Dinilai Plinplan soal Larangan Ekspor Mineral Mentah, Komisi VII Bakal Panggil Menteri ESDM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Untuk mendapat kejelasan terkait perpanjangan izin ekspor tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI), Komisi VII DPR akan memanggil Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk memberikan keterangan. Pemanggilan ini dinilai sangat penting untuk mengklarifikasi sejumlah masalah, termasuk mengenai rencana pemerintah menerbitkan peraturan menteri (permen) sebagai dasar hukum perpanjangan izin ekspor tersebut.
Mulyanto, anggota Komisi VII, menyebut rencana pemerintah memperpanjang izin ekspor tembaga punya dua dimensi inkonsistensi yang mencerminkan lemahnya pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) nasional. Dua dimensi inkonsistensi itu adalah dimensi kebijakan dan dimensi bentuk hukum kebijakannya sendiri.
"Kebijakan pemerintah yang inkonsisten ini berpotensi melanggar konstitusi yang mengamanatkan penguasaan SDA oleh negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bila ekspor mineral mentah ini terus dibiarkan maka nilai tambah dari pengelolaan SDA akan dinikmati oleh bangsa lain. Sementara, rakyat kita hanya menerima sisa remah-remahnya saja. Ini kan mengenaskan. Negara dengan kekayaan SDA yang berlimpah, namun rakyatnya miskin, karena ekonominya bersifat ekstraktif," terang Mulyanto kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (3/5/2023).
Mulyanto menilai pemerintah inkonsisten karena selama ini mengglorifikasi program hilirisasi SDA tetapi nyatanya menyerah terhadap desakan Freeport. Bahkan, secara langsung kebijakan pemerintah ini menabrak UU No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba, khususnya Pasal 170A, yang melarang ekspor mineral mentah sejak bulan Juni 2023.
Selain itu, kebijakan pemerintah tersebut juga diskriminatif dibandingkan dengan kebijakan untuk mineral lain seperti nikel, sebab ekspor bijih nikel sudah sejak lama dilarang pemerintah.
Yang kedua adalah, lanjutnya, bentuk regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah karena Menteri ESDM berencana mengeluarkan permen sebagai dasar hukum izin ekspor mineral mentah tersebut.
"Kalau ini benar, yakni dasar hukum bagi izin ekspor konsentrat tembaga ini hanya berupa permen, maka ini kan aneh. Masak undang-undang dibatalkan dengan permen. Undang-undang hanya dapat dibatalkan dengan Undang-undang juga," tegas Mulyanto.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memberikan perpanjangan waktu kepada Freeport untuk mengekspor konsentrat tembaga sampai dengan Mei 2024, dari rencana sebelumnya yang akan disetop Juni 2023. Perpanjangan izin ekspor terpaksa diberikan lantaran proyek pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur, molor hingga tahun depan dari target selesai Desember 2023.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menuturkan pertimbangan pemerintah memperpanjang masa izin ekspor salah satunya karena progres pembangunan smelter yang sudah mencapai 61%. Perpanjangan izin itu juga telah diputuskan melalui rapat bersama Presiden Joko Widodo.
"Ya, habis kita bagaimana? Kan, kalau disetop juga yang kena Freeport. Ini (Freeport) yang punya siapa? Kita (saham) 51% kemudian baru asing 49%," ujarnya.
Lihat Juga: Riset INDEF Sebut Indonesia Punya Momentum Strategis untuk Jadi Pemain Global dalam Hilirisasi Tembaga
Mulyanto, anggota Komisi VII, menyebut rencana pemerintah memperpanjang izin ekspor tembaga punya dua dimensi inkonsistensi yang mencerminkan lemahnya pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) nasional. Dua dimensi inkonsistensi itu adalah dimensi kebijakan dan dimensi bentuk hukum kebijakannya sendiri.
"Kebijakan pemerintah yang inkonsisten ini berpotensi melanggar konstitusi yang mengamanatkan penguasaan SDA oleh negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bila ekspor mineral mentah ini terus dibiarkan maka nilai tambah dari pengelolaan SDA akan dinikmati oleh bangsa lain. Sementara, rakyat kita hanya menerima sisa remah-remahnya saja. Ini kan mengenaskan. Negara dengan kekayaan SDA yang berlimpah, namun rakyatnya miskin, karena ekonominya bersifat ekstraktif," terang Mulyanto kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (3/5/2023).
Mulyanto menilai pemerintah inkonsisten karena selama ini mengglorifikasi program hilirisasi SDA tetapi nyatanya menyerah terhadap desakan Freeport. Bahkan, secara langsung kebijakan pemerintah ini menabrak UU No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba, khususnya Pasal 170A, yang melarang ekspor mineral mentah sejak bulan Juni 2023.
Selain itu, kebijakan pemerintah tersebut juga diskriminatif dibandingkan dengan kebijakan untuk mineral lain seperti nikel, sebab ekspor bijih nikel sudah sejak lama dilarang pemerintah.
Yang kedua adalah, lanjutnya, bentuk regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah karena Menteri ESDM berencana mengeluarkan permen sebagai dasar hukum izin ekspor mineral mentah tersebut.
"Kalau ini benar, yakni dasar hukum bagi izin ekspor konsentrat tembaga ini hanya berupa permen, maka ini kan aneh. Masak undang-undang dibatalkan dengan permen. Undang-undang hanya dapat dibatalkan dengan Undang-undang juga," tegas Mulyanto.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi memberikan perpanjangan waktu kepada Freeport untuk mengekspor konsentrat tembaga sampai dengan Mei 2024, dari rencana sebelumnya yang akan disetop Juni 2023. Perpanjangan izin ekspor terpaksa diberikan lantaran proyek pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur, molor hingga tahun depan dari target selesai Desember 2023.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menuturkan pertimbangan pemerintah memperpanjang masa izin ekspor salah satunya karena progres pembangunan smelter yang sudah mencapai 61%. Perpanjangan izin itu juga telah diputuskan melalui rapat bersama Presiden Joko Widodo.
"Ya, habis kita bagaimana? Kan, kalau disetop juga yang kena Freeport. Ini (Freeport) yang punya siapa? Kita (saham) 51% kemudian baru asing 49%," ujarnya.
Lihat Juga: Riset INDEF Sebut Indonesia Punya Momentum Strategis untuk Jadi Pemain Global dalam Hilirisasi Tembaga
(uka)