Performa Kurang Prima, IHSG Mei Keok 4% dan Terburuk Sejak Awal 2023
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang bulan Mei 2023 lalu tampil kurang memuaskan. Menilik data perdagangan sebulan penuh, Jumat (2/6), indeks komposit melemah 4,08% dengan rentang pergerakan di area 6.562,96 - 6.920,34.
Pergerakan bulanan tersebut tidak lebih baik dibanding periode April 2023 yang menguat 1,62% dengan area di 6.971,91 - 6.735,19.
Kondisi tersebut berlangsung meskipun jumlah hari libur bursa pada bulan April lebih banyak menyusul cuti bersama Idulfitri 1444H .
Sementara sepanjang Mei 2023, hanya terdapat dua hari libur bursa yakni pada hari Buruh Internasional dan Kenaikan Isa Almasih.
Performa ini juga paling buruk jika ditarik sejak Januari 2023, setelah pada Desember 2022 IHSG -secara bulanan- tertekan 3,26%, sekaligus bulan terakhir bagi indeks menyentuh angka 7.000-an.
Meski begitu, range sideways IHSG pada Mei masih cukup lebar menyamai level periode Januari 2023. Hal ini mengindikasikan adanya volatilitas yang tinggi.
Penurunan kinerja ini membuat pergerakan IHSG secara year-to-date (ytd) atau sepanjang tahun berjalan per 31 Mei 2023 melemah 3,17% dengan rentang di 6.971,91 - 6.542,79.
BI juga tidak mengubah suku bunga deposit facility rate sebesar 5%, sekaligus mempertahankan suku bunga lending facility sebesar 6,5%.
Keputusan ini sejalan dengan tingkat inflasi periode April 2023 yang turun menjadi 4,33% secara tahunan (year-on-year/yoy), dibandingkan Maret 2023 sebesar 4,97% yoy. Pada Senin depan (5/6), investor akan melihat kondisi inflasi terbaru.
Dari mancanegara, terutama Amerika Serikat (AS), kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi sempat mencuat di awal Mei 2023. Hal ini ditambah kekhawatiran pasar atas kemungkinan gagal bayar utang pemerintah AS.
Meskipun inflasi di Negeri Paman Sam melandai, indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS masih cukup panas pada periode April 2023 sebesar 4,4% yoy.
Indikator yang menjadi rujukan bank sentral The Fed untuk mengukur inflasi masih cukup tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 4,2% yoy. Angka ini juga diperkuat dengan indeks keyakinan konsumen AS di level 102,3 atau di atas ekspektasi level 99.
Kabar ini memicu kecemasan pasar terhadap kemungkinan pengetatan moneter dari The Fed pada pertemuan yang akan digelar bulan Juni. Menurut Fedwatch CME Group, The Fed diproyeksikan masih akan mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps.
Pergerakan bulanan tersebut tidak lebih baik dibanding periode April 2023 yang menguat 1,62% dengan area di 6.971,91 - 6.735,19.
Kondisi tersebut berlangsung meskipun jumlah hari libur bursa pada bulan April lebih banyak menyusul cuti bersama Idulfitri 1444H .
Sementara sepanjang Mei 2023, hanya terdapat dua hari libur bursa yakni pada hari Buruh Internasional dan Kenaikan Isa Almasih.
Performa ini juga paling buruk jika ditarik sejak Januari 2023, setelah pada Desember 2022 IHSG -secara bulanan- tertekan 3,26%, sekaligus bulan terakhir bagi indeks menyentuh angka 7.000-an.
Meski begitu, range sideways IHSG pada Mei masih cukup lebar menyamai level periode Januari 2023. Hal ini mengindikasikan adanya volatilitas yang tinggi.
Penurunan kinerja ini membuat pergerakan IHSG secara year-to-date (ytd) atau sepanjang tahun berjalan per 31 Mei 2023 melemah 3,17% dengan rentang di 6.971,91 - 6.542,79.
Sentimen Suku Bunga BI hingga Utang Amerika
Sementara itu, sejumlah sentimen tampak mewarnai jejak langkah IHSG selama periode Mei lalu. Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75% pada Mei 2023, alias level yang sama sejak Januari 2023.BI juga tidak mengubah suku bunga deposit facility rate sebesar 5%, sekaligus mempertahankan suku bunga lending facility sebesar 6,5%.
Keputusan ini sejalan dengan tingkat inflasi periode April 2023 yang turun menjadi 4,33% secara tahunan (year-on-year/yoy), dibandingkan Maret 2023 sebesar 4,97% yoy. Pada Senin depan (5/6), investor akan melihat kondisi inflasi terbaru.
Dari mancanegara, terutama Amerika Serikat (AS), kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi sempat mencuat di awal Mei 2023. Hal ini ditambah kekhawatiran pasar atas kemungkinan gagal bayar utang pemerintah AS.
Meskipun inflasi di Negeri Paman Sam melandai, indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS masih cukup panas pada periode April 2023 sebesar 4,4% yoy.
Indikator yang menjadi rujukan bank sentral The Fed untuk mengukur inflasi masih cukup tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 4,2% yoy. Angka ini juga diperkuat dengan indeks keyakinan konsumen AS di level 102,3 atau di atas ekspektasi level 99.
Kabar ini memicu kecemasan pasar terhadap kemungkinan pengetatan moneter dari The Fed pada pertemuan yang akan digelar bulan Juni. Menurut Fedwatch CME Group, The Fed diproyeksikan masih akan mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps.
(ind)