DPR Dorong Pertamina Hulu Energi Akselerasi Program Dekarbonisasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak mendukung langkah PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menjalankan program dekarbonisasi dengan terus memperkuat penggunaan bahan bakar ramah lingkungan menggantikan bahan bakar fosil. Ia mengatakan, dekarbonisasi sebagai salah satu strategi transisi energi bukan hanya mempercepat penurunan emisi namun juga merealisasikan ketahanan dan kemandirian energi.
“Saya mendukung program dekarbonisasi PHE karena bagaimana pun transisi energi adalah kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Indonesia sudah menetapkan target mencapai emisi net zero pada 2060 dan pengurangan emisi 32% pada 2030,” kata Amin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/5/2023).
Pengurangan emisi karbon bisa dilakukan baik pada kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi minyak dan gas bumi. PHE harus menjadi pelopor transisi energi, karena PHE merupakan kontributor utama produksi migas nasional. Pada tahun 2022, PHE memberikan kontribusi sebesar 68% produksi minyak nasional dan 34% produksi gas nasional.
(Baca juga:PHE Randugunting Selesaikan Pengembangan Lapangan Gas Randugunting)
Wakil Rakyat dari Dapil Jatim IV itu pun terus mendorong pemanfaatan sumber energi gas sebagai energi transisi yang rendah emisi dan ramah lingkungan. Karena itu, lanjut Amin, proyek gas Jambaran Tiung-Biru (JTB) di Bojonegoro, Jawa Timur sangat strategis guna mendukung realisasi percepatan transisi energi.
Proyek JTB akan meningkatkan produksi gas nasional secara signifikan yang bisa menambah cadangan energi nasional. Demikian juga temuan potensi cadangan gas melalui pengeboran sumur eksplorasi di beberapa wilayah Indonesia, penting untuk memperkuat ketahanan energi nasional.
Amin juga meminta PHE untuk konsisten menjalankan program dekarbonisasi dengan menekan konsumsi energi melalui penggunaan pembangkit listrik rendah karbon. Selain itu, sebagai entitas bisnis yang dituntut memperoleh untung dan memperbesar kontribusinya bagi APBN, program monetisasi potensi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) harus diwujudkan.
(Baca juga:Genjot Eksplorasi Hulu, PHE Incar Lapangan Migas Besar)
Teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) adalah tren baru untuk menghadapi transisi energi demi mengejar target Net Zero Emission (NZE) global. Implementasi teknologi tersebut dimulai dengan melakukan injeksi C02 guna meningkatkan produksi migas melalui CO2-EOR sekaligus mengurangi emisi GRK secara signifikan.
Teknologi CCS diaplikasikan melalui penerapan proses injeksi CO2 ke dalam lapisan subsurface pada reservoir migas Pertamina yang cukup dalam di perut bumi. Dengan cara itu minyak yang masih ada di dalam reservoir akan bisa dikuras dan disedot, sesuatu yang tidak dapat diambil dengan produksi primer. Teknologi ini juga bisa digunakan pada sumur-sumur tua sehingga bisa kembali berproduksi.
Amin berharap, PHE akan memprioritaskan sumber daya domestik dalam implementasi CCS, serta meningkatkan lapangan kerja sejaligus pendapatan negara. Potensi karbondioksida (C02) dengan kapasitas hingga 1 miliar ton di lapangan migas Pertamina. Kapasitas CO2 itu bisa untuk menyimpan CO2 emisi seluruh Indonesia pada rata-rata saat ini secara permanen hingga 16 tahun ke depan.
“Mengingat penggunaan teknologi ini membutuhkan biaya besar karena peralatan yang diperlukan untuk implementasi masih harus impor, saya meminta pemerintah memberi sejumlah insentif kepada para investor,” pungkasnya.
“Saya mendukung program dekarbonisasi PHE karena bagaimana pun transisi energi adalah kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Indonesia sudah menetapkan target mencapai emisi net zero pada 2060 dan pengurangan emisi 32% pada 2030,” kata Amin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/5/2023).
Pengurangan emisi karbon bisa dilakukan baik pada kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi minyak dan gas bumi. PHE harus menjadi pelopor transisi energi, karena PHE merupakan kontributor utama produksi migas nasional. Pada tahun 2022, PHE memberikan kontribusi sebesar 68% produksi minyak nasional dan 34% produksi gas nasional.
(Baca juga:PHE Randugunting Selesaikan Pengembangan Lapangan Gas Randugunting)
Wakil Rakyat dari Dapil Jatim IV itu pun terus mendorong pemanfaatan sumber energi gas sebagai energi transisi yang rendah emisi dan ramah lingkungan. Karena itu, lanjut Amin, proyek gas Jambaran Tiung-Biru (JTB) di Bojonegoro, Jawa Timur sangat strategis guna mendukung realisasi percepatan transisi energi.
Proyek JTB akan meningkatkan produksi gas nasional secara signifikan yang bisa menambah cadangan energi nasional. Demikian juga temuan potensi cadangan gas melalui pengeboran sumur eksplorasi di beberapa wilayah Indonesia, penting untuk memperkuat ketahanan energi nasional.
Amin juga meminta PHE untuk konsisten menjalankan program dekarbonisasi dengan menekan konsumsi energi melalui penggunaan pembangkit listrik rendah karbon. Selain itu, sebagai entitas bisnis yang dituntut memperoleh untung dan memperbesar kontribusinya bagi APBN, program monetisasi potensi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) harus diwujudkan.
(Baca juga:Genjot Eksplorasi Hulu, PHE Incar Lapangan Migas Besar)
Teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) adalah tren baru untuk menghadapi transisi energi demi mengejar target Net Zero Emission (NZE) global. Implementasi teknologi tersebut dimulai dengan melakukan injeksi C02 guna meningkatkan produksi migas melalui CO2-EOR sekaligus mengurangi emisi GRK secara signifikan.
Teknologi CCS diaplikasikan melalui penerapan proses injeksi CO2 ke dalam lapisan subsurface pada reservoir migas Pertamina yang cukup dalam di perut bumi. Dengan cara itu minyak yang masih ada di dalam reservoir akan bisa dikuras dan disedot, sesuatu yang tidak dapat diambil dengan produksi primer. Teknologi ini juga bisa digunakan pada sumur-sumur tua sehingga bisa kembali berproduksi.
Amin berharap, PHE akan memprioritaskan sumber daya domestik dalam implementasi CCS, serta meningkatkan lapangan kerja sejaligus pendapatan negara. Potensi karbondioksida (C02) dengan kapasitas hingga 1 miliar ton di lapangan migas Pertamina. Kapasitas CO2 itu bisa untuk menyimpan CO2 emisi seluruh Indonesia pada rata-rata saat ini secara permanen hingga 16 tahun ke depan.
“Mengingat penggunaan teknologi ini membutuhkan biaya besar karena peralatan yang diperlukan untuk implementasi masih harus impor, saya meminta pemerintah memberi sejumlah insentif kepada para investor,” pungkasnya.
(dar)