Soal Restrukrisasi Kredit, Nasabah Diminta Proaktif
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menyarankan kepada para pelaku UMKM sebagai nasabah agar lebih proaktif dalam mengajukan restrukturisasi dengan mendatangi bank yang bersangkutan. Hal tersebut dikarenakan pandemi COVID-19 membuat komunikasi antara pihak perbankan dengan nasabah menjadi terganggu. Sehingga perbankan kesulitan memperoleh data nasabah secara akurat.
"Disisi lain, akses untuk mendatangi nasabah secara langsung juga terkendala penutupan jalan akibat PSBB," kata Direktur Finance, Planning, and Treasury BTN Nixon LP Napitupulu dalam Pelatihan UMKM Akurat dengan Tema "Strategi Bisnis UMKM Tetap Berjaya di Era New Normal" di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
(Baca Juga: Awas Kredit Macet di Tengah Terbatasnya Aktivitas Ekonomi Imbas Pandemi )
Menurut Nixon, ketika nasabah proaktif dalam pengajuan restrukturisasi kredit maka perbankan akan melihat prospek usaha para pelaku UMKM kedepannya. Jika dinilai baik, maka perbankan secara otomatis akan menyetujui permohonan restrukturisasi kredit. Namun, yang paling penting adalah nasabah menceritakan prospek usahanya sehinggga pihak bank dapat menghitung cashflow.
"Kalau bisa proaktif bank itu intinya pertama mereka akan melihat kondisi bapak saat ini lihat sebelumnya Kalau bapak memang kooperatif baik dan kedepannya tetap memiliki prospek, tidak ada alasan untuk tidak bisa di restrukturisasi," paparnya.
Nixon menambahkan, bahwa pola dalam restrukturisasi kredit bermacam-macam mulai dari keringanan angsuran pokok dan bunga, keringanan bunga saja atau pokok saja, hingga penurunan suku bunga.
"Restrukturisasi itu polanya macam-macam tidak hanya satu jenis di perbankan. Bisa berupa keringanan pokok dan bunga, pokok saja, bunga saja. Atau penundaan atau penurunan suku bunga," tambahnya.
(Baca Juga: Demand Harus Dicreate, Jika Tidak Kelonggaran Kredit Sepi Peminat )
Disamping itu, dia pun mengakui, tren restrukturisasi kredit perseroan mulai mengalami penurunan pada bulan Juni sampai akhir tahun. Diharapkan ke depan restrukturisasi semakin menurun seiring aktivitas ekonomi yang mulai berjalan.
Dia memperkirakan restrukturisasi kredit perseroan dari Juni 2020 hingga akhir tahun ini mencapai Rp 68,03 triliun dari 399.173 debitur. Dari angka tersebut mayoritas yang direstrukturisasi perseroan adalah segmen kredit konsumer. Sampai saat ini BTN telah merestrukturisasi kredit dari 220 ribu debitur.
"Kami sudah merestrukturisasi sebanyak 220 ribu debitur, restrukturisasi ini terjadi dan masif. Permintaan restrukturisasi ini tidak berhenti tapi yang menarik posisi Juni itu kondisi permintaan sudah turun dari April dan Mei yang kami kira itu puncaknya," jelas Nixon.
Sementara itu, dari estimasi Rp 68,03 triliun yang direstrukturisasi sejak Juni hingga Desember, perseroan merinci potensi restrukturisasi dalam tiga bulan mulai Juni sampai Agustus sebesar Rp 37,55 triliun dari 210.262 debitur. Jika dirinci, untuk debitur konsumer konvensional sebesar 193.265 debitur dengan baki debet Rp 24,59 triliun, konsumer syariah sebesar Rp 1,81 triliun dari 16.345 debitur.
Kemudian, segmen UKM terdapat 305 debitur dengan nilai kredit Rp 135 miliar, segmen korporasi hanya 2 debitur dengan baki debet Rp 4 triliun. Untuk segmen komersial konvensional sebanyak 214 debitur dengan estimasi plafon Rp 6,50 triliun, segmen komersial syariah sebanyak 132 debitur dengan baki debet Rp 298 miliar. Dari 220 ribu debitur yang telah direstrukturisasi perseroan hingga saat ini, paling banyak dari debitur kredit pemilikan rumah (KPR).
Pola restrukturisasi yang banyak diminta adalah penundaan pembayaran dengan tenor dari enam bulan hingga 12 bulan. "Kurang lebih ada 200 ribu dari nasabah KPR, kemudian 5.000 nasabah dari pengusaha UMKM dan juga korporasi," tutur Nixon.
"Disisi lain, akses untuk mendatangi nasabah secara langsung juga terkendala penutupan jalan akibat PSBB," kata Direktur Finance, Planning, and Treasury BTN Nixon LP Napitupulu dalam Pelatihan UMKM Akurat dengan Tema "Strategi Bisnis UMKM Tetap Berjaya di Era New Normal" di Jakarta, Rabu (22/7/2020).
(Baca Juga: Awas Kredit Macet di Tengah Terbatasnya Aktivitas Ekonomi Imbas Pandemi )
Menurut Nixon, ketika nasabah proaktif dalam pengajuan restrukturisasi kredit maka perbankan akan melihat prospek usaha para pelaku UMKM kedepannya. Jika dinilai baik, maka perbankan secara otomatis akan menyetujui permohonan restrukturisasi kredit. Namun, yang paling penting adalah nasabah menceritakan prospek usahanya sehinggga pihak bank dapat menghitung cashflow.
"Kalau bisa proaktif bank itu intinya pertama mereka akan melihat kondisi bapak saat ini lihat sebelumnya Kalau bapak memang kooperatif baik dan kedepannya tetap memiliki prospek, tidak ada alasan untuk tidak bisa di restrukturisasi," paparnya.
Nixon menambahkan, bahwa pola dalam restrukturisasi kredit bermacam-macam mulai dari keringanan angsuran pokok dan bunga, keringanan bunga saja atau pokok saja, hingga penurunan suku bunga.
"Restrukturisasi itu polanya macam-macam tidak hanya satu jenis di perbankan. Bisa berupa keringanan pokok dan bunga, pokok saja, bunga saja. Atau penundaan atau penurunan suku bunga," tambahnya.
(Baca Juga: Demand Harus Dicreate, Jika Tidak Kelonggaran Kredit Sepi Peminat )
Disamping itu, dia pun mengakui, tren restrukturisasi kredit perseroan mulai mengalami penurunan pada bulan Juni sampai akhir tahun. Diharapkan ke depan restrukturisasi semakin menurun seiring aktivitas ekonomi yang mulai berjalan.
Dia memperkirakan restrukturisasi kredit perseroan dari Juni 2020 hingga akhir tahun ini mencapai Rp 68,03 triliun dari 399.173 debitur. Dari angka tersebut mayoritas yang direstrukturisasi perseroan adalah segmen kredit konsumer. Sampai saat ini BTN telah merestrukturisasi kredit dari 220 ribu debitur.
"Kami sudah merestrukturisasi sebanyak 220 ribu debitur, restrukturisasi ini terjadi dan masif. Permintaan restrukturisasi ini tidak berhenti tapi yang menarik posisi Juni itu kondisi permintaan sudah turun dari April dan Mei yang kami kira itu puncaknya," jelas Nixon.
Sementara itu, dari estimasi Rp 68,03 triliun yang direstrukturisasi sejak Juni hingga Desember, perseroan merinci potensi restrukturisasi dalam tiga bulan mulai Juni sampai Agustus sebesar Rp 37,55 triliun dari 210.262 debitur. Jika dirinci, untuk debitur konsumer konvensional sebesar 193.265 debitur dengan baki debet Rp 24,59 triliun, konsumer syariah sebesar Rp 1,81 triliun dari 16.345 debitur.
Kemudian, segmen UKM terdapat 305 debitur dengan nilai kredit Rp 135 miliar, segmen korporasi hanya 2 debitur dengan baki debet Rp 4 triliun. Untuk segmen komersial konvensional sebanyak 214 debitur dengan estimasi plafon Rp 6,50 triliun, segmen komersial syariah sebanyak 132 debitur dengan baki debet Rp 298 miliar. Dari 220 ribu debitur yang telah direstrukturisasi perseroan hingga saat ini, paling banyak dari debitur kredit pemilikan rumah (KPR).
Pola restrukturisasi yang banyak diminta adalah penundaan pembayaran dengan tenor dari enam bulan hingga 12 bulan. "Kurang lebih ada 200 ribu dari nasabah KPR, kemudian 5.000 nasabah dari pengusaha UMKM dan juga korporasi," tutur Nixon.
(akr)