Disejajarkan dengan Narkoba di RUU Kesehatan, Industri Tembakau Terancam Mati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dengan metode omnibus law yang sedang digodok pemerintah menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Salah satu yang menjadi sorotan yaitu penyetaraan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam satu kelompok zat adiktif.
Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 154 ayat (3) dengan bunyi: zat adiktif dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai penyetaraan tembakau, yang merupakan produk legal, dengan narkoba yang jelas ilegal, hanya akan berujung untuk mematikan Industri Hasil Tembakau yang selama ini telah berkontribusi besar kepada negara. Pasalnya, penyetaraan ini akan menimbulkan perlakuan diskriminatif serta aturan yang mengekang terhadap tembakau.
“Dampaknya terhadap Industri Hasil Tembakau ini pasti mati. Orang akan dilarang dan ditangkap polisi. Pemerintah harus bijak dalam membuat aturan. Kalau ini dipaksakan juga akan membuat legitimasi presiden itu jatuh karena dianggap tidak pro rakyat kecil,” ujar Hikmahanto, Selasa (11/4/2023).
Hikmahanto menjelaskan matinya Industri Hasil Tembakau akan menimbulkan dampak ekonomi yang besar. Industri ini telah menyerap jutaan tenaga kerja yang tidak bisa digantikan oleh sektor lain. Seharusnya pemerintah melindungi industri ini terutama di tengah lapangan pekerjaan yang sulit bagi masyarakat.
Ia menilai penyetaraan ini mengabaikan aspek ekonomi, mengingat Industri Hasil Tembakau memberi sumbangsih signifikan bagi negara dalam hal penerimaan hingga serapan tenaga kerja.
“Kalau membuat aturan aja sih gampang tapi harus dianalisa dampak ekonominya, rugi dan untungnya. Memangnya lapangan kerja mudah sekarang? Berapa tenaga kerja yang akan kehilangan pekerjaan? Belum lagi di industri ini banyak ibu-ibu yang jadi tulang punggung keluarga,” tegas Hikmahanto.
Hikmahanto menambahkan aturan soal tembakau telah diatur secara komprehensif di regulasi yang berlaku saat ini, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012). Menurutnya, Pemerintah cukup mengacu pada aturan yang sudah ada saat ini. Produk hukum yang disusun, tambahnya, jangan hanya melihat dari satu perspektif dan mementingkan ego sektoral masing-masing.
Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 154 ayat (3) dengan bunyi: zat adiktif dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai penyetaraan tembakau, yang merupakan produk legal, dengan narkoba yang jelas ilegal, hanya akan berujung untuk mematikan Industri Hasil Tembakau yang selama ini telah berkontribusi besar kepada negara. Pasalnya, penyetaraan ini akan menimbulkan perlakuan diskriminatif serta aturan yang mengekang terhadap tembakau.
“Dampaknya terhadap Industri Hasil Tembakau ini pasti mati. Orang akan dilarang dan ditangkap polisi. Pemerintah harus bijak dalam membuat aturan. Kalau ini dipaksakan juga akan membuat legitimasi presiden itu jatuh karena dianggap tidak pro rakyat kecil,” ujar Hikmahanto, Selasa (11/4/2023).
Hikmahanto menjelaskan matinya Industri Hasil Tembakau akan menimbulkan dampak ekonomi yang besar. Industri ini telah menyerap jutaan tenaga kerja yang tidak bisa digantikan oleh sektor lain. Seharusnya pemerintah melindungi industri ini terutama di tengah lapangan pekerjaan yang sulit bagi masyarakat.
Ia menilai penyetaraan ini mengabaikan aspek ekonomi, mengingat Industri Hasil Tembakau memberi sumbangsih signifikan bagi negara dalam hal penerimaan hingga serapan tenaga kerja.
“Kalau membuat aturan aja sih gampang tapi harus dianalisa dampak ekonominya, rugi dan untungnya. Memangnya lapangan kerja mudah sekarang? Berapa tenaga kerja yang akan kehilangan pekerjaan? Belum lagi di industri ini banyak ibu-ibu yang jadi tulang punggung keluarga,” tegas Hikmahanto.
Hikmahanto menambahkan aturan soal tembakau telah diatur secara komprehensif di regulasi yang berlaku saat ini, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012). Menurutnya, Pemerintah cukup mengacu pada aturan yang sudah ada saat ini. Produk hukum yang disusun, tambahnya, jangan hanya melihat dari satu perspektif dan mementingkan ego sektoral masing-masing.