Bikin Batu Bara Lebih Bernilai, ESDM Gaet Dua BUMN Bangun Pabrik DME Skala Besar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) gencar melakukan pengadaan Dimethyl Ether (DME). Hal itu diwujudkan dalam kerjasama antara dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni, Pertamina dan PT Bukit Asam. Kerja sama itu dilakukan dalam proyek gasifikasi batu bara untuk menghasilkan DME, yang diharapkan bisa menjadi produk subtitusi LPG ke depannya.
Kepala Badan Litbang ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya menggandeng BUMN juga untuk membangun pabrik DME berskala besar. Dia mencontohkan, dengan pabrik produksi, maka pihaknya mampu mengkonversi 5 juta ton batu bara akan menghasilkan sekitar 1,4 juta ton DME (bahan bakar cair maupun gas).
"Kami bekerja sama dengan berbagai pihak terutama dengan BUMN, di mana melakukan kajian kelayakan terutama melakukan pembangunan pabrik DME berskala besar. Jadi, skalanya kira-kira kalau kita mengkonversi 5 juta ton batu bara akan menghasilkan sekitar 1,4 juta ton DME," ujar Dadan.
(Baca Juga: Minat Pasar Menyusut, Harga Batu Bara Terkoreksi ke USD52,98/Ton )
Guna memuluskan kerja sama tersebut, Dadan menyebut, saat ini pemerintah tengah menggodok aturan main atau landasan hukum terkait dengan nilai ekonomis DME dan standar operasional prosedurnya (SOP). Dalam aturan itu, lanjut dia, juga akan diatur perihal persenan subsidi atau insentif secara nasional.
"Itu, nanti kebijakan pemerintah terkait dengan misalkan, subsidi seberapa besar kalau perlu insentif nanti seperti apa, memberikan manfaat seperti apa secara nasional. Jadi dilakukan dengan disebut dengan analisa biaya dan manfaat. ini sudah dilakukan sampai awal tahun ini," ujarnya.
(Baca Juga: Siap Bangun Kilang, Indonesia Targetkan Tidak Lagi Impor BBM Tahun 2026 )
Sebelumnya, pemerintah terus menggencarkan melakukan pengadaan DME untuk menekan impor liquefied petroleum gas (LPG) yang semakin melonjak tiap tahunnya. Menurut data Handbook of Energy Statistics of Indonesia, angka impor LPG di tahun 2019 mencapai 5,7 juta ton atau sekitar 75 persen dari total kebutuhan LPG nasional. Sedangkan, kilang domestik hanya bisa memproduksi 1,9 juta ton LPG.
Sementara dalam catatan Badan Litbang, pada tahun 2019 Indonesia telah mengimpor hampir 6 juta ton LPG atau 75% dari total penggunaan bahan bakar itu di dalam negeri. Karena itu, kata Dadan, ada alasan mengapa pemerintah menggencarkan realisasi DME yakni, untuk menghilangkan ketergantungan Indonesia kepada impor LPG.
Kepala Badan Litbang ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya menggandeng BUMN juga untuk membangun pabrik DME berskala besar. Dia mencontohkan, dengan pabrik produksi, maka pihaknya mampu mengkonversi 5 juta ton batu bara akan menghasilkan sekitar 1,4 juta ton DME (bahan bakar cair maupun gas).
"Kami bekerja sama dengan berbagai pihak terutama dengan BUMN, di mana melakukan kajian kelayakan terutama melakukan pembangunan pabrik DME berskala besar. Jadi, skalanya kira-kira kalau kita mengkonversi 5 juta ton batu bara akan menghasilkan sekitar 1,4 juta ton DME," ujar Dadan.
(Baca Juga: Minat Pasar Menyusut, Harga Batu Bara Terkoreksi ke USD52,98/Ton )
Guna memuluskan kerja sama tersebut, Dadan menyebut, saat ini pemerintah tengah menggodok aturan main atau landasan hukum terkait dengan nilai ekonomis DME dan standar operasional prosedurnya (SOP). Dalam aturan itu, lanjut dia, juga akan diatur perihal persenan subsidi atau insentif secara nasional.
"Itu, nanti kebijakan pemerintah terkait dengan misalkan, subsidi seberapa besar kalau perlu insentif nanti seperti apa, memberikan manfaat seperti apa secara nasional. Jadi dilakukan dengan disebut dengan analisa biaya dan manfaat. ini sudah dilakukan sampai awal tahun ini," ujarnya.
(Baca Juga: Siap Bangun Kilang, Indonesia Targetkan Tidak Lagi Impor BBM Tahun 2026 )
Sebelumnya, pemerintah terus menggencarkan melakukan pengadaan DME untuk menekan impor liquefied petroleum gas (LPG) yang semakin melonjak tiap tahunnya. Menurut data Handbook of Energy Statistics of Indonesia, angka impor LPG di tahun 2019 mencapai 5,7 juta ton atau sekitar 75 persen dari total kebutuhan LPG nasional. Sedangkan, kilang domestik hanya bisa memproduksi 1,9 juta ton LPG.
Sementara dalam catatan Badan Litbang, pada tahun 2019 Indonesia telah mengimpor hampir 6 juta ton LPG atau 75% dari total penggunaan bahan bakar itu di dalam negeri. Karena itu, kata Dadan, ada alasan mengapa pemerintah menggencarkan realisasi DME yakni, untuk menghilangkan ketergantungan Indonesia kepada impor LPG.
(akr)