ujar Adil.
Apalagi, kata Adil, selama ini pelabuhan Tanjung Priok telah beroperasi 24/7, dan bongkar muat peti kemas dari kapal sudah terjadwal sedemikian rupa. Sehingga tidak bisa dibayangkan bagaimana kondisi kepadatan di lini satu pelabuhan jika tidak ada trucking yang melayani untuk distribusi keluar pelabuhan akibat adanya pembatasan atau larangan sesuai SKB itu.
Pasalnya, dalam SKB itu kegiatan ekspor impor (peti kemas) tidak termasuk yang dikecualikan dalam pembatasan operasional angkutan barang dalam masa angkutan lebaran 2023.
Sebagai informasi, dalam SKB tersebut hanya menyebutkan bahwa pembatasan operasional angkutan barang dalam SKB itu, disebutkan tidak berlaku bagi angkutan barang pengangkut bahan bakar minyak atau bahan bakar gas, hantaran uang, hewan ternak, pupuk, sepeda motor, dan bahan kebutuhan pokok (sembako).
Adapun, pembatasan operasional angkutan barang sebagaimana SKB itu berlaku di sejumlah ruas jalan tol mulai dari wilayah Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Selain itu, berlaku juga pada ruas jalan non tol yang ada di beberapa wilayah di Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali.
(akr)